Hinata bertumpu pada dinding. Nafasnya tidak beraturan. Bibirnya juga sedikit pucat. Dengan tangan yang menyangga pada dinding, Hinata mulai berjalan menyelusuri lorong. Matanya menyipit layu, memandangi lorong sepi dengan pandangan yang kabur.
Kepalanya terasa pusing. Hinata berhenti melangkah. badannya melorot kebawah, duduk dilantai dengan bahu menyender pada dinding.
"sepertinya demamku semakin parah" gumam Hinata. Badannya mulai menggigil kedinginan.
"Kapten pasti akan marah karena aku terlalu lama pergi ke kamar mandi" lirihnya
Hinata mulai berdiri lagi, namun kembali merosot kebawah. Tubuhnya benar-benar lemas, kepalanyapun semakin berdenyut sakit.
Suara langkah kaki terdengar mendekat. Hinata menoleh keasal suara. Matanya menyipit, memfokuskan penglihatannya pada sosok tinggi yang sedang berjalan kearahnya.
Pandangan nya masih lah kabur, namun ketika sosok itu berhenti tepat disampingnya barulah dia sadar bahwa itu hanyalah Tsukishima.
"Apa yang sedang dilakukan kurcaci disini? Putri salju meninggalkan mu?"
Tsukishima dan mulut brengseknya
"Tsukishima brengsek," ujar Hinata dengan suara yang hampir menyerupai bisikan. Hinata bahkan terlalu lemah untuk memaki balik.
Tsukishima melihat mata Hinata yang tertutup. Pria tinggi itu mendekati Hinata dan berjongkok didekatnya
"woi pendek? Kamu terlihat akan mati " Tsukishima menggoyangkan bahu Hinata. Tangannya dengan sigap menangkap badan kecil Hinata saat bocah orange itu akan terjatuh kelantai
"kamu selalu merepotkan bocah kecil" umpat Tsukishima setelah tahu jika Hinata pingsan
##
"aku melayang" gumam Hinata setengah sadar dibalik punggung Tsukishima. Kakinya menjuntai diantara lengan orang yang menggendongnya. Dia mencoba bergerak untuk mendapatkan posisi yang nyaman.
"berhenti bergerak pendek atau aku akan menjatuhkanmu dari gendonganku" ancam Taukishima yang membuat gerakan Hinata berhenti.
"haik haik"
Tsukshima mendengus. Sepertinya bocah yang ada digendongannya tidaklah sadar sepenuhnya. Jika tidak, Hinata akan memberontak karena dia paling tidak suka diperintah oleh Tsukishima.
Mereka menyelusuri lorong yang sepi menuju UKS. Langkah kaki Tsukishima sedikit dipercepat, agar keduanya cepat sampai ke tempat tujuan. Selain untuk menidurkan Hinata, Tsukishima juga tidak ingin demam bocah itu semakin parah.
"hei Tsukshima" Kepala Hinata jatuh diantar bahu dan lehernya. Tsukishima dapat merasakan nafas panas Hinata dikulitnya, "jatuh cinta itu ternyata sulit ya"
Wajah Tsukishima tidak tergambarkan saat mendegar ungkapan Hinata yang tiba-tiba itu, namun kepalanya mengganguk pelan dan berguman, "siapa yang bilang itu mudah"
Hinata tertawa kecil. Tawanya begitu lemah dan pelan.
"kamu mengatakan seolah sudah pernah jatuh cinta Tsukishima. Lelaki brengsek sepertimu tidak mungkin pernah jatuh cinta" lirih Hinata. Tsukishima hanya mendengus tanpa menanggapi lebih lanjut lagi.
Mereka sudah berapa didepan UKS. Tsukishima membuka pintu UKS dan menidurkan Hinata diatas kasur. Bocah itu bergerak nyaman saat tubuhnya bersentuhan dengan seprai lembut. Matanya masih terpejam erat, wajahnya sedikit memerah karena demam, dan keringat memenuhi keningnya. Untuk pertamakalinya Tsukishima melihat Hinata yang begitu lemah dan tidak berdaya.
Tangan Tsukshima bergerak mendekati wajah Hinata, namun saat jarinya sedikit menyentuh kening bocah itu, Tsukishima harus menariknya kembali karena seseorang memasuki UKS.
"ah Halo" ucap Shika sensei, dokter sekolah karasuno.
Tsukishima mengangguk pelan, kemudian berujar sambil menunjuk Hinata, "Dia demam"
"oh astaga. Aku akan memeriksanya. Kamu bisa pergi nak. Biar sensei yang mengurus temanmu"
##
"kenapa kamu sangat lama Tsukishima, dan mana Hinata? " tanya Daichi, sang kapten. Kepalanya celingak-celinguk, mencari sosok Hinata disekitar Tsukshima. Namun, bocah pendek kesayangan karasuno itu tidak bersamanya.
"pingsan" ujar Tsukhisima datar. Pria tinggi itu seakan menyampaikan berita kecil yang tidak berarti. Yang sebenarnya adalah berita besar, karena pandangan semua orang teralihkan kepadanya sekarang.
Semuanya berhenti beraktivitas ketika mendengar berita yang mengejutkan itu. Secara bersamaan, semua orang mendekati Tsukishima.
"kenapa? "
"apa yang terjadi?"
"Apa dia sakit? "
"jangan bilang ada orang yang memukulnya? "
"kamu tidak memukulnya kan?"
Ucapan yang terakhir berasal dari Suga. Dia menyipit curiga pada Tsukshima. Semua orang juga tahu, jika Hinata dan Tsukishima tidaklah akur. Mereka benar-benar saling membenci.
"senpai, jika aku memukulnya, dia tidak akan pingsan, tapi melayang jauh kelangit. Dia pendek dan kecil, mudah bagiku untuk menerbangkannya" Tsukishima membentuk seringai
Noya mengernyitkan dahi, merasa tersinggung dengan ucapan Tsukshima. Ayolah, dia juga bertumbuh pendek seperti Shoyou
"SIALAN TSUKISHIMA KAMU MENGEJEKKU HAH?! KEMARI! AKU AKAN MENENDANG BOKONGMU" Teriak Noya
"YA! KAMU KOUHAI YANG BRENGSEK TAUKISHIMA" teriak Tanak yang malah memanasi Noya
Tsukishima hanya mendengus meremahkan. Hal itu membuat Noya semakin mengamuk
"berhenti!" Daichi melotot. Noya akhirnya terdiam, walaupun bibirnya masih cemberut
"sekarang, tolong jelaskan apa yang terjadi pada Hinata? " ujar Daichi yang mengundang tatapan malas dari Tsukishima
"Dia deman. Aku menemukannya pingsam dilorong" jelas Tsukshima
Semua orang tersikap. Suga menutup wajahnya dan menghela nafas panjang, kemudian mengumpat untuk dirinya sendiri. Seharusnya dia sadar jika Hinata tengah demam, pantas saja anak itu terlihat tidak terlalu bersemangat.
Tidak hanya Suga, semuanya juga berpikiran sama.
Daichi mengangkat tangannya dan menyuruh anggota team nya untuk tenang, khususnya pada Noya dan Tanaka yang sedang bersiap-siap untuk berlari menuju UKS. Daichi harus menahan kerah baju mereka supaya keduanya tidak lepas dari pandangan.
"Aku tahu kalian semua khawatir, tapi bukan ide bagus jika kita pergi melihat Hinata dan menganggu istirahatnya" ucap Daichi
"tapi Kageyama sudah pergi sejak tadi" ucap Yamaguchi
"apaa?"
####
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
The same love
FanfictionHinata Shouyou hanya ingin mengungkapkan perasaan cintanya pada Kageyama, tapi entah kenapa setiap kali ungkapan itu akan terucap, keraguan selalu muncul, menghentikannya untuk berbicara. Pada akhirnya Hinata harus memendamnya kembali, dan entah sam...