Aku duduk berselonjor didepan bangku jendela. Mungkin sekarang pukul enam pagi, kamarku masih sunyi, tak ada orang lain selain aku didalamnya. Jariku membalik halaman buku yang ada ditanganku, membacanya perlahan lalu mengalihkan pandangan kedepan. Mengamati dunia yang sangat berbeda dengan duniaku.
Tak ada gedung menjulang tinggi menembus awan, sejauh mata memandang, hanya Istana yang kutinggali yang merupakan bangunan tinggi yang kutemui. Bangun dipagi hari tadi, membuatku tersadar bahwa semua hal yang kualami ini bukanlah mimpi.
Sekarang aku harus menjalani kehidupan ini, sebagai seorang Putri kerajaan Axton. Karena aku atau yang lainnya masih belum menemukan alternatif untuk pulang kedunia asal kami.
Mengingat diskusi kemarin malam. Aku terkekeh pelan mengingat Brisia yang memohon pada Garvin untuk menjadikan ia sebagai pelayannya. Tepat didepanku, ia meminta hal ini, menunjukkan padaku bahwa ia benar benar tak sudi berada didekatku. Walau Garvin mengiyakan dengan syarat, aku masih saja merasa puas.
Brisia kini masih menjadi pelayanku. Garvin menyuruhnya menunggu, untuk mengurusnya. Kita lihat saja hari ini, bagaimana hasilnya.
Seseorang mengetuk pintu kamarku sebelum akhirnya dibuka menampilkan beberapa pelayan dengan Evania dan Brisia dibarisan depan. Terlihat perbedaan ekspresi yang mencolok dikeduanya, Evania menatapku dengan senyum merekah senang, sedangkan Brisia menatapku tajam penuh kesal. Mengingat ia harus melayaniku.
Mereka semua menunduk hormat yang kutanggapi sebuah anggukan kepala. Evania mendekatiku, “Putri, tak biasanya anda bangun dipagi hari, ada sesuatu yang mengganggu Putri?” sepertinya gadis ini senang namun ada sedikit rasa khawatir dalam kalimatnya.
Aku tersenyum kecil, “Aku baik baik saja,” balasku yang ditanggapi anggukan paham dari Evania.
“Mulai siapkan pemandian untuk tuan Putri,” Evania memberi perintah pada pelayan yang mengikutinya. Setengah pelayan langsung melipir untuk mengikuti perintah Evania.
Evania kembali memandangku, “Hari ini Putri ingin memakai gaun yang seperti apa?” tanya Evania.
Aku berpikir sejenak, “Gaun berwarna biru mungkin, siapkan yang menurutmu cantik saja,” putusku.
Evania mengangguk lalu memberi hormat. Sisa pelayan mengikutinya termasuk Brisia yang sempat sempatnya melayangkan tatapannya padaku.
Mereka semua pergi, aku mendengus sambil tertawa kecil. Rasanya dilayani dipagi hari ternyata mengagumkan.
**
Pukul delapan pagi, aku sudah rapih dengan gaun dan tiara yang melekat ditubuhku. Namun aku berakhir duduk kembali didekat jendela. Kali ini sambil minum teh.
“Putri, aku akan membacakan jadwal Pangeran Garvin hari ini,” tiba tiba Evania membuka suara. Sekarang pelayan disekitarku hanya tersisa Evania dan Brisia yang sengaja kubiarkan tinggal. Supaya gadis manja itu tak mengeluh saat bertemu Garvin.
Tetapi mendengar apa yang ingin Evania bacakan, aku mengangkat tangan membuatnya berhenti. “Mengapa kau membacakan jadwalnya kepadaku?” tanyaku bingung. Brisia yang sedang merajut juga memandang Evania penuh ingin tahu.
Evania mendapati dirinya kebingungan, “Ehm, ini adalah perintah darimu Tuan Putri,” ucapnya canggung.
Aku terbelalak, “Aku?!” agak terkejut juga. Tapi anggukan dari Evania membuatku menggeleng pelan. Sebenarnya apa yang dilakukan Putri Callia yang asli? Apakah ia ingin mematamatai Pangeran mahkota?
KAMU SEDANG MEMBACA
Calling
FantasyCalling = Panggilan Ini bukan panggilan ponsel ataupun panggilan Ibu. Suara itu seakan memanggilku, menuntunku menuju tempat yang tak kukenal dan tak kubayangkan. Terpaksa memakai identitas lain karena aku tak tahu jalan pulang. 6 August 2021