3.

6 2 4
                                    

Sudah dua minggu sejak pembicaraannya dengan Biru. Kini Via sedang pusing memikirkan lelaki yang mengaku sebagai teman kakaknya. Dia tiba-tiba saja menghilang entah kemana. Dia bahkan telah mengelilingi sekolah, tetapi tetap saja Biru tak bisa ditemukan dimana pun.

Maria yang melihat temannya uring-uringan tanpa sebab pun bertanya, "Lo kenapa sih? Dua minggu ini uring-uringan terus."

Bodoh, benar-benar bodoh, Via merutuki dirinya sendiri, kenapa ia tidak kepikiran untuk bertanya pada temannya itu.

Via berbalik menghadap Maria, dengan ekspresi yang serius dia bertanya, "Lo kenal orang yang namanya Biru nggak sih? Nama panjangnya Biru Pramudya."

Sotak saja Maria mengerutkan dahinya, mengingat seseorang dengan nama Biru Pramudya. "Enggak tuh, emang dia kelas berapa?"

Oke, Via ternyata benar-benar bodoh, dia bahkan tidak menanyakan itu kepada Biru.

"Gue nggak tau, gue lupa nanya."

Maria tampak masih penasaran, "Dia sekolah disini? Siapa sih dia sampai lo jadi uring-uringan gini."

Via jadi berpikir, apa dia harus memberitahukan tentang identitas aslinya pada gadis didepannya ini. Sepertinya Maria bisa membantunya mencari pelaku pembunuhan ini.

Via bediri sambil berkata, "Ayo ikut gue, ada sesuatu yang mau gue bicarain." dia menarik tangan Maria agar ikut dengannya.

******

Mereka kini sampai ditaman belakang sekolah. Duduk disalah satu bangku disana. Taman belakang sekolah adalah tempat yang pas untuk memberitahukan hal ini. Selain tempatnya yang berada dibelakang bangunan sekolah, para murid jarang ada yang lewat disekitar taman ini.

Setelah dirasa aman, Via memulai pembicaraan, "Mar kenalin gue Aurora Reviana, adik kandung dari korban pembunuhan di sekolah ini, Anindita Oviana."

Maria terkejut, matanya membulat seolah tak percaya dengan apa yang didengarnya itu.

Dia berkata dengan terbata, "J-jadi selama ini gue temenan sama adik kandung Kak Anin? Gue bener-bener nggak nyangka."

Dengan gerakan tiba-tiba, Maria bersimpuh didepan Via, dia menangis penuh penyesalan, "Maafin gue Vi, andai aja waktu itu gue balik lagi ke kamar mandi buat ngecek keadaan, Kak Anin pasti sekarang masih ada."

Maria benar-benar menyesal, andai waktu bisa diulang pasti kejadian itu takkan pernah terjadi.

Via yang melihatnya sontak menyuruh Maria kembali berdiri, "Udahlah Mar, itu udah setahun yang lalu, Kak Anin udah tenang disana, sekarang tinggal tugas gue buat cari tau siapa dalang dibalik meninggalnya Kakak gue."

"Lo mau bantu gue kan?"

Via mengusap air mata temannya yang mengalir deras dengan ibu jarinya, menenangkan Maria yang masih menangis dan menggumamkan kata maaf berkali-kali.

Sepuluh menit berlalu, kini tangisan Maria telah reda, hanya tersisa isakkan kecil yang keluar dari mulutnya. Dia menatap Via yang berada disampingnya. Kemudian berkata dengan suara sumbang akibat menangis tadi.

"Gue mau bantu lo nyari pembunuh itu, seenggaknya dengan itu gue bisa nebus rasa bersalah gue sama Kak Anin."

Dengan wajah yang bersemangat Via menjawab, "Beneran?! Aaaa ... makasih Maria, lo emang sahabat terbaik yang gue punya."

Melihat respon Via yang bersemangat membuatnya tertawa kecil. Temannya itu tampak seperti anak kecil yang baru saja dibelikan mainan baru.

Pembicaraan mereka kini mulai serius.

"Lo yakin Mar, nggak ada yang namanya Biru Pramudya di sekolah ini?"

