♡ Chapter 02

3.6K 130 0
                                    

Tenang guys! Ini cerita b×b kok bukan straight meski awalnya cukup nyakitin dipaksa gini ☠ ☠ ☠

-------------------------------

Hari berikutnya tiba.

Bangun siang seperti biasa, Hazel makan diiringi tangisan bayi dari belakang. Terdengar sangat mengganggu bahkan orang yang menyukai bayi pasti akan merasa tak nyaman.

Dia menoleh ke belakang dimana Amber tengah menggendong bayi itu sambil membersihkan rumah. Dan ketika sadar dirinya sedang diperhatikan Hazel, senyum lembut terukir disana.

Jauh dalam lubuk hati, sejujurnya Amber mulai mencintai Hazel namun tidak dengan lelaki ini. Bagaimanapun sejak awal dia benci aturan berkeluarga apalagi memiliki anak, ia sangat red flag dengan itu. Namun percuma juga marah, semua telah terjadi.

Hazel tak menghabiskan makan siang, membawa piring ke dapur lalu mendekati Amber.

"Biar aku saja. Bawa anak itu kedepan." Ujar Hazel tanpa emosi. Dia berniat membereskan rumah dan menyuruh perempuan itu agar menenangkan anaknya di halaman rumah, semata-mata agar telinganya tidak rusak oleh tangis bayi.

Ah, betapa tak bahagia hidup jika terpaksa dalam segala hal. Ditekan banyak tuntutan.

"JEFF!!"

Seketika kegiatannya terhenti ketika mendengar teriakan dari luar, seorang pria dengan suara berat memanggil namanya berkali-kali. Sesuai dugaan, itu ayah Amber. Dia berkunjung dan tak terima anaknya harus menggendong bayi di halaman depan karena sudah panas, "Sekarang tengah hari! Mana rasa pedulimu!"

"Aku bersih-bersih."

"Alasan."

Setelah mengucap kata itu, pria ini meletakkan dua karung berisi bahan makanan dan sejumlah uang untuk Amber kemudian pergi begitu saja.

"Jeff, maaf.."

Hazel hanya menghela napas. Dia sudah biasa berada di posisi tertekan. Bisa hidup, makan, dan mendapat tempat tidur saja sudah sangat berarti untuknya.

☆☆☆ 

Malampun tiba.

Ia libur kali ini, satu kali dalam sebulan sudah sangat lumayan. Hazel pergi ke dapur lalu membuat minuman hangat sebelum menuju halaman belakang untuk sekedar memandang purnama. Di situasi seperti ini, ketika dirinya berhadapaan dengan purnama, rasanya sedikit ingin kembali ke masa lalu sekedar melarang sahabat kecilnya pergi keluar goa.

Mungkin dia sudah meninggal ketika meninggalkan goa. Mungkin saja belum. Dia tak tau

16 tahun berlalu dan benar-benar tak mendengar kabar dari siapapun. Ia besar seorang diri.

"Boleh aku duduk disini?" Tanya Amber ragu namun dibalas anggukan kepala dari Hazel. Segera wanita itu duduk bersila disamping, rok model circular skirt yang digunakan terlihat menyapu lantai.

Terdiam cukup lama hingga minuman di gelas mulai dingin, Hazel mulai bicara. "Anakmu sudah tidur?"

"Sudah.."

"Kenapa kau tidak ikut tidur?"

"Belum ngantuk."

"Maaf tapi sekarang aku tak bisa tidur denganmu."

"Aku tak pernah mengharapkan itu.." Sahut Amber pelan.

Dalam hati, Amber bertanya-tanya apa Hazel ini asexual atau tak menyukai wanita. Meski tak menyukai wanita, seharusnya lelaki ini masih bisa ereksi ketika dirinya mencoba 'melayani'. Hazel memang bisa ereksi tapi tak bertahan lama, dia bahkan tidak bisa ejakulasi dengan Amber. Mengetahui ini, Amber hanya bisa pasrah. Keduanya sama-sama tak mendapat kepuasan seksual.

"Kau boleh dekat pria lain." Ujar Hazel sambil tak melepas pandang dari bulan.

Amber menggeleng, pada dasarnya ia perempuan baik dan bukan pelacur yang bisa dengan mudah berganti pasangan. Dia mencintai Hazel tapi tak mengharap balik karena lelaki ini terlihat sangat terpaksa menikah dengannya. Berulang kali Amber meminta cerai agar Hazel bisa bebas namun orang tuanya menolak, entah apa yang ada di pikiran kedua orang itu. 

"Sampai kapan kita seperti ini?" Tanya Amber putus asa.

"Tidak tau."

"...."

Keheningan kembali menyelimuti. Meski berada di ruangan yang sama, saling duduk bersebelahan, tapi keduanya memiliki pikiran berbeda.

"Aku ingin membantumu bertemu sahabat masa kecilmu." Ucap Amber tiba-tiba, spontan napas Hazel tersengal.

"Jangan bicarakan itu."

"Aku tak bisa terus melihatmu begini, kau pasti juga tak nyaman kan. Kita harus temukan solusi untuk memperbaiki hidup. Kalau kau tak bisa menganggapku sebagau istri, kita tak perlu jadi pasangan. Aku bisa menjadi temanmu."

Meski terlihat acuh namun Hazel mendengarkan dengan baik. "Orang tuamu galak."

Mendengar itu Amber terkekeh, ucapan barusan terdengar sangat polos dan sederhana.

Rasanya angin malam semakin menusuk tulang, suara bayi merengek terdengar dari dalam dan spontan Amber berdiri. Tapi sebelum sempat masuk kerumah, ucapan Hazel membuatnya terpaku sesaat. Dia tak menyangka kalimat itu akan didengar langsung dari mulut suaminya.

"Mungkin tak bisa untuk saat ini." Ucap Hazel.

"Tak bisa?"

"Kita bisa mencoba memulai dari awal. Kupikir itu lebih mudah daripada memikirkan cara berpisah."

☆☆☆

🐹 Catatan 🐹

Umur Hazel kecil di 2 chapter awal itu 8 tahun

Dia nikah sama Amber usia 22 (setelah wawancara). Berarti dia baru pindah ke distrik 2th yg lalu terus nikah paksa☠

Jadi chapter ini & selanjutnya umur Hazel 24 tahun guyss💖💖

LULLABY FOR HAZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang