Dari bait-bait yang dibenci setan-setan dan ditulisabadikan oleh orang-orang suci, petualang belajar mengendalikan diri.
Mirip angin yang menyapa dan daun yang menjauh. Semakin dekat, kesuciannya dihempas reranting berjatuhan.
Angan dan mimpi, bersahut-sahutan, memanggil sang petualang di kejauhan. Kala menyapa, hilang dahaga, menyapu bersih segala duka.
Hari ini, petualang mengulang jalannya, melihat kembali jejak yang ditinggalkan. Sesekali, gema langkah bersembunyi di antara bebatuan, mengintip sesak yang perlahan bertaburan.
Petualang, hanya pemuda malang, mengejar benang tanpa beban yang terikat di ujungnya.
Pagi ini, dia meringkuk, menendang janji yang kian memabukkan. Entah pada kali ke berapa, di pagi yang sama, langit memancing embun di ujung daun, sebersamaan dengan memancing ingatan soal katak yang akan berpulang. Mengikat pakaiannya di leher, bersiap berangkat, kembali mengingat.
Tapi kadang, kesedihan selalu hambar untuk dituliskan, mirip hambarnya igauan itu.
Petualang meyakini, yang sama dari segala usia adalah waktu kepulangannya, yang diantarkan oleh tangis dan diiringi kesedihan. Nyaris mirip dengan keinginan bertemu dengan orang yang tak bisa ditemui.
Hujan menarik angin, memecah ombak dan mengurung badai.
Darah bisa beku.
Bulan musim dingin
Angin musim semi.
YOU ARE READING
Kumpulan Puisi Romance
PoesíaApa katamu tentang puisi? Keromantisan? Keindahan? Tidak, sungguh bukan seperti itu. Puisi adalah rasa sakit yang mendera setiap kali dibaca.