"Selamat mas.. semoga selalu bahagia" kataku tulus sambil menyalami Bara. Dia tersenyum lembut.
"Makasih Aure. Aku doain kamu cepet nyusul ya". Aku mengaminkan doanya sekilas. Kemudian segera beranjak menyalami mempelainya.
Ya.. hari ini adalah hari pernikahan Bara. Aku benar-benar ikut bahagia, akhirnya Bara menemukan tambatan hati. Bara terlihat bahagia, dan sorot mata istrinya memancarkan rasa cinta yang dalam.
"Re, mau langsung balik?" Tanya Fira yang datang bersama ku.
"Ehm.. ke kafe yuk.. panas banget, pengen ngadem" jawabku. Fira mengangguk paham. Aku segera menjalankan mobilku ke kafe yang ingin aku kunjungi.
"Strawberry milkshake sama greentea latte ya mas.." kataku memesan. Setelah minuman kami jadi, aku dan Fira bergegas mencari tempat duduk. Kami memilih duduk di dekat jendela.
"Re.." panggil Fira. Aku yang semula sibuk memandangi lalu lintas jadi menoleh padanya.
"Apa?" Tanyaku.
"Kamu nggak nyesel?" Aku mengernyit bingung.
"Ha? Apaan?" Tanyaku balik.
"Mantan tunangan kamu nikah hari ini. Dan cowok yang bikin kamu mutusin pertunangan kamu, Sampek sekarang nggak ada kabar. Udah dua tahun Aure.." jelas Fira panjang lebar. Ck, dia membahas ini rupanya.
"Fir, udah berapa kali aku jelasin? Aku nggak mutusin Bara buat Bayu. Alasan utamanya ya Bara sendiri. Kamu lihat kan, gimana tadi Bara bahagia dan gimana istrinya? He deserve better than me, dan istrinya jauh lebih baik dari aku."
"Oke oke.. aku ngerti. Terus kamu berencana sendiri Sampek kapan? You are not young anymore" kata Fira menusuk.
"Aku nggak tau.. belum ada yang bikin aku ngerasa 'he is the one'." Jawabku.
"Ya iyalah kamu ngerasa gitu, karena hati kamu masih terperangkap ke satu orang. Dan sialnya orang itu hilang bagai ditelan bumi." benar.. sudah tiga tahun aku tidak bisa menemukan jejak Bayu. Sejak dia menyatakan cinta setelah pertunangan ku, semua sosial medianya hilang.. bahkan nomornya sudah tidak bisa aku hubungi.
Dua tahun lalu setelah memutuskan pertunangan, aku mencoba mencarinya ke Jogja, bertanya pada beberapa temannya yang aku kenal, tapi hasilnya nihil. Teman-temannya pun tidak tahu dia ada dimana.
Bohong jika aku sudah melupakannya. Tidak sehari pun dari tiga tahun ini aku lewati tanpa memikirkannya. Kata-kata cintanya hari itu masih selalu terngiang di telingaku. Pelukannya hari itu, masih terasa nyata hangatannya. Dan senyum pahit ketika kami berpisah.... Aku benar-benar tidak mampu menghapus Bayu meskipun sudah 10 juta detik yang aku lalu tanpa kabar darinya.
"Jangan ngelamun. Sorry.. aku nggak bermaksud mojokin kamu. Tapi please Re, coba kamu pikirin lagi. Apakah dia benar-benar layak kamu tunggu? Gimana kalau ternyata dia udah nikah? Jangan nyia-nyiain hidup kamu buat orang yang nggak pasti Aure. Waktu terus berjalan. Let him go before it's too late". Setetes air mata lolos dari mataku ketika Fira selesai bicara.
"Kamu terlalu berharga buat diginiin. Mungkin Bayu emang cinta sama kamu. Tapi Re, cinta itu dibuktikan dengan perbuatan, bukan sekedar kata-kata. Jangan biarin diri kamu terluka lebih jauh. Coba buka hati kamu, sekali lagi. Tanpa bayangan Bayu. Oke?" Kata Fira lembut. Aku menghapus kasar air mata yang dari tadi tidak berhenti menetes. Berpikir sejenak, kemudian mengangguk dan tersenyum pada Fira.
___________________________________________
Hari ini aku sangat sibuk. Setelah tadi pagi menyelesaikan design untuk sebuah web, siang ini aku bersama tim ku melakukan pemotretan produk di sebuah restoran. Restoran ini masih baru, dan tim kami dipercaya untuk mengelola sosial medianya dan mendesign buku menunya.
"Mas.. mbak.. ini silahkan, dimakan makanannya" kata seorang pelayan kepada kami setelah kami selesai melalukan pemotretan.
"Terimakasih" jawabku.
"Hai.. mbak Aure ya? Aku Jevan yang punya resto." Kata seorang pria asing sambil mengulurkan tangan padaku.
"Aure" jawabku sambil tersenyum. Pria yang bernama Jevan ini kemudian duduk bersama kami.
"Saya kira yang punya restoran ini mbak Sarah" kataku membuka percakapan. Selama ini memang orang yang bernama Sarah yang selalu berhubungan dengan tim kami, jadi aku pikir Sarah lah bosnya.
"Oh bukan, dia asisten aku. Sorry ya selama ini hubungin lewat dia, aku cuma tau masak aja, dia yang ngurus manajemen" jelasnya.
"Mas Jevan koki?" Tanya Meta, salah satu anak timku. Evan mengangguk.
"Yang masak ini semua?" Cecar Meta lagi. Jevan tertawa sekilas kemudian kembali mengangguk.
"Woah.. enak lo masakannya mas." Kali ini Dani, fotografer ku yang menimpali.
"Terimakasih. Mohon bantuannya ya supaya masakan saya dikenal banyak orang" kata Jevan jenaka. Kami semua mengangguk dan tersenyum.
"Ayo.. ayo dimakan lagi. Kalau kurang masih banyak di dalam" kata Jevan. Kemudian kamipun melanjutkan makan sambil mengobrol ringan.
Ternyata Jevan baru kembali ke kota ini. Sebelumnya dia kuliah kuliner diluar negeri dan mencari pengalaman kerja disana. Setelah cukup berpengalaman, dia pulang ke rumah orangtuanya dan kemudian merintis bisnis restoran sendiri.
Setelah selesai makan, kami segera berpamitan. Hari sudah mulai sore karena pemotretan kali ini berlangsung cukup lama.
"Aure tunggu" aku yang sudah mencapai pintu restoran pun menghentikan langkahku dan menoleh.
"Iya?" Ternyata Jevan yang menghentikan aku.
"Besok malam ada waktu?" Tanyanya.
"Waktu untuk apa ya mas?" Aku sedikit heran dengan pertanyaannya.
"Kalau ada waktu, mau nggak makan malam sama aku?" Ha? Laki-laki asing ini mengajak ku makan malam?
"Gimana?" Tanyanya tidak sabar.
"Saya mas?" Tanyaku memastikan.
"Iyaa.. kamu.. Aure.. jangan terlalu formal". Jawabnya mengejutkan. Aku sudah ingin membuka mulut untuk menolak, tapi tiba-tiba nasehat Fira hari itu kembali terbayang. Membuka hati... Apakah ini jalannya? Tidak ada salahnya hanya makan malam. Mengobrol lebih banyak. Jika kami berdua cocok, pasti Bayu akan tersingkir sendiri dari hatiku. Jika tidak, kami bisa berteman.
"Boleh" Jawabku akhirnya.
"Yes.. thanks ya.." dia berkata begitu kemudian mengutak-atik ponselnya.
"Itu nomor aku. Kamu save ya.." aku merasa getaran di ponselku. Saat ku lihat ternyata ada dua pesan baru.
"Jevan"
.
.
."Aure.. ini Bayu"
.
.
.***