25. (END)

456 45 15
                                    

Sejenak Rachel menghirup nafas dalam-dalam sembari memejamkan mata setelah memasuki halaman rumah. Tanpa ragu ia membuangnya bersamaan dengan asap yang keluar dari mulutnya. Tak terasa sebentar lagi akan ada salju yang siap menghujani apa saja yang ada di bumi. Tak terasa pula jika ini adalah hari terakhir dirinya bekerja merawat Jimin. Entah apa yang akan dilakukannya setelah ini, selain kuliah tentunya.

Perihal rencana bunuh diri yang sempat menggemparkan itu, kini tampak sudah tenggelam ke dasar palung mariana, tak terlihat lagi kabarnya. Untuk saat ini hanya Jimin yang tau mengenai rencananya itu, Rachel hanya mencoba untuk membantunya keluar dari jurang kesengsaraan. Apapun keputusan akhirnya, semoga itu adalah yang terbaik bagi Jimin. Jika pemikiran bunuh diri itu masih bersarang di otaknya, maka Rachel akan melakukan yang mungkin di luar ekspetasi siapapun.

"Selamat pagi," sapa Rachel kepada Bibi Jung yang sedang membersihkan beberapa alat makan. Mengingat Hoseok sudah tidak terlihat, mungkin alat makan tersebut baru saja digunakannya.

"Pagi Rachel." Bibi Jung menoleh sekilas memberikan senyuman terbaiknya pagi ini.

"Aku langsung menemui Jimin ya," seru Rcahel tanpa menunggu reaksi dari Bibi Jung, ia tidak ingin mengganggu wanita paruh baya yang sedang mengerjakan pekerjaannya.

Rachel mendapati Jimin yang sedang terduduk di atas kasurnya sembari mengutak-atik benda pipih yang berukuran lebih besar dari kedua tangannya.

"Kau telat 5 detik." Kalimat itu lolos begitu saja dari mulut Jimin, membuat Rachel mengerutkan dahi.

"Kau menghitungnya? Tak biasanya seperti itu."

"Sebenarnya aku sering memperhatikan jam kerjamu, tapi aku jarang memberitahumu." Sekarang Jimin menaikkan kepalanya dan menatap Rachel datar.

Rachel sedikit bergidik ngeri melihat tatapan Jimin itu. Namun setelahnya ia tak mengindahkan hal tersebut. Ayolah ini adalah hari terakhir Rachel merawat Jimin, bukankah harus menjadi memori yang indah? Kecuali jika Rachel dan Jimin memiliki hubungan spesial.

"Apa kau memiliki rencana yang ingin dilakukan hari ini?" Rachel bertanya demikian karena ia lupa untuk menyiapkan hari spesial ini. Terlalu lelah untuknya berfikir setelah dirinya berjam-jam berkutat dengan laptop.

"Tidak ada." Singkat padat dan jelas. Sangat Park Jimin sekali.

Rachel hanya menghela nafas ringan dengan diiringi anggukan kecil. Salah satu ciri khas Jimin kembali muncul ke permukaan dan gadis itu memakluminya.

"Tapi ada sesuatu yang ingin aku katakan kepadamu." Tepat setelah Jimin berkata seperti itu, Rachel merasakan kulit di kakinya seperti menyentuh bulu yang halus.

Chimmy!

Sembari berjongkok untuk menyentuh kucing dengan bulu tiga warna itu, Rachel berkata, "Apa itu?"

"Aku akan melalukan operasi di Jepang."

Seketika ia merasakan jantungnya berhenti sepersekian detik. Seharusnya Rachel bahagia, karena itu artinya masih ada kesempatan Jimin untuk hidup lebih baik lagi. Namun, kenyataannya ada sebagian perasaan Rachel yang tidak rela jika Jimin melalukan operasi itu. Seperti sesuatu yang tidak diinginkan, tetapi entahlah Rachel tidak tau.

Rachel bangkit dari jongkoknya dan memasang senyum semanis mungkin untuk memberikan suasana positif kepada Jimin, sehingga pria itu akan merasa baik-baik saja.

"Pilihan yang sangat bagus Jim, kau pasti akan baik-baik saja," ujar Rachel bersemangat, melupakan sejenak pemikiran negatif yang mulai bersarang di kepalanya.

"Benarkah?" Raut wajah Jimin tampak ragu-ragu dengan pilihannya itu.

"Aku sangat yakin jika seorang Park Jimin akan baik-baik saja. Lagipula apa kau tidak menyadari sedikitpun perubahan yang terjadi pada dirimu? Maksudku, sekarang kau jauh lebih baik dari sebelumnya."

Serendipity - [Park Jimin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang