Alarm berwarna putih dan sedikit corak hitam itu berbunyi memecah keheningan pagi. Linka tersadar dari alam mimpi dan mulai menekan tombol off pada alarm berbentuk sapi miliknya, yang merupakan hadiah dari bunda pada ulang tahunnya tahun lalu. Linka mengusap wajahnya pelan dan mulai menguncir rambutnya, mengambil handuk lalu pergi mandi. Linka tak suka menunda aktivitasnya sampai siang, ia harus bangun pagi untuk memulai hari yang lebih produktif. Baginya, pagi hari adalah waktu yang pas untuk belajar, bersantai, atau menyusun rencana tentang hari yang akan dijalani. Linka selalu bangun dan langsung mandi agar bisa mengerjakan tugas atau mengerjakan sesuatu lebih awal, sehingga tak keteteran di siang atau malam harinya.
Selesai mandi, Linka menatap ponsel yang tergeletak di atas nakas, ia mulai mengambil ponsel itu dan terperangah saat melihat ada notifikasi pesan di layarnya. Lalu dengan sedikit ragu ia membuka pesan itu; ternyata itu adalah pesan yang dikirim oleh Clara, sahabatnya. Linka pun harus menelan sedikit rasa kecewa.
Linn, lo masih bangun gak? Gue mau curhat niih
Linka membalas pesan sahabatnya yang sudah ia tebak akan curhat tentang pacarnya, atau gebetan barunya.
Boleh, nanti aja lo ke rumah gue
Setelah itu Linka memperhatikan pesan terakhirnya kepada Alka, laki-laki itu belum juga membalas pesannya, bahkan membacanya pun tidak. Linka jadi sedikit gelisah karena masalah ini. Ia berpikir, mungkin Alka tertidur, ponselnya mati, atau kehabisan data internet, Linka mulai menenangkan dirinya dengan mencoba berprasangka baik pada Alka.
Harum masakan sudah tercium dari arah luar kamarnya, sepertinya bunda sedang memasak sarapan untuk pagi ini. Memang Linka akui bahwa masakan bundanya sangat lezat dan aromanya bisa menyebar ke seluruh ruangan. Linka melupakan sejenak tentang kegelisahannya pada Alka dan mulai turun ke bawah untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan, sepertinya cacing-cacing di perut Linka sudah demo untuk segera diberi asupan makanan.
Benar saja, saat sudah turun ke bawah, bunda dan mbak Naila sedang sibuk di dapur. Hal itu menjadi rutinitas, terkadang Linka pun turut membantu membuat sarapan, tetapi Linka juga terkadang dilarang karena kondisi dapur yang terlalu ramai dan akan membatasi gerak bundanya yang tak suka diganggu banyak orang ketika fokus memasak.
"Wah, masak apa pagi ini, Bun? Mbak?" tanya Linka sambil duduk manis di tempat makan.
Bunda menoleh, "pagi sayang, ini masak nasi goreng saos tiram," jawabnya.
Linka ber-oh ria. "Kalau mbak Naila masak apa?" tanya Linka mengalihkan perhatiannya pada Naila yang sibuk memotong sayuran.
"Mbak masak sayur buat sarapannya Hazel, Lin. Kamu mau juga?" jawab Naila terkekeh.
"Hehe, nggak, Mbak. Hazel udah bangun?" tanya Linka lagi sambil memperhatikan sekitarnya.
Naila menggeleng, "belum, setengah jam lagi biasanya dia bangun," jawab Naila, Linka hanya mengangguk mendengarnya.
Tak lama kemudian makanan sudah siap. "Kak, tolong panggilin adek sama ayah ya, sarapannya udah siap," pinta bunda.
"Oke bunda," seru Linka mengangkat satu jempolnya lalu kembali ke lantai atas untuk membangunkan adik dan ayahnya.
Tak lama, mereka sudah kumpul semua. Ada Linka, ayah, bunda, Syafira, mbak Naila, juga mas Genta dan Hazel yang ternyata bangun lebih pagi. Hazel duduk di pangkuan mas Genta sambal disuapi oleh mbak Naila. Menurut Linka mereka adalah pasangan serasi dan orang tua yang baik untuk Hazel. Selama ini, sebagai ipar, Linka dan Naila tidak pernah bertengkar, karena orang tua Linka, yang merupakan mertua Naila, itu tak pernah membedakan mereka. Linka juga senang atas kehadiran kakak iparnya, apalagi sekarang sudah ada Hazel. Naila pun tak masalah tinggal di rumah mertua karena menurutnya itu tidak masalah selagi mereka tak ikut campur masalah keluarga kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pukul Lima Petang
Підліткова літератураAda apa dengan jingga, pukul lima, dan harmonika?