PART 9

15.3K 957 15
                                    

Happy Reading

Malam ini hujan deras mengguyur kota Jakarta, membuat beberapa pengendara motor terpaksa menepikan kendaraan mereka untuk sekedar meneduh.

Berbeda dengan kedua orang remaja yang baru saja mengenal beberapa jam lalu, yang sedang menikmati makanan yang sudah sampai sedari tadi.

Setelah makanan tersebut habis, kedua remaja itu, menyibukkan diri dengan memainkan handphone mereka masing-masing karna merasa suasana yang begitu canggung.

Ralat, bukan mereka, tetapi hanya salah satu dari mereka yang merasa suasana seperti itu.

"L-lo ngga pulang?" Tanya Arvan gugup.

Velyne mengubah posisi menghadap Arvan sambil mengangkat satu alisnya. "Lo ngusir gue?" Tanya Velyne datar tanpa menjawab pertanyaan Arvan.

"B-bukan. Inikan udah malem, kalo lo berbuat yang enggak-enggak ke gue gimana?" Ucap Arvan asal.

Velyne mendengus. "Sorry! Gue nggak minat sama orang aneh kayak lo!"

Arvan melototot mendengar perkataan Velyne. Tentu saja ia tidak terima dikatakan aneh. Bahkan selama ini tidak ada yang berani menghina maupun mengumpati dirinya. Hanya Velyne yang berani melakukan itu, dan lebih anehnya lagi, ia tidak merasa marah sama sekali.

"Gue enggak aneh ya!" Seru Arvan.

Velyne memutar bola mata malas. "Terus kalo ngga aneh apaan? Sinting?!"

"Sikap lo itu kayak bunglon, suka berubah-ubah. Awalnya lo sok baik, bawel, cerewet, banyak tanya, tukang kepo pula. Eh, beberapa menit kemudian sikap lo berubah jadi dingin." Cerocos Velyne.

Arvan terdiam sejenak, memikirkan perkataan Velyne. Sejujurnya, dirinya juga bingung, dengan yang terjadi pada sikapnya. "Nah kan, makin aneh," ujar Velyne melihat saat keterdiaman Arvan.

"Lebih baik lo pulang!" usir Arvan dingin.

"Heh! Lo ngga liat, diluar lagi hujan?! Yang sopan dong sama tamu!" Seru Velyne kesal.

Arvan melihat kearah luar jendelan, dan benar saja, ternyata diluar sedang turun hujan deras.

"Gue kok ngga nyadar ya," gumam Arvan pelan.

Velyne hanya bergidik geli melihat sikap Arvan yang benar-benar jauh berbeda, dari apa yang sahabatnya ceritakan.

"Loh, lo mau kemana?" Tanya Velyne saat melihat Arvan bangkit dari duduknya.

"Tidur," jawab Arvan berjalan kearah kamar tanpa melihat kearah Velyne.

"Terus, gue gimana?!" Seru Velyne bingung.

Arvan menghentikan langkahnya dan berbalik mengahadap Velyne. "Lo tidur disitu," Arvan menunjuk kearah sofa panjang yang berada disebelah kanan Velyne lalu melanjutkan langkahnya.

Velyne melongo. "Dasar! Tuan rumah kok nyuruh tamu tidur disofa! Kasih bantal sama selimut kek setidaknya! Tau gini, mendingan gue pulang aja!" Dumel Velyne sambil berpindah tempat kearah sofa panjang tersebut.

Bruk

Lemparan sebuah bantal dan selimut mengenai wajah cantik gadis itu. "Enggak usah ngedumel! Udah malam. Tidur!" Ujar Arvan kembali memasuki kamar.

Velyne menghembuskan nafas kesal.

"Lihat aja lo! Ngga bakal gue biarin, lo hidup dengan tenang!" Velyne bersmirk licik.

Velyne memposisikan bantal yang dilempar oleh Arvan pada sofa itu, lalu membaringkan tubuhnya dengan sebuah kain tebal menyelimutinya. Membiarkan cahaya lampu pada ruangan tersebut tetap hidup.

ATHARVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang