Suara bel pulang sekolah sudah berbunyi 30 menit yang lalu. Beberapa siswa sudah Kembali ke rumahnya masing-masing, entah untuk merebahkan badan yang beraktivitas seharian, main game, baca buku, atau lain hal, entahlah, hanya mereka yang tahu. Linka melirik arloji di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan pukul setengah 5 sore. Linka sudah duduk di halte depan sekolah selama 30 menit, menunggu kedatangan Alka. Semalam Ketika video call selesai Alka memintanya untuk bertemu setelah pulang sekolah, tetapi sampai saat ini Alka belum memperlihatkan batang hidungnya.
"Kemana sih Alka?" gumam Linka sendirian, ia nampak kecewa sekaligus khawatir. Dari semalam, ia memikirkan ada apa dengan Alka? Apa Alka baik-baik saja?
Langit mulai berubah warna menjadi biru gelap, angin bertiup sedikit kencang mengakibatkan pepohonan di sekitar bergoyang, Linka mendekap tubuhnya sendiri, cuaca menjadi dingin. Ia bangkit dari duduknya dan melihat ke sekitar, sudah mulai sepi. Hanya sedikit siswa yang masih berada di lingkungan sekolah. Hari sudah mulai petang dan sebentar lagi akan turun hujan. Linka menjadi bimbang, segera pulang atau menunggu Alka datang, sebentar lagi.
Tak lama, rintik hujan mulai turun dari langit, dari gerimis menjadi deras. Linka membuka tas dan mencari sweater yang selalu ia bawa, tetapi sialnya hari ini Linka lupa membawanya. Akhirnya, Linka menggosokkan kedua telapak tangannya dan menempelkan ke pipi, berupaya agar tubuhnya sedikit hangat.
Aroma tanah khas hujan tercium di indra penciuman Linka, aroma yang menenangkan, apalagi di saat sore hari. Linka melihat tanaman di sekitanya sudah basah terguyur hujan, terlihat lebih segar. Suara riuhan hujan seolah menghipnotis Linka, membawa ketenangan dalam dirinya, meskipun ia sedikit was-was akan pulang kemalaman. Linka menangkup beberapa tetes air hujan menggunakan telapak tangannya, rasanya dingin. Ia ingin sekali untuk berdiri dan berlarian di bawah derasnya hujan, tetapi itu akan membuat ia susah untuk pulang.
"Linka?" ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dari samping, Linka terkejut dan melihat siapa orang tersebut.
"Alka?" tanya Linka kaget, rupanya laki-laki itu datang juga meskipun terlambat hampir 1 jam.
"Maaf, aku telat datang. Ayo duduk, di situ dingin," ucap Alka sambil menuntun Linka duduk di bangku halte.
Linka membenarkan sedikit rambutnya yang berantakan, "kenapa lama?" tanyanya, ia sangat kesal dan khawatir pada Alka, laki-laki itu bahkan tak pernah cerita apa pun tentang dirinya pada Linka.
Alka tersenyum, diusapnya tangan Linka yang basah dengan sapu tangan miliknya, sentuhan tangan Alka sangat lembut dan membuat Linka merasa hangat.
"Alka? Kamu baik-baik aja kan?" tanya Linka lagi, sorot matanya menandakan kekhawatiran yang dalam.
"Aku baik-baik aja, Lin. Kamu tenang aja, ya?"
"Tapi kamu gak pernah cerita apa pun ke aku, kamu gak percaya sama aku, Al?"
"Cerita apa?"
"Apa pun, bahkan masalah yang terjadi sama kamu hari ini."
"Aku gak ada masalah, jadi apa yang harus aku ceritain, sayang?"
Linka diam.
"Linka, aku minta maaf di hubungan kita yang baru sebentar ini, aku udah banyak ngelakuin kesalahan. Aku juga udah nyakitin kamu, ya? Aku minta maaf, aku gak bisa selalu ada di samping kamu. Tapi kamu harus tahu, Lin, aku sayang sama kamu lebih dari apa pun. Bahkan aku gak punya satu alasan pun buat ninggalin kamu."
"Lalu?"
"Aku selalu takut buat cerita masalah aku ke kamu, karena berbagi cerita buruk itu gak buat aku bahagia, Lin. Aku mau kamu selalu bahagia dekat aku, dan aku mau selalu kasih kabar baik buat kamu, bukan kabar yang bikin kamu sedih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pukul Lima Petang
Teen FictionAda apa dengan jingga, pukul lima, dan harmonika?