Hurt

10 2 0
                                    

??? POV

Aku sedang di bandara, duduk di sebelah ibuku, menunggu pesawat yang akan membawaku dan keluargaku pergi. Tidak hanya sedih karena meninggalkan negara kelahiranku, namun aku juga sedih karena harus meninggalkan dirinya.

Namun, saat aku memikirkannya, aku mendengar suaranya memanggilku. Aku menoleh, dan mendapati sahabatku berlari menuju ke arahku, sedangkan orang tuanya berjalan pelan di belakang.

Aku berdiri, dan dia berhenti tepat di hadapanku. Dia sedikit terengah-engah, mungkin karena dia langsung berlari setelah turun dari mobil saat sampai di bandara.

"Kamu.. Benar-benar akan pergi?"

Aku tersenyum, dengan lembut menepuk kepalanya seperti ibuku menepuk kepalaku untuk menenangkanku saat menangis.

"Jangan khawatir, aku tidak akan pergi untuk selamanya."

Ku lihat matanya mulai berkaca-kaca. "Tapi, kenapa tiba-tiba?!"

Aku menurunkan pandanganku, ekspresiku berubah sendu. "Papa memiliki pekerjaan yang penting, aku tidak mungkin melawannya. Lagipula, aku hanya anak-anak. Kita hanya anak-anak."

Ia segera memelukku erat. Aku tahu ia sedang mencoba menahan tangisnya, walaupun bahuku sudah agak basah karena air matanya. Setelah beberapa saat, ia menjauh dari bahuku, kemudian menatapku.

"Kamu tidak akan melupakan aku, kan?"

Pertanyaannya membuatku sedikit sedih, tapi yang keluar dari mulutku malah sebuah tawa kecil.

"Tentu saja tidak. Kita 'kan sahabat! Kita juga masih bisa berbagi kabar lewat surat dan telepon!"

Aku melihatnya tersenyum tipis sementara air mata masih turun dari matanya. Aku mengusap air matanya kemudian memeluknya.

"Jadi jangan bersedih. Jika kamu sedih, aku tidak bisa pergi."

Ia tersenyum, kemudian balik memelukku. Namun, kami tidak dapat berlama-lama berpelukan disini, karena pesawatnya sudah datang. Dengan berat hati aku pun berjalan menjauh darinya dengan menggenggam tangan ibuku.

Masih menoleh ke belakang, aku tersenyum lebar padanya.

"Sampai jumpa, Aya!"

Author POV

- Time Skip | 2 Minggu Kemudian -

Seorang gadis kecil yang berada di dalam mobil mencoba membuka matanya, melihat sekelilingnya yang sudah hancur dan berantakan.

Ia melihat kursi depan, dimana tempat ayah dan ibunya duduk. Dengan susah payah, ia segera bangkit, namun terjatuh kembali.

Ia melihat kakinya yang berdarah terkena sayatan kaca mobil, namun segera mengabaikan rasa sakitnya dan kembali fokus pada orang tuanya.

"Ayah.. Ibu..."

Gadis kecil tersebut memanggil sembari menggoncangkan tubuh orang tuanya pelan. Ia masih berada di bagian belakang, jadi ia tidak dapat melihat wajah orang tuanya.

"Ayah.. Ibu.. Bangun..."

Karena ayah dan ibunya tidak bergerak juga, ia mulai menggoncangkan tubuh mereka lebih kuat.

"Ayah.. Ibu..! Kenapa kalian tidak bangu–"

Kata-katanya terhenti saat tubuh ayahnya yang ia goncangkan terjatuh begitu saja, menampakkan wajah ayahnya yang pucat dan sedikit terlumuri darah.

Gadis kecil tersebut terkejut dan seketika kembali duduk di tempat duduknya semula. Wajahnya nampak tidak percaya dengan apa yang barusan ia lihat.

Perlahan, ia berbaring miring di tempat duduknya.

"Tidak.. Jangan.."

Ia memejamkan matanya yang sudah tidak kuat menahan air mata.

"Jangan.. Hiks..."

Ia memeluk dirinya sendiri, kedinginan. Sendirian.

"Jangan mereka juga..."

[To be continued]

It's [Not] YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang