Apology

5 2 0
                                    

??? POV

Pagi hari yang biasa. Aku bertengkar dengan kedua orang tuaku di rumah, lalu segera kabur bersama kedua sahabatku ke sekolah. Di perjalanan, kami hanya membahas tentang karaoke atau laki-laki yang kami sukai, lalu saat sudah sampai, kami segera pergi ke kelas masing-masing. Tapi ada yang aneh...

Dia tidak kelihatan, ya?

Siangnya saat jam istirahat, kami bertiga kembali bertemu dan berkumpul di kantin. Namun, baru 5 menit kami duduk, ada dua laki-laki yang datang ke meja kami. Salah satu dari mereka berkata ingin mengatakan sesuatu pada salah satu sahabatku, Wendy, lalu mengajaknya menjauh dari keramaian.

Beberapa menit kemudian, Wendy kembali dengan wajah datarnya seperti biasa. "Ada apa?"

"Dia menyatakan perasaannya padaku,"

"Hee.. Laki-laki ke berapa?" Dina bertanya.

Wendy meneguk minumnya sekali sebelum menjawab. "Tujuh belas."

Dina bertepuk tangan. "Wahh, hampir mendekati Rika, nih."

Aku terkekeh. "Bagus dong, dia sudah bisa menggantikan aku jadi ketua kelompok kita."

"Tidak, tidak. Hanya kau yang paling cocok jadi ketua dan nomor satu," Wendy menyikutku pelan. Aku tersenyum sembari mengangkat bahuku ringan. "Terserahmu saja."

Kami pun tertawa bersama kemudian kembali mengobrol.

Aku memiliki keluarga yang buruk. Ayah dan ibuku selalu memarahiku karena nilaiku yang jelek, dan para guru juga. Aku tidak memiliki keberanian untuk memberontak, tapi berkat kedua temanku ini, aku bisa seperti sekarang. Mereka juga yang selalu ada untukku dari awal hingga akhir. Aku sangat menyayangi mereka. Omong-omong...

Dia dimana, ya?

Pulang sekolah, aku dan teman-temanku pun mencari seseorang. Orang yang tidak kelihatan dari tadi pagi, orang yang biasanya kami manfaatkan. Orang yang perlu dikasihani.

Setengah jam kami mencarinya, namun tidak kunjung ketemu juga. Kedua temanku sudah lelah dan amarah mereka semakin lama semakin memuncak. Akhirnya kami memutuskan untuk duduk sejenak di bangku taman sekolah.

"Ugh.. Dimana sih orang itu. Tasnya ada di kelas, tapi orangnya tidak ada."

"Jika ketemu, akan ku patahkan tulangnya itu."

Mereka berdua menggerutu, sedangkan aku tidak. Entah mengapa, perasaan khawatir malah muncul di hatiku, padahal selama ini akulah yang menyiksanya paling banyak.

"Hei, apa menurut kalian, kemarin aku berlebihan?" aku bertanya pada mereka dengan ragu-ragu.

"Hah? Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" Wendy menaikkan sebelah alisnya. Dina pun menatapku dengan curiga.

"Apa jangan-jangan, kau mulai kasihan dengannya?"

"Tidak.. Bukan begitu. Hanya saja... Entah mengapa perasaanku tidak enak saat mengingat kejadian kemarin."

Mereka berdua nampak terkejut setelah mendengar perkataanku. "Gawat! Wendy, ketua kita sudah terpengaruh!"

Wendy segera bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan dan berdiri di belakangku. "Sepertinya kau sedang stres. Santai saja, tidak akan ada yang membebanimu."

"H-hah? Apa maksud kalian??"

"Rika.. Kau adalah ketua dan teman kami yang terbaik. Kau dapat membuang rasa sakit karena keluargamu, dan menunjukkan keberanianmu di sekolah ini. Tapi sekarang kau mulai kasihan dengan mangsa kita! Kau sedang dihipnotis olehnya!"

It's [Not] YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang