2. Awal Baru

1 0 0
                                    

Jenggala memijat keningnya setelah memutus sambungan telepon. Rasa pusing mulai menjalar di sekeliling kepalanya. Ratusan karyawan ternyata tidak untuk memberinya waktu istirahat yang cukup. Sudah 3 hari matanya terus terbuka, otaknya terus berjalan dengan puluhan kertas di mejanya. Mata hitamnya menangkap secarik kertas di mejanya, di jejeran paling atas dari semua kertas disana. Hampir saja Jenggala lupa besok ia harus berangkat ke Makassar menemui salah satu kliennya membicarakan proyek selanjutnya. 

Hampir seluruh kota-kota kecil dan besar yang ada di Indonesia sudah Jenggala datangi, resortnya tersebar ke banyak kota-kota besar. Bali, tempat Jenggala sekarang yang menjadi kantor induk semua perusahaannya. Jenggala punya banyak rumah dan apartement, namun kata "pulang" menjadi yang paling dibencinya. Ia merasa tidak pernah punya tempat untuk pulang, karena itu Jenggala kerap memilih tidur di kantornya dibanding pulang ke salah satu rumah mewahnya.

"Selamat sore, pak. Mobil bapak sudah siap di bawah." asisten Jenggala mengira ia akan pulang kerumah hari ini karena penerbangannya besok subuh.

"Kamu bilang sama pak Ling mobilnya dibawa pulang aja dan jemput saya besok subuh di sini." Lagi-lagi Jenggala tidak pulang.

Wajar saja, ruang kerjanya itu sangat luas. Di dalamnya ada meja kerja, sofa panjang tempatnya biasa merebahkan tubuh setelah hari yang panjang, dan ada walking closet dengan jas, kemeja, dasi, dan sepatu yang dominan hitam dan putih.

Waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 pagi, meski hanya tertidur beberapa jam itu sudah cukup bagi Jenggala. Kini ia sudah siap dengan kemeja abu-abu gelap yang kancing paling atasnya terbuka satu dan lengan yang digulung melewati siku menampakkan urat-urat halus yang samar.

"Langsung ke Bandara." Jenggala berangkat lebih pagi dari waktu yang tertera di tiketnya. Dia memang tipikal orang yang selalu on time. 

"Baik Den." Pak Ling supir yang sudah bekerja sejak 6 tahun yang lalu melajukan mobilnya. 

Setelah menunggu sekitar 3 jam akhirnya pesawat lepas landas. Jenggala melihat keluar jendela pesawat, merasa perjalanan kali ini sama saja dengan yang sebelum-sebelumnya. Ia tidak tahu di kota itu cerita barunya akan di mulai.

Sabitah : Sang Bintang Penunjuk ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang