2. Pesuruh

432 67 9
                                    

"Kau tau, aku punya adik tiga. Dua laki-laki dan satu perempuan."

"..."

"Berbeda dari aku, mereka hebat sekali berkelahi – terutama adik bungsuku. Padahal kami makan makanan yang sama sejak kecil, namun entah mengapa bocah itu bisa mengalahkan orang yang dua kali lebih besar dengannya. Dia sertinya seumuran denganmu, tapi aku tidak yakin karena aku tidak pernah tau usiamu."

"..."

"Kau agak mengingatkanku padanya – kalian sama-sama terlalu menyeramkan untuk ukuran bocah. Mungkin kalau kapan-kapan kau bisa mampir ke rumahku dan tidak datang kepadaku hanya di bengkelku tengah malam begini, kau bisa aku perkenalkan kepadanya."

"...Nama?"

"Oh– Oh! Kau– apa barusan kau benar-benar berbicara kepadaku!?"

"..."

"Ah! Bagaimana ini? Aku terlalu senang! Mungkin suatu hari nanti kau akan bisa menjawab semua celotehanku! Eh, jangan memberiku tatap begitu! Nama adikku itu–"




Takiya Raiden itu sangat tidak suka kalau harus melihat seorang [Name] jadi suruhan orang lain, tidak suka melihat sahabatnya itu melayani kehendak orang yang menganggap diri mereka memiliki posisi yang superior daripada sahabatnya itu.

Pemandangan seperti itu, bagi seorang Takiya Raiden, adalah hal menjijikan yang membuatnya ingin benar-benar membunuh seseorang.

"Aku mau rokok satu ya. Oh, iya tadi Awagiri titip minuman bersoda."

"Jangan lupakan roti titipanku! Awas saja kalau kau lupa, [Name]! Aku akan menghabisimu!"

"Hey, hey! Aku juga tadi sudah bilang ingin jajan rasa rumput laut! Jangan ketinggalan!"

Rahang Raiden mengeras, genggamannya kepada kaleng di tangannya mengeras.

Mereka pikir mereka siapa, bisa menyuruhmu seenak kemauan mereka begitu? Belanja untuk mereka dengan uangmu sendiri? Demi segala dewa dalam kepercayaan Shinto, sungguh Raiden muak setengah mati harus menjadi saksi adegan seperti ini terjadi berulang kali.

"[Name]! Aku ingin Pocari! Hey, Takiya, kau tidak titip juga?"

Orang bodoh yang menanyakan itu kepada Raiden diberi tatap membunuh nan keji dari pemuda berambut merah yang dipanggil marganya itu.

Kicep, anggota Divisi Pertama yang tadi sok akrab dengannya langsung memalingkan wajah ketakutan.

Denganku takut, tapi berani menjadikan [Name] kacungmu? Sungguh, dunia ini sedang terbalik.

Raiden menghabiskan Sprite di tangannya, meremas kaleng kosongnya dan melemparnya ke tong sampah terdekat. Berandalan berjulukan 'Iblis Divisi Pertama' itu melangkah ke arahmu yang sedang mencatat salahsatu pesanan anggota lain.

"Oi, ayo."

Yang tadi memesan kepadamu langsung terdiam begitu suara Raiden terdengar – tidak perlu dipertanyakan memanggil siapa, Raiden hanya akan buka suara untuk memanggilmu seorang. Seisi Divisi Pertama tau itu.

Kamu tersenyum cengengesan, mengusap leher bagian belakangmu yang tidak gatal. "Hehe, Rai bisa tunggu sebentar? Ini belum selesai, kenapa kau tidak duluan saja?"

HYPOCRITE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang