Kerjaanku di rumah hanya tidur, bangun, main handphone, kemudian tidur kembali. Tidak ada yang spesial memang, mungkin sekarang hanya ada beberapa tambahan dengan mengurus rumah. Itu pun kalau aku yang tidak malas, karena sampai sekarang pun, aku masih merasakan kemalasan yang memiliki tingkat tertinggi dalam hidupku ini.
Terkadang kegiatan tak bermutu (kalau di mata orang lain) seperti mencari beberapa meme baru di Twitter, atau update status Whatsapp soal apa yang aku lihat dan inginku bagikan. Teman yang sekontak denganku pasti sangat tahu apa pekerjaanku di media sosial.
Sedang sibuk-sibuknya bermain handphone— bukan sekedar main game atau scroll Twitter, tapi membuat sesuatu seperti editan atau cerita yang tidak jelas.
Mengapa aku menyebutkan kegiatan ku, ya? Baiklah, skip.
Sedang sibuk-sibuknya, aku di panggil Mba Nisa yang memang sedang berkunjung kemari. Dalam hati aku menggerutu tak jelas, berfikir kalau, "Kenapa gak daritadi aja, sih? Giliran lagi sibuk aja, malah dipanggil. Dunia emang suka mempermainkan manusia."
"Kenapa, Mbak Nisa????" tanyaku dengan nada jengkel. Jelaslah kalau aku sedang jengkel. Sudah ku bilang, kalau aku tengah sibuk!
"Dih, sewot amat? Ini deh, daripada kamu main HP terus, mending coba masak, nih! Kerjaannya HP mulu, kerjain yang bermanfaat juga dong."
Aku mendengus. Main HP mulu, katanya. Secara tidak langsung menyindir bahwa itu adalah hal yang tidak bermanfaat bukan? Ah sudahlah, daripada memusingkan itu, lebih baik memenuhi permintaan si Mbak ini. Aku berjalan ke depan kembali untuk men-charger handphoneku, kemudian berjalan kembali ke dapur.
"Masak apaan?"
"Ini lu liat, Dek."
Mbak Nisa mulai menjelaskan cara demi cara dengan berurutan. Aku hanya memperhatikan dan sesekali disuruh mengerjakan beberapa; seperti memotong, menyuci bahannya, lalu memasukkan makanannya ke wajan yang sudah terisi minyak.
Jika kalian penasaran apa yang ku masak. Ini hanya hal yang mudah, mungkin. Aku memasak beberapa naget yang sudah dibuat dalam bentuk frozen food. Tinggal beli, membukanya, lalu memasukkannya ke dalam wajan berisi minyak.
Untuk bahan lainnya yang aku potong dan cuci itu, aku membantu Mba nisa membuat bakso. Hanya bakso biasa, dengan sayuran sawi juga kuah rasa dari Masako. Ini terlihat gampang, tapi aku meringis ketika melihat cucian-cucian sehabis memasak ini yang dipastikan akan menumpuk.
Sudah kubilang bila aku pemalas, bukan?
Maka, sambil aku dan yang lain mencoba bakso yang 70% hasil karya Mbak Nisa, aku juga memikirkan dan mengatur strategi; kapan dan berapa waktu yang dihabiskan untuk menyuci banyak piring bekas kami pakai tadi.
Sehabis makan aku akan cuci piringnya, lalu ketika sudah selesai aku akan memasak air. Setelah itu, aku kembali duduk dan melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Setelah selesai dengan gadget yang aku punya, aku akan membereskan mainan yang dibuang-buang kesana kemari oleh keponakanku yang juga berkunjung. Lalu aku akan mencuci tangan dan membasuh muka.
Loh, kok malah keterusan, ya? Malah kuberitau semuanya. Aduh, dasar Aliya.
Jangan heran, ya. Aku memang begini. Nanti juga bakal lupa. Tapi, belum tentu. Tapi ... gak tau deh. Jadi bingung sendiri.
Kini aku masih makan sambil melihat ponakanku yang bermain. Mereka semua laki-laki, dengan rata-rata usia 3/4 tahun. Lucu deh, kalau lihat mereka main bertiga. Rasanya seperti melihat kartun anak-anak yang sedang berpetualang seperti Dora. Apalagi yang termuda tuh, sudah pandai menghayal.
"Ante, Ante! Ante mawu beli pa?"
"Tante, Tante! Tante mau beli apa?""Oh? Kamu jualan apa, Dek?"
![](https://img.wattpad.com/cover/279085985-288-k791668.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Menetap dan Ditinggalkan
Non-FictionHistori tentang gemercik api; keluarga yang tak utuh, yang sempat runtuh, namun masih bisa berusaha untuk bangkit dengan ampuh. Berkali-kali si tokoh utama berusaha kuat, berkali-kali si tokoh utama berusaha beradaptasi. Inilah, kenyataan tentang de...