twenty four;

188 49 12
                                    

Maaf ya baru update, padahal chapter sebelumnya udah 50+ votes. Jarang buka wp soalnya :( Pas scroll notif ternyata ada yang ngingetin udah 50 sekitar seminggu yg lalu. Kirain bakal sebulan baru dpt votes segitu :)

Happy reading ✨


❆❆❆


"Gue anter pulang ya?"

"Nggak usah. Makasih." tolak Jisoo, lalu duduk di kursi yang disediakan. Ia gelisah, hujan tampak semakin deras. Andai ia mempunyai kuota internet, pasti saat ini sudah bisa memesan taksi online.

Rasa gelisah Jisoo semakin besar saat tahu sedari tadi Bobby memperhatikannya dan tak kunjung beranjak.

"Bakal lama kalau nungguin reda, pulang sama gue ya? Gue bawa mobil." bujuk Bobby mengambil posisi jongkok di hadapan Jisoo. Jujur saja, Jisoo sedikit kaget saat melihat gerakan tiba-tiba Bobby.

"Nggak. Duluan aja." tolak Jisoo, lagi.

"Keburu malem, nant---"

"Nggak lupa kan soal kita yang pura-pura nggak kenal aja?" Jisoo bertanya, ingin mengakhiri percakapan yang menurutnya membuang-buang waktu ini.

Bobby mengusap wajahnya kasar. Kemudian meraih tangan Jisoo dan mengusapnya pelan. Iris kelam Bobby menatap netra Jisoo. "Maaf ya? Nggak seharusnya gue ngomong gitu. Gue nggak bisa jauhin lo, dan gue... mau lo masuk kehidupan gue." ujar Bobby lembut.

Jisoo terdiam melihat mata Bobby yang menyiratkan ketulusan. Akan tetapi ia takut hal yang sama terjadi lagi. Bobby menjauhinya lagi dan kembali melontarkan kalimat yang menyakitinya.

"Udah dimaafin."

"Tapi kamu tetap harus jauhin aku." lanjutnya, kemudian menarik tangannya dari genggaman Bobby. "Berdiri. Banyak yang liatin." kata Jisoo dengan nada datar.

Kalimat terakhir Jisoo tak sepenuhnya benar, hanya ada dua anak SMA yang memperhatikan mereka sambil menahan senyum. Mereka tak mendengar percakapan Jisoo dan Bobby, namun gemas melihat keduanya.

Bobby tahu ini akan sulit. Namun ia tak menyerah. "Yaudah. Tapi kali ini aja, gue anter pulang ya?"

"Jawabannya tetap sama."

Terdengar desah napas berat. Pria bertindik itu bangkit berdiri dan berjalan menjauh dari Jisoo. Kemudian sibuk mengetik pesan di handphonenya.

Sedangkan Jisoo memalingkan wajahnya dan mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup kencang akibat berhadapan dengan Bobby.

Sesekali Jisoo melirik Bobby yang tengah berdiri dengan jarak beberapa meter darinya, meneguk minuman kaleng miliknya sambil sibuk berkutat dengan handphone di tangannya.

Kenapa masih disini sih? batin Jisoo kesal.

Lelah menunggu, Jisoo merebahkan kepalanya di meja yang bundar kecil yang berada di sampingnya lalu memejamkan mata.

"Jisoo... Gue duluan ya?"

Jisoo hanya mengangguk menanggapinya, kembali merebahkan kepala. Jisoo akui, ada rasa senang ketika Bobby sudah pergi. Namun juga terselip rasa sedih yang tak Jisoo tahu alasannya.

Beberapa menit Jisoo mulai merasa bosan. Tepat saat menegakkan kepalanya ia melihat mobil Bobby masih terparkir. Walau dibatasi kaca yang ditutupi butiran air hujan, Jisoo masih bisa melihat pria yang sedang menempelkan handphone di telinganya itu.

Tak mau ambil pusing, Jisoo membuka handphonenya untuk memainkan game guna menghilangkan ada bosan.

Saat bermain game, sebuah ide terlintas di otak Jisoo. Satu hal yang harusnya sejak tadi ia lakukan, meminjam payung. Buru-buru ia memasukkan handphone ke dalam tas dan berjalan ke dalam dengan niat meminjam payung pada karyawan Indomaret.

charming; bobsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang