Wanita dengan piyama biru itu terus saja mondar mandir di ruang tamu. Matanya bolak-balik menatap jendela rumah, memperlihatkan halaman depan namun yang ditunggu tak kunjung datang. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Matanya meraung untuk tidur sedaritadi, tak kuat lagi menahan rasa kantuk yang kini menjalar ke seluruh tubuh.
Ia menjatuhkan dirinya di sofa. Wanita itu memang selalu payah soal begadang. Dirinya mengerjapkan mata lalu kemudian terlelap dengan sendirinya. Ia begitu lelah, bagaimana tidak? Wanita itu adalah ibu satu anak yang sepanjang hari mengurusi pekerjaan rumah dikarenakan pembantu rumah sedang tidak ada.
Beberapa saat kemudian suara gerbang terbuka membuatnya refleks terbangun. Ia bahkan tak sadar bahwa dirinya terlelap sekitar satu jam. Dirinya mencoba mengumpulkan nyawa terlebih dulu lalu berniat membukakan pintu tapi terlambat, pintu itu sudah terbuka sebelum Ia berdiri.
"Aku pulang larut. Maaf ngga ngabarin kamu, Jisa," Ucap pria dengan jas kantor yang tersampir di lengan kiri serta tas kerja yang ia pegang di jemari kanan. Wajahnya lelah, capek, dan terlihat muram. Rambutnya berantakan tersampir kebelakang begitu saja. Ia tak menunjukkan senyum yang biasanya ditunjukkan setiap kali pulang dari kantor.
"Nggak apa-apa," Jawab Jisa sambil membantu membawakan tas dan jas suaminya. "Varan, tadi siang aku lihat kamu di toko kue. Emangnya ada yang lagi ulang tahun ya?"
Perkataan itu bagai larut ke udara begitu saja. Varan langsung beranjak pergi ke kamar lalu Jisa merasakan ada sesuatu yang terlewat. Tak biasanya suaminya itu pergi begitu saja tanpa mencium keningnya yang sudah seperti "tradisi" sejak mereka menikah. Mungkin Varan terlalu lelah.
Ia pun menyusul Varan ke kamar dan hendak menyimpan jas tadi kedalam keranjang kotor. Namun sebelum Jisa memasukkannya, Ia merasakan ada sesuatu di saku jas suaminya itu. Sebuah kotak cincin? Ia pun membukanya lalu melihat sebuah cincin dengan ukiran kupu-kupu yang indah. Jisa tersenyum, mungkin cincin itu untuk dirinya, Varan selalu tahu selera Jisa. Ia lalu memasukkannya lagi dan akan berpura-pura tidak tahu. Siapa tahu cincin itu adalah hadiah untuk ulang tahun pernikahan mereka nanti.
Sebagai istri yang baik, Jisa akan menyiapkan pakaian bersih untuk Varan pakai selepas mandi. Walaupun matanya sudah meronta-ronta untuk ditutup, tetapi Ia akan tetap menunggu suaminya.
Jisa tahu jika Varan sedang sibuk beberapa hari terakhir ini. Varan sudah bercerita tentang proyek besar yang sedang digarap oleh perusahaannya dan dapat mendatangkan uang jutaan dollar. Dia bilang akan sering pulang larut. Namun Jisa tak menduga jika hari ini ia akan pulang benar-benar larut.
Beberapa menit kemudian, Varan keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan handuk yang terlilit di setengah badannya. Walaupun pria itu bernotaben sebagai ayah dari 1 anak, namun dimata Jisa dirinya selalu sama seperti Varan 5 tahun lalu. Hanya saja kini garis wajahnya lebih tegas dan perawakannya lebih dewasa.
Varan juga selalu menjadi lelaki tertampan dimatanya. Bukankah begitu?
Varan mengambil baju yang disiapkan Jisa tadi lalu memakainya. Ia tersenyum sebentar lalu langsung membaringkan tubuhnya di ranjang. Jisa melihat suaminya sedikit aneh hari ini namun segera saja ia menepis pikiran buruk itu.
Jisa melihat Varan seperti hendak mengatakan sesuatu. Varan memainkan cincin pernikahan yang ada di jarinya, itu berarti ia sedang resah. Jisa tahu itu.
"Kamu ingat tanggal pernikahan kita, Sa?" Pertanyaan pembuka yang diajukan Varan. Terdengar aneh bagi Jisa. Tanpa ditanya pun, Jisa pasti ingat.
"Tanggal 5 Mei. Kenapa, Ran? Kamu pikir aku lupa kalo 5 Mei itu satu minggu lagi?" Jisa tertawa lalu mendekati Varan. Tapi sepertinya Varan tidak ingin bercanda. Wajahnya dingin. Nada bicaranya kelam membuat Jisa sedikit gugup.
Varan menyerahkan sebuah dokumen pada Jisa. Wanita itu menerka-nerka apa isinya. Segera ia mengambil dokumen itu dan membacanya.
"Jisania," suara Varan melembut, memelan. Ia melihat wanita itu mematung dihadapannya. "Kita harus bicarakan baik-baik."
Jisa terperanjat, berdiri. Walau tungkainya lemas, ia tetap bertahan. Tangannya gemetar memegang surat itu. Ia sangat amat berusaha untuk tetap melihat ke arah Varan. Ekspresi wajahnya sulit ditebak.
"Alvaran," ucap Jisa getir. "Kebohongan macam apa ini? Sama sekali nggak elite bagi aku. Level rendah. Kurang lucu."
"Jisa.."
"Nikah kontrak." Jisa mengatur napasnya yang tersengal. "Pernikahan kita selama ini cuma nikah kontrak? Dan aku nggak tau akan hal itu?"
"Tapi ayah kamu tau, Sa." Varan berkata dari duduknya.
"Itukan ayah aku, Ran! Harusnya kamu bilang dari awal kalo pernikahan kita cuma bohongan. Cuma for-ma-li-tas! Aku yang ngejalanin pernikahan ini jadi aku yang tanggung semua akibatnya, bukan Ayah!" Jisa meninggikan suaranya. Melempar dokumen sembarangan. Matanya merah, sudah basah daritadi.
"Maaf, Jisa. Aku benar-benar menghargai banget usaha yang kamu lakukan buat menjaga rumah tangga ini tapi perjanjian itu gabisa dielak." Varan tertunduk. Ia tak kuasa melihat reaksi Jisa.
"Konyol." Jisa menahan suaranya agar tak terdengar gemetar.
Hening sejenak. Keduanya terdiam lama. Satu detik terasa seperti satu jam. Dan waktu pun tega memperlambat dirinya, menciptakan suasana tegang diantara pasutri itu.
"Do you love me?" Suara Jisa lembut meski ada isak yang masih tersisa dari wajahnya. "Aku tanya sekali lagi sama kamu, Alvaran Arellano. Do you love me?"
Varan terdiam. Tunduk semakin dalam.
Jisa keluar dari ruangan itu. Matanya sembab, rambutnya kusut tak beraturan. Tangannya yang lemas tak kuasa menepis semua hal buruk. Jisa keluar dari rumah itu malam itu juga. Seminggu sebelum ulang tahun pernikahan mereka yang kelima.[]
Published : 9 agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You but I Lied
FanfictionJisa dan Varan merupakan pasangan suami istri yang sudah memiliki satu orang putri. Namun pada suatu malam, Taehyung tiba-tiba saja menggugat cerai Jisoo tanpa sebab yang jelas. Perlakuan Varan malam itu membuat Jisa berpikir bahwa semua lelaki pada...