PROTAGONIST - Jamais Vu Genre : Angst, roman Rated : Mature Code : jjk
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cairan minuman soda membasahi kerongkongan Bitna yang mengering setelah beberapa menit berdiri.
Beberapa material kertas, foto polaroid, pulpen dan benda lainnya berserakan di atas lantai. Tetapi, kedua pribadi itu masih bergeming sembari memikirkan apa yang akan mereka lakukan pada benda-benda itu.
Sebenarnya, semua adalah ide Jeon. Pemuda berusia 22 tahun itu sudah merencanakan hal ini dari jauh-jauh hari. Yaitu, tepat disaat dirinya mengucapkan sebuah komitmen untuk menikahi Bitna setelah lulus kuliah.
Yah, Jeon tahu menikah memanglah tidak mudah. Banyak yang harus dipersiapkan. Selain menyiapkan materi, pun persiapan mental akan menjadi beberapa pertimbangan. Jeon juga tidak bisa menerka bagaimana hubungan mereka kedepannya.
Tetapi, Jeon memang bersungguh-sungguh dengan hubungan mereka. Apalagi, restu kedua orang tua mereka sudah dia kantongi.
“Apa yang kita lakukan, Jeon?” tanya Bitna usai menenggak minuman kaleng.
Bitna menyempatkan untuk mencari sesuatu di dalam kulkas Jeon daripada terdiam hampir sepuluh menit hanya untuk menatap benda-benda yang disiapkan kekasihnya itu.
Mendudukkan dirinya, Jeon meraih satu polaroid yang menunjukkan dirinya dan Bitna. "Kita akan membuat surat," ucapnya.
Alis Bitna sontak bertautan bingung. Dia ikut mendudukkan dirinya di samping Jeon, “Untuk apa?”
“Jadi, kita akan membuat surat, berisi tentang apa saja yang ingin kau tulis mengenai diri kita satu sama lain,” ucap Jeon sembari menggerakkan kedua tangannya ke sana kemari.
Melihat cara bicara Jeon yang begitu gemas, membuat kekasihnya itu terkekeh. Selain itu, Bitna juga tidak habis pikir dengan ide konyol Jeon. Lagipula untuk apa? Toh, biasanya mereka selalu mengatakan apapun secara langsung.
“Jeon, aku bisa mengatakannya secara langsung,” tutur gadis itu. Manik kembarnya melirik satu persatu benda-benda yang berserakan di atas lantai.
Jeon mengangguk, “Yah, tapi surat ini akan kita baca setelah menikah. Kita hanya boleh membuka kotak ini--” Tangannya meraih kotak hitam beludru untuk ditunjukkan ke Bitna. Jeon melanjutkan lagi, “Kalau sudah menikah.”
“Kalau tidak?” tanya Bitna.
Pertanyaan gadisnya justru membuat Jeon bingung, “Kalau tidak?” tanyanya mengulang.
Lebih dulu, Bitna menghela napasnya. Tangannya meletakkan bungkus camilan, kemudian manik kembarnya menatap teduh ke arah Jeon, “Kau serius akan menikahiku nanti?” tanyanya pelan.
Mendapati pertanyaan itu, Jeon tentu mengangguk mantap. Itu sebuah pertanyaan mudah untuk dia jawab. Beberapa kali Bitna menanyakan hal itu, dia tidak akan bosan untuk menjawab.