◼️

1.5K 167 11
                                    

Chapter 12

The end?

✴️

Jisung memandangi Chenle yang mengatur nafasnya dengan gugup di depan pintu. Semalam tiba-tiba saja Chenle mengajak Jisung untuk mengunjungi panti asuhan. Baru satu minggu lebih berjalan setelah mereka akhirnya "berbaikan" dan berbincang masalah anak, Jisung rasa ini terlalu cepat. Bukannya Jisung tidak ingin, tapi Jisung takut kesedihan Chenle terpicu ketika melihat anak-anak.

Memikirkan hal itu seolah menampar Jisung berkali-kali. Jisung juga ingat ketika dia membicarakan perihal anak, menambah kesedihan Chenle ketika mereka berjalan-jalan dan ketika dia memaksa Chenle untuk bermain di kotak pasir dengan anak berpipi tembam saat itu.

Chenle memang tidak pernah membicarakannya, tapi Jisung tahu ketika itu pasti Chenle jadi merasa tertekan berpikir bahwa Jisung sangat ingin memiliki anak. Tentu saja setiap keluarga baru pasti ingin memiliki anak cepat atau lambat, tapi Jisung tidak begitu memikirkan itu walau dia sangat menyukai anak-anak. Yang terpenting baginya adalah kebahagiaan Chenle.

"Kenapa? Kau gugup? Takut?" Jisung bertanya lembut seraya merangkul Chenle yang hendak keluar dari apartemen mereka.

"Hahaha, tidak, tidak. Tiba-tiba saja aku merasa sedikit sesak. Itu saja." Chenle tersenyum kikuk.

Cukup jelas bagi Jisung bahwa Chenle tidak baik-baik saja. Jika begini, Jisung lebih baik membatalkan kepergian mereka. Chenle mungkin akan merasa jauh lebih terbebani jika mereka pergi.

"Sayang, jika kau belum siap aku sama sekali tidak masalah."

Chenle menggeleng seraya mengibaskan satu tangannya. "Tidak, tidak. Ayo berangkat." Tangan rampingnya meraih gagang pintu. Namun, dengan cepat Jisung menarik tangan tersebut dan Jisung menahan Chenle dengan kedua tangannya yang bertengger di bahu suaminya tersebut.

"Chenle, lihat aku."

"Hm?" Chenle menatap Jisung.

Jisung pun balas menatap kedua mata Chenle. Ujung mata Chenle sedikit merah dan walau hampir tidak terlihat, Jisung bisa menangkap genangan air mata kecil di pelupuk suaminya. Chenle jelas belum siap.

"Aku memang menyukai anak kecil, tapi aku tidak merasa harus memiliki anak secepatnya atau sama sekali." Jisung menggerakkan tangannya untuk menangkup wajah Chenle. "Aku tahu kau masih belum bisa menerima kenyataannya dan itu membuatmu sedih, aku sangat mengerti itu. Karena itu, jangan memaksakan diri." hati Jisung terenyuh begitu bibir Chenle bergetar. Kedua ibu jarinya membelai lembut pipi Chenle. "Hei, hei, tidak apa. Tidak perlu merasa bersalah, Sayang."

Jisung menyeka air mata Chenle dan mencium kening suaminya. "Aku hanya memerlukanmu sekarang."

"Maaf, Jisung." Chenle berujar pelan.

Jisung menggeleng, "Apa yang harus dimaafkan? Lebih baik sekarang kita diam di rumah dan menghabiskan akhir pekan ini dengan menonton film saja."

Chenle mengangguk dan memberikan sebuah pelukan untuk Jisung sebelum melepas mantelnya dan menggantungnya di gantungan mantel. "Aku yang pilih."

Jisung terkekeh dan mengangguk. "Asal kau bahagia, Sayang."

Sungguh, jika mereka berakhir berdua, tanpa anak, Jisung sama sekali tidak keberatan. Chenle sudah cukup mewarnai hidupnya dan memenuhi semua yang Jisung inginkan.

Mungkin bukan sebuah akhir yang bahagia untuk setiap keluarga, tapi itu tetap akhir yang bahagia untuk Jisung. Cukup hanya dengan Chenle dalam hidupnya, Jisung yakin jalan ceritanya akan berakhir baik.





◼️

Tamat

--
Big shout out to Epik High for the inspiration 💚

Cerita ChenJi tersingkat yang pernah Z tulis, tapi paling banyak persiapannya karna harus bener-bener baca liriknya berkali-kali sambil dengerin lagunya, Z pilih-pilih, trus Z catet, trus Z proses.

Cerita ini Z jadiin proyek kecil. Jadi Z buat beberapa cerita dari lagu yang menginspirasi Z gitu. Penasaran ngga? Kalo ngga, Z sedih hahaha, bercandaa (≧▽≦)

Stay safe and healthy everyone! Love y'all 💚

Coming soon: Project no. 2

[Tes ombak dulu]

Spoiler [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang