Bab 5: Berkas Merah

1K 170 22
                                    

Dahlia pulang ke rumah dengan keadaan baju dihiasi bercak coklat, lusuh, dan bau. Rambutnya diikat tak karuan dengan tali yang mulai mengendor dan ujung rambut yang kering kemerahan akibat paparan matahari ekstrem.

"Aku bersumpah akan membalas perbuatan anak baru itu besok," gumam Lia yang mengoceh sedaritadi.

Siswa baru disekolahnya yang membuat Lia kehilangan semua mood baik hari ini. Siswa itu juga lah yang membuat keadaan Lia menjadi tak karuan seperti sekarang. Gadis itu mendorong Lia kedalam kubangan lumpur kotor menjijikkan yang membuat Lia hampir pingsan karena baunya.

Lia masuk ke dalam rumah dengan lesu. Tidak terlihat ada orang didalamnya karena Bunda masih di kantor dan Yuna pergi entah kemana setelah pulang sekolah. Lalu saat gadis itu berjalan menuju tangga tiba-tiba dirinya melihat sesuatu berwarna merah tergeletak di lantai. Saat Ia mendekat ternyata itu sebuah berkas.

"Bunda ceroboh banget jatuhin berkas disini, pasti sekarang lagi nyari-nyari kemana hilangnya padahal ketinggalan di rumah," gumam Lia yang langsung membawa berkas itu bersama dirinya ke kamar.

Lia langsung menaruh tas sekolah di atas meja belajar bersama berkas tadi. Ia lalu membersihkan dirinya yang terasa lengket dan gatal. Jangan lupa bahwa Lia masih menaruh dendam pada anak gadis itu.

Selesai membersihkan diri, Lia merebahkan dirinya di kasur. Badan gadis itu lelah sekali sampai-sampai tulangnya terasa akan copot. Lia memperhatikan berkas merah yang tergeletak diatas meja belajarnya, Ia penasaran sebenarnya berkas apa itu.

Lia berjalan ke arah meja belajar dan mengambil berkas itu. Ia membuka halaman pertama dan membacanya namun seketika alisnya langsung berkerut.

"A..ayah? Ayah kerja jadi manager di perusahaan bunda?" Ujar Lia heran.

Ting nong.. bel rumah berbunyi dan Lia mendengar suara pintu terbuka.

Lia langsung turun sambil membawa berkas tersebut, ternyata benar yang barusan datang adalah bunda.

"Bunda, udah berapa kali sih Lia bilang kalo ngga usah inget sama Ayah lagi dan gausah deket-deket sama Ayah? Bunda ngga capek dengerin Lia waktu kecil nanya soal Ayah terus? Lia ngga suka kalo Bunda berhubungan lagi sama Ayah," ucap Lia yang melemparkan berkas tersebut ke meja tamu.

"Maksud kamu apa, Nak? Bunda ngga paham kenapa kamu tiba-tiba mengungkit soal Ayah lagi," jawab Jisa yang masih berdiri didepan pintu.

"Berkas merah ini dari perusahaan Bunda kan?!" Ucap Lia sembari menunjuk ke arah berkas tersebut.

"Berkas merah?" Tanya Jisa lalu mengambil berkas itu dan langsung membukanya. Matanya memelotot, mengapa bisa berkas tersebut ada pada Lia?

"Lia tau kalo Bunda diam-diam bertemu sama Ayah. Iya, kan? Silakan kalo Bunda mau bertemu sama Ayah karena pekerjaan, Lia ngga bakal melarang. Tapi kalau Bunda sampai balik ke Ayah, Lia yang akan pergi!" Setelah mengatakan itu, Lia langsung masuk ke kamar tanpa menghiraukan Jisa lagi.

Jisa menjatuhkan tubuhnya di kursi. Bagaimana bisa soal Varan kembali ke kota ini sudah sampai ke telinga Lia? Jisa tidak tega jika harus melihat putrinya hidup tanpa sosok ayah. Namun Jisa juga tidak sanggup jika harus mencarikan ayah baru, Ia tidak siap membuka hati lagi setelah tahu rasanya disakiti.

"Bunda kenapa nangis? Apa soal pekerjaan?"

Suara itu sontak membuat Jisa langsung menyeka air matanya. Ia tersenyum kepada seseorang yang baru saja masuk ke rumah. Siapa lagi kalau bukan putrinya, Ayuna.

"Bunda ngga apa-apa kok, Yuna," ucap Jisa tersenyum. "Eh kamu udah ganti baju? Berarti daritadi udah dirumah, ya? Habis kemana?" Tanyanya.

"Hmm... rahasia," jawab Yuna dan langsung berlari ke kamar.

I Love You but I LiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang