Furudate sensei
One-shoot
Tsukishima x Hinata.
Hinata menundukkan wajah, melirik takut-takut lewat celah helaian surai orange miliknya. Lembaran ujian atas namanya dijajar rapi diatas meja.
Di seberang meja, Tsukishima meneliti satu persatu lembaran tersebut sambil mengerutkan kening.
Tolong siapapun tahan Tsukishima untuk tidak melemparkan segala sesuatu yang bisa digapai oleh tangannya kearah Hinata.
Demi wig milik kepala sekolah, kalau tidak ingat mereka sedang berada dikamar Tsukishima yang notabenenya amat sangat dekat dengan kamar Akiteru, lelaki pirang itu pasti sudah menyumpah-serapahi Hinata dan membanjiri si pendek dengan sejuta petuah dari otaknya.
Lagipula, ia tidak mau ambil resiko kalau Hinata menangis. Terakhir kali Tsukishima memarahinya, Hinata menunjukkan wajah seperti anak anjing yang kehilangan majikan, membuat Tsukishima tidak bisa tidur selama dua hari memikirkannya. Padahal orang yang dimaksud, tidak sampai setengah hari sudah kembali berisik seperti biasa-seakan lupa bahwa beberapa saat sebelumnya ia ditunjuk-tunjuk dengan penuh penekanan oleh Tsukishima yang nyaris kehilangan kata-kata karena menghadapi cara berpikirnya.
"Ano na, Hinata"
Hinata terkesiap, menegakkan tubuhnya begitu mendengar Tsukishima bersuara. Kaget.
"H-hai'-"
Lembaran hasil ujian yang tadi berjajar rapi, kini ditumpuk menjadi satu untuk diletakkan disisi meja sebelum Tsukishima melipat kedua tangan, menatap serius pria hiperaktif didepannya seraya mendengus, lelah.
"Kau harus memikirkan perasaan orang yang mengajarimu hampir setiap hari"
Nah kan mulai, batin Hinata nelangsa. Meskipun ia terbiasa dengan ke-salty-an Tsukishima, tapi omelan untuk masalah ujian dari pria itu selalu terasa berbeda. Entah sudah berapa kali Hinata berakhir seperti ini, duduk bersimpuh pada lutut-sebagai rasa bersalah-mendengarkan omelan panjang Tsukishima setelah menyelesaikan ujian dengan nilai mepet, hanya selisih dua angka dari nilai yang ditetapkan sebagai batas kelulusan.
Kendati demikian pria bersurai serupa bias matahari sore itu masih merasakan nyeri, hatinya seperti tercubit saat melihat ekspresi lelah Tsukishima. Hinata juga sebenarnya ingin menunjukkan hasil bagus untuk dipamerkan pada Tsukishima sehingga setidaknya ia merasa tidak sia-sia mengajari Hinata.
Hey, bukannya Hinata tidak belajar sama sekali. Hinata serius belajar kok, mencatat dengan benar dan mengulangi semua yang dijelaskan Tsukishima saat sampai dirumah setelah belajar bersama. Hinata sudah berusaha keras, tapi mau bagaimana lagi. Kapasitas otaknya tidak sebaik milik pria berkacamata didepannya. Bahkan mungkin memang benar perkataan Tsukishima tempo hari bahwa kapasitas otaknya setara dengan ikan mas yang dengan mudah melupakan berbagai macam hal dalam kurun waktu 24 jam.
"Bagaimana masa depanmu nanti dengan nilai seperti ini?" Tsukishima melepas kacamata untuk memijat pangkal hidungnya sekilas.
Duh, tajam sekali, sih. Hinata rasanya mau menangis saja kalau sudah begini.
Ujung mata Hinata menangkap sosok Tsukishima, pria itu terlihat serius dengan apa yang dikatakan barusan. Alisnya bertaut, tangannya sedikit mengepal menutupi wajah bagian bawah dan berkali-kali mengembuskan napas dengan kasar.
Sebenarnya lucu juga melihat Tsukishima dalam keadaan seperti ini. Biasanya ia akan mengomel-diselipi ejekan tajam nan pedas-sepanjang waktu sambil mengoreksi lembar ujian Hinata, menuliskan jawaban yang sekiranya perlu ditambahkan untuk bahan belajar Hinata dikemudian hari.
Jarang-jarang seorang Tsukishima Kei bisa terdiam begini, ia pasti benar-benar kehabisan kata-kata.
Hinata menyunggingkan senyum tipis, ide jahil terlintas dikepala saat melihat wajah kecut Tsukishima. Menjahili pacar sendiri sekali-sekali bukanlah hal buruk, kan?
"Aku akan menikah dengan Tsukishima" Hinata membalas enteng pertanyaan setengah hinaan dari Tsukishima.
Tangan Tsukishima berhenti menulis. Mata keemasan miliknya melebar, tubuhnya seketika membatu-menatap tidak percaya pada pendengarannya tentang apa yang dikatakan Hinata beberapa detik lalu.
"A-" Pemain tertinggi di klub volly Karasuno itu bahkan tidak bisa mengeluarkan kata apapun dari mulutnya yang biasa selalu mengeluarkan ejekan. Semburat merah merambat dari pipi hingga ke telinga. Ah, he's flustered.
"Diam"
Diantara berjuta kata, akhirnya hanya satu itu yang lolos dari belah bibir tipis Tsukishima. Bisa Hinata lihat ia menutup sebelah wajahnya dengan tangan, berusaha menutupi rona merah dari pandangan Hinata. Meskipun sebenarnya sia-sia, karena tint merah itu masih bisa dilihat dengan jelas melalui celah jemari panjangnya.
Hinata terkikik, rasanya puas membuat Tsukishima malu. Rasa galaunya hilang tanpa sisa berganti dengan perasaan hangat yang menyelimuti dada. Ah, Hinata sayang sekali pada pria jangkung didepannya.
"Kei..."
Hinata mendekat, mengitari meja untuk sampai disisi Tsukishima yang masih memerah.
Panggilan lirih dari sang mentari menarik Tsukishima dari rasa malunya. Ia menoleh dan mendapati Hinata tersenyum manis. Detik berikutnya ia kembali dikejutkan oleh tindakan tiba-tiba si lawan bicara.
Hinata mengecup pipi Tsukishima kilat.
"Maaf ya, aku akan berusaha lebih keras lagi untuk ujian selanjutnya, aku akan mulai belajar membagi waktu antara main volley dan mengulangi pelajaran"
Tsukishima terdiam. Hinata terlihat menatap kearahnya dengan serius. Sialannya, dengan ekspresi bersungguh-sungguh Hinata seperti sekarang ini malah membuat pria mungil berisik itu terlihat jutaan kali lebih manis dimata Tsukishima.
"Jangan marah ya? jangan kapok aku mintai tolong untuk belajar bersama..."
Ah, tidak tau. Tsukishima gemas. Ia mendekap erat Hinata lalu mengecupi bahunya.
"Belajarlah lebih giat, aku tidak mau nantinya harus berpisah jauh denganmu karena kau tidak lulus ujian masuk di universitas yang sama denganku"
Hinata mengangguk kuat, lengannya membalas pelukan Tsukishima dengan hangat. Membenamkan sisi wajahnya pada surai emas kekasih hatinya. Tentu saja ia ingat bahwa ia pernah berjanji pada Tsukishima untuk masuk ke universitas yang sama, tinggal berdua di apartemen kecil, berangkat atau pulang kuliah bersama dan juga makan berdua.
Sounds like happiness.The next exam, Hinata will conquer it all.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rhapsody of Sunshine, Hinata Harem
FanfictionKumpulan one-shoot random yang berpusat pada Matahari hangat Karasuno bersama haremnya. Cerita ini tercipta karena kegregetan author atas kurangnya cerita dengan rare-pairing yang sebetulnya punya banyak penikmat. prepare some coffee and snack, En...