♡ Chapter 16

173 14 2
                                    

Berada di ruangan yang tampak seperti gudang penyimpanan anggur, Adam berali-kali mengamuk ketika dua orang perawat temannya James hendak mengobati. Satu wanita dewasa dan satu lelaki tampak masih muda, sedikit lebih muda daripada Theo.

"DIAM!! Jika kau bergerak, peluru ini akan menembus kepalamu!!" Tegas James.
 
Pistol yang ia pegang kali ini berbeda dengan yang tadi dan Adam menyadari itu.

Sekarang berisi peluru asli dengan bubuk mesiu sedangkan sebelumnya, yang untuk menembak tangan dan kaki Adam, adalah pistol angin. Luka yang ditimbulkan pistol angin memang tak separah jika menggunakan bubuk mesiu namun tetap bisa menyebabkan luka.

Bagaimana pak tua James bisa masuk ke taman? Dia tak punya token besi kan.

Mudah saja..
Salah satu dari dua orang penjaga adalah temannya dan asalkan ketika masuk ditemani, seharusnya tak ada masalah.

Theo dan kedua perawat itu saling tatap bergantian. Ketiga orang ini tak tau jika dibalik sikap James yang terlihat santai dan humble di rumah bordil, tenyata terdapat sikap tegas disana. Diantara mereka bertiga, hanya Theo yang tak mengira bahwa James adalah mantan anggota polisi yang sedikit banyak bisa menggunakan pistol. Ditambah distrik ini bebas senjata api, jadi ia memiliki sejumlah pistol dirumah.

Sekarang Theo paham alasan James yakin bahwa penegak hukum dan keamanan disini enggan menangani kasus Hazel. Selain Hazel adalah orang luar, mereka semua tak lebih dari kumpulan orang pemakan gaji buta.

James keluar dari anggota kepolisian karena tak mau lagi menatap setiap wajah orang yang kecewa kenapa kasusnya tak kunjung ditangani. Dia muak. Bisnis rumah bordil sudah melekat dalam darahnya, dulu sang ayah juga memiliki bisnis serupa di luar kota dan terpaksa dijual setelah beliau meninggal.

"Kau sungguh baik-baik saja? Wajahmu terlihat jauh lebih pucat dari biasanya. Kau mau perawat itu memeriksamu juga setelah ini?" James melihat kearah Theo, memang benar lelaki muda ini tampak seperti mayat hidup.

Theo menggeleng, "Abaikan saja aku."

James tak mau bicara lebih banyak soal ini karena ia tau, Theo tak akan mau dikasihani. Selama menjamin lelaki muda ini minum yang cukup dan tak memaksakan diri, James bisa tenang.

Dia kemudian mengganti topik seperti di awal pembicaraan. "Sebenarnya alasan kuatnya bukan itu" Ucap James pelan. Kini ia dan Theo duduk sedikit memojok, membiarkan kedua perawat mengobati Adam yang sudah tenang.

"Aku tak akan memaksa." Sahut Theo dalam. Mendengar ini, hati James melunak.

"Ini soal anakku." James menarik napas sekali lalu melanjutkan dengan nada rendah.
"Anakku terbunuh di distrik. Saat itu aku masih bekerja di kepolisian namun tak berhasil menemukan siapa pembunuhnya karena tak ada bukti kuat dan tim yang solid. Kasus itu ditinggalkan begitu saja, sama seperti kasus lain."

"Aku turut menyesal."

"Tidak, jangan menyesal. Memang inilah jalanku. Kejahatan di distrik cenderung mengintai anak muda, bukan orang tua. Entah masalah apa yang dimiliki para anak muda disini. Aku sebagai orang tua sudah gagal melindungi. Tapi itu sudah terjadi. Sudah sangat lama. Tak ada yang bisa dilakukan."

Theo mengangguk. Pria ini ternyata lebih kuat dari yang ia pikirkan. Terlintas sejenak di pikiran, bagaimana dengan sang istri? Theo tak berani bertanya. James melanjutkan.

"Istriku sempat depresi. Dia harus dirawat lama di rumah sakit jiwa luar kota dan ketika keadaannya sedikit membaik, dia meminta cerai."

"Wanita egois." Gumam Theo.

Mendengar itu, James segera membenarkan. "Tidak, wajar dia begitu. Kau tau? Setelah cerai, tak lebih dari tiga bulan, penyakitnya kambuh dan semakin memburuk ditambah kondisi mentalnya tak sehat."

LULLABY FOR HAZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang