Bab 3: luka masa lalu

1K 195 70
                                    

"Mohon maaf pak manager, posisi anda sekarang dimana ya pak? Rapat untuk pergantian manager sudah akan dimulai," ucap Jisa di pada layar tipis kotak yang Ia tempelkan pada telinga.

"Masalahnya saya ngga tau jalan ke kantor itu karena saya baru datang ke daerah sini lagi setelah bertahun-tahun. Mana ban mobil pake bocor tadi," keluh pria di sebrang sana.

Jisa beralih menatap Rosie, sahabat sekantor nya itu hanya mengerutkan dahi. Mungkin karena maksud tatapan Jisoo tadi adalah "aneh banget nih orang. Dia beneran manager baru kita?"

"Anda naik bus saja dari halte empat menuju halte enam yang ada di depan gedung perbelanjaan. Lalu jalan kaki sekitar lima puluh meter untuk sampai ke kantor kami," jelas Jisa.

"Sudahlah kita bicarakan lagi nanti. Dasar sekertaris tak berguna," ucap pria itu yang tak lain adalah seorang manager baru.

Jisa menghela napas kasar karena Ia tak yakin dengan manager baru ini. Ia sudah ditatap lima orang rekannya di ruang rapat. Wanita itu hanya memberi isyarat untuk menunggu sebentar.

"Sie, aku ngga yakin deh sama manager yang satu ini. Lagian kenapa diganti sih?" bisik Jisa kepada Rosie yang ada disampingnya.

"Kamu tuh ya harusnya dont judge book by the cover," ucap Rosie.

"Lagian, siapa yang ngejudge? orang aku cuma nebak doang," kesal Jisa.

"Tebakan kamu sama ngejudge tuh beda tipis tau," ucap Rosie.

"Yaudah iya. By the way, nama manager baru kita siapa ya? Aku malah belum tau," tanya Jisa.

"Serius ngga tau? Namanya tuh Al.. Alvaro apa ya?" tebak Rosie yang terlihat berpikir.

"Alvaro?" Jisa bergumam.

Tanpa disadari, pintu ruangan rapat itu terbuka dan menampilkan sosok yang sedang dibicarakan mereka berdua. Kelima rekan Jisa pun berdiri dan membungkuk sebagai salam penghormatan. Rosie yang menyadari itu pun langsung menyenggol Jisa yang masih menatap wajahnya.

Jisa memalingkan muka kearah pintu masuk. Betapa terkejutnya dia melihat sosok seorang pria berumur tiga puluh delapan tahun yang sudah tak asing lagi baginya. Pria itu juga sama terkejutnya seperti dirinya.

Bibir Jisa kelu saat hendak mengucapkan sapaan selamat pagi, juga badannya yang terasa kaku saat hendak membungkuk untuk memberi sekedar salam penghormatan.

Pria itu bukanlah Alvaro seperti yang Rosie katakan.

Pria itu adalah Alvaran Arellano, mantan suaminya sendiri.

Orang yang sama saat sebelas tahun lalu memberikan dokumen yang mengubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. Orang yang sama yang merupakan ayah dari anak-anaknya.

Alvaran Arellano, orang yang membuat Jisa sama sekali tidak mempercayai lelaki lagi. Ia bahkan tak percaya dengan cinta yang keluar dari mulut seorang pria. Meski setelah Ia bercerai, banyak pria yang mengantri untuk memiliki Jisa, dirinya tak pernah sekalipun menerima tawaran dari mereka.

Senggolan Rosie lagi-lagi membuatnya tersadar dari lamunan. Jisa pun gelagapan dan mencoba membungkuk untuk memberi salam. Sejenak Ia harus melupakan masa lalu itu demi terlihat profesional dalam pekerjaannya.

"Selamat pagi Pak Alvaran," ucap Jisoo dan dibalas tatapan heran oleh Rosie. Pak Alvaran? Bukankah tadi yang mereka bicarakan adalah Alvaro?

"S-selamat pagi J-Jisa," jawab Varan kaku.

Kini bukan Rosie saja yang heran, tapi kelima rekannya juga. Bukankah manager baru ini berasal dari luar negri? Bagaimana mereka bisa saling kenal?

Jisa yang menyadari itu pun langsung angkat suara, "Oh, tadi saya dan Pak Varan sudah berkenalan di telpon."

I Love You but I LiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang