One

150 20 43
                                    

Sometimes, angels have a scar in their wrist. Sometimes, they trying hard to deal with that. But sometimes, the sky loves them more.

===Bubbles Inside a Fishtank===

Decitan sepatu dan suara pantulan bola di dalam gedung olahraga berpadu jadi satu. Detak jantung pemain di lapangan kian meningkat, bersamaan dengan frekuensi napas yang bertambah setiap menitnya. Lelaki yang berada di tengah lapangan itu merentangkan tangan ke atas, merebut operan bola dari pemain lawan dengan mudah karena tinggi badannya.

"Cakra!"

"Cak! Gue kosong!"

Cakra. Cakra. Cakra.

Cakra paling suka jika namanya dipanggil seperti itu. Cakra suka ketika dunia ini mengingatnya, sebagai seorang Cakra Daniswara.

"Cak! Kiri!"

Teriakan itu membuat Cakra tersadar, tapi lemparannya tidak stabil, membuat Robin merebut bola dengan mulus dan melesatkannya ke ring tim Cakra.

"Sori!" Cakra berteriak.

Sementara, Chandra yang berdiri di dekat ring mereka langsung bergerak mengambil bola dan dengan cepat melemparnya pada Cakra. Cakra menerima bola dengan sigap, sebelum melemparnya sekuat tenaga ke ring lawan.

Saat bola itu mendarat dengan mulus ke dalam ring diiringi dengan bunyi peluit panjang, teriakan para lelaki di lapangan menggema. Satu per satu rekan setim Cakra menepuk pundaknya, kadang membuat lelaki itu meringis dan tertawa. Beberapa pemain duduk di sisi lapangan, menenangkan detak jantung dan mengelap peluh di pelipis, sebagiannya lagi bergegas mengambil tas dan botol minum.

"Tenang aja. Turnamen bulan depan pasti lancar selama ada gue." Cakra berkata penuh percaya diri. "Ko Chan, walaupun nanti lo udah lulus, tim basket SMA Nusa Pelita nggak akan kalah, gue jamin."

Chandra, kapten tim basket SMA Nusa Pelita, tertawa. "Sayangnya muka Pak Johan kayaknya nggak setuju sama pendapat lo."

"CAKRA!"

Teriakan dengan suara berat itu membuat semua anggota tim basket menoleh.

"Jangan mimpi ikut turnamen nasional kalo nilai kamu masih di bawah KKM! Wali kelas kamu nggak akan kasih izin ikut turnamen dan ninggalin kelas tambahan setelah UTS." Lelaki paruh baya itu menyentil kepala Cakra. "Kalau kamu masih mau ikut turnamen, UTS-mu harus tuntas semuanya."

Cakra mengaduh, menggosok kepalanya kasar. "Pak, KKM kita itu 80. Dapet 50 aja udah syukur."

"Itu resikomu."

Melihat reaksi dari sang pelatih, membuat Cakra menatap dengan pandangan memohon pada Robin, teman sekelasnya, sekaligus menjadi siswa yang menyabet juara umum ketiga di sekolah.

"Ogah!" Robin mendelik. "Ngajarin lo ampe lebaran kambing juga kaga akan pernah selesai."

"Bin, jangan gitulah jadi kawan. Kalo nggak ada gue, nanti siapa yang menangin tim kita?" Cakra memelas.

"Sorry, gue lebih memilih percaya sama skill Ko Chan dibanding harus ngajarin lo." Jawaban Robin membuat Cakra mendengkus.

"Di kelas kalian ada anak yang jadi juara umum 1 itu, 'kan? Kenapa nggak minta ajarin dia aja?" usul Chandra.

Cakra mendelik. "Lana? Ogah. Serem. Kaya preman."

"Cak, ngaca," cibir Robin. "Tapi, beberapa hari lalu wali kelas kita sempet nyuruh gue buat deketin Lana. Belakangan ini dia sering banget luka-luka kayak sering berantem, jadi wali kelas kita ngira dia ada masalah atau di-bully sama temen-temen sekelas. Terus kemaren, gue liat pas pulang, dia kayak terpaksa ikut sama anak-anak dari SMA 80."

Bubbles Inside a Fish TankTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang