Malam semakin larut dan orang-orang mulai terlelap, tapi tidak dengan seorang pria berkemeja putih yang masih sibuk membalikkan kursi-kursi ke atas meja sebuah restoran di tengah kota.
Jam menunjukkan pukul sepuluh lewat empat menit dan pria itu baru saja selesai dengan deretan meja di depannya. Punya shift malam itu tidak enak, apalagi harus bersih-bersih setelah restoran tutup.
Tapi Soobin, pria yang sedang melepas apronnya itu, tidak mempunyai pilihan lain karena rata-rata kelas yang diambilnya adalah kelas pagi. Lagipula, bayaran untuk shift malam tidaklah buruk, cukup untuk membayar sewa apartemennya dan ada sisa untuk biaya kuliahnya.
Soobin melempar pandangannya ke seluruh ruangan untuk memastikan semua barang ada pada tempatnya. Setelah yakin dia tidak melupakan apapun, ia melangkahkan kaki ke dalam staff room yang berada di pojok kiri ruangan.
"Aku ingin cepat pulang dan tidur, haah," ucapnya menghela napas. Hari ini dia sibuk sekali, tak ada satu waktu pun untuk minum air ataupun ke kamar kecil, restorannya penuh manusia dengan berbagai latar belakang.
Tidak ingin menghabiskan lebih banyak waktu, dia bergerak mengambil tasnya dan jaket yang digantungnya di sebelah pintu. Langkah kakinya semakin cepat setelah dia mengunci pintu restoran dan berjalan melewati jalan utama yang masih cukup ramai.
Hanya 10 menit waktu yang diperlukannya untuk sampai ke gedung apartemen dengan harga bersahabat yang ditempatinya. Bukan tempat mewah, tapi cukup untuk tidur dan menyimpan barangnya. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya di luar rumah, jadi apartemen yang terlalu nyaman juga tidak ada gunanya.
Setelah melepas sepatunya, Soobin melangkah cepat ke kamarnya, menyampirkan tasnya di kursi, menggantung jaketnya di belakang pintu, dan mengambil handuknya untuk segera membersihkan diri.
°•°•°
Hari yang baru, rutinitas yang sama. Bangun setiap jam 5 pagi, mandi, sarapan dan menyiapkan bekal makan siangnya. Soobin sudah menjalani rutinitas yang sama dua tahun terakhir, sejak dia memulai hidup sebagai anak kuliahan.
Kelas mulai jam 8 pagi, tapi dia butuh 30 menit berjalan kaki ke kampus, hemat ongkos, pikirnya.Hari ini dia dapat shift malam, lagi. Kelasnya selesai jam 12, rencananya dia mau ke taman kota dekat kampus, lalu membaca buku fiksi yang baru dipinjamnya kemarin di perpustakaan.
"Soobin!"
Soobin menoleh, menangkap siluet seseorang yang dikenalnya di tengah kerumunan mahasiswa.
"Beomgyu?" panggilnya.
Mahasiswa bernama Beomgyu, jurusan musik, tomato haters, dan si social butterfly. Teman Soobin dari enam bulan yang lalu setelah mereka mengambil kelas yang sama di semester sebelumnya.
"Astaga, kupikir seorang Soobin bakal bolos," celetuknya memamerkan deretan gigi rapi nan putih.
Soobin menggeleng, "Kau tau sendiri aku tidak pernah absen. Aku terikat beasiswa kalau kau lupa."
Meskipun cuma setengah sih, lanjutnya dalam hati.
"Hehe.. iya juga sih. Tugas pak Jung, tugas kelompok yang lusa kemarin diberi, kapan mau kita kerjakan?"
Shoot. Aku hampir lupa tugas itu.
"Aku punya waktu besok setelah jam 5, sepulang kerja aku bisa ketempatmu."
Beomgyu mengangguk heboh, "Oke! Nanti aku siapin cemilan! Kabarin aku nanti, Soobin-ah! Aku ada kelas habis ini. Bye!"
Setelah convonya dengan Beomgyu, lelaki 185cm itu melangkah masuk ke kelas di ujung lorong, events policy and strategy class. Kelas yang membuatnya menghabiskan 2 jam di perpustakaan mencari referensi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia - Yeonbin
FanfictionSoobin tidak mau menikah dan tidak akan pernah. Hidup sendiri sejak dia lulus SMP, bekerja paruh waktu sembari belajar. Dia tidak perlu teman hidup. Dia punya TXT, idola yang menghiburnya kala sedih, idola yang membantunya menjalani hari. Dia tidak...