"Iya, gue yakin banget ga ada cowok yang namanya Biru Pramudya. Emang dia siapa sih?"

Via melihat raut wajah yakin yang ditunjukkan oleh temannya itu, dia kemudian bekata, "Katanya sih, dia satu-satunya cowok yang jadi temen kakak gue waktu dia masih hidup."

"Lo tau darimana kalau dia satu-satunya cowok yang deket sama kakak lo?"

"Dia sendiri yang bilang gitu." jelas-jelas waktu itu Via mendengar biru berbicara kalau dia satu-satunya teman lelaki yang kakaknya punya.

Maria mendadak mengingat sesuatu, "Kertas yang gue kasih ke lo waktu dikantin itu sekarang dimana?."

Dengan refleks Via menepuk dahinya, "Astaga! Kertas itu ada di Biru, kertas yang waktu itu ditemuin di perpustakaan juga ada di dia, gimana dong ini?!"

Sekarang terbukti untuk ketiga kalinya, bahwa Via itu bodoh. Lihat saja dia lupa kalau kertas itu satu-satunya petunjuk yang mereka punya. Dan sekarang kertas itu berada ditangan orang yang bahkan tidak diketahui dimana keberadaannya.

"Tunggu dulu! Lo nemuin kertas diperpustakaan? Tapi kapan? Dan gimana ceritanya itu kertas bisa ada ditangan orang yang namanya Biru itu?" dengan beruntun Maria melontarkan pertanyaan yang ada di otaknya saat ini.

Dengan panik yang masih melanda, Via menjawab dan balik bertanya,"Panjang kalau diceritain, lo inget isi kertas itu nggak?"

"Gue lupa, bentar gue inget dulu." butuh beberapa menit untuk Maria mengingat isi kertas tersebut.

"Ah iyaa!!" Maria berseru semangat sampai-sampai Via dibuat kaget olehnya.

"Gue inget, sebentar lo bawa pulpen nggak?"

Beruntung Via membawa pulpen di sakunya yang kemudian diberikan ke temannya itu. Maria yang telah mendapatkan pulpen yang diinginkannya segera menulis seusatu di telapak tangannya sendiri. Sementara Via hanya bisa memperhatikan.

"Nah selesai."

"Nih coba liat, kalau gak salah isi kertasnya tuh kek gini." Maria memberikan telapak tangannya kepada Via.

"K, L, sudut seratus dua puluh derajat, sepuluh titik sepuluh, dua puluh titik tujuh titik satu." Via bergumam memaca tulisan itu. Dia mengerutkan dahi nya.

"Lo yakin isinya itu?."

"Iya gue yakin banget, isinya tuh ini."

Dengan pikiran yang bercabang kemana-mana Via bertanya, "Maksud dari <120° sama angka lainnya itu apasih?, kalo K sama L itu inisial korban selanjutnya kan ya, Keyra Larasati."

"Eh iya juga ya, kira-kira apa maksud dari angka-angka itu?."

Mendengar itu Via menatap datar teman atau yang kini bisa disebut sahabatnya, "Kan gue lagi nanya sama lo, kenapa lo malah nanya balik ke gue, ya mana gue tau dodol."

Sementara Maria hanya nyengir ditempatnya, "Hehehe ya ma-

AAAAAAAAAAAAA

BRUKKK

Pembicaraan mereka terhentikan ketika terdengar suara teriakan lalu disusul dengan suara benda jatuh. Mereka berdiri, kemudian segera berlari menuju asal suara, tepatnya di lapangan utama.

******

Dilain tempat, seseorang dengan pakaian serba hitam yang sedang menatap tubuh perempuan yang dipenuhi darah dan dikerubungi oleh para murid yang panik dan menatap takut-takut. Matanya beralih ke arah dua orang gadis yang baru saja tiba, dia menyeringai

"Welcome to my game sweety, Gue yakin lo bakal suka sama ini"

------BERSAMBUNG------

Hayoooo kira-kira si Biru kemana nih??
Kalian kesel nggak sih sama dia yang tiba-tiba ngilang gitu aja??
Apa si Biru bakal balik sama bawa petunjuk yang ada? Atau bakal tetep ngilang?
Nggak ada yang tau💅

WAKTU?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang