[Awal tahun 2018]
"Latihannya yang bener dong!"
"Woy! Itu kerendahan"
"Kakinya jangan sampe salah!"
"Jangan sampe nyangkut lagi!"
Pelatnas siang itu berjalan normal seperti biasanya. Semua atlet sibuk berlatih dengan teman-teman satu sektornya. Begitu pun dengan tim ganda putra, yang sejak pagi tidak henti-hentinya sibuk mengayun raket. Ahsan tengah asik latihan berlima bersama Kevin, Marcus, Fajar dan Rian. Kadang mereka berlima terlihat bermain dengan sangat serius sekali, kadang tiba-tiba saja mereka berlima tertawa ketika secara mendadak tengilnya Kevin, Fajar dan juga Ahsan sedang keluar. Membuat latihan itu terasa lebih ringan karena ketengilan mereka.
"Loh? Ya ampun!!!"
"Kohen!!!"
"Kojeng!!!"
"Jengkis, kok lo ada disini???"
Segera saja satu persatu atlet di hall latihan itu mulai berseru sambil melihat ke arah pintu masuk hall. Karena lapangan yang sedang digunakan oleh tim ganda putra ada di lapangan yang letaknya paling jauh dari pintu masuk, kelima anggota ganda putra itu awalnya sama sekali tidak ada yang ngeh dengan kehebohan yang terjadi di ujung sebaliknya hall itu.
Hingga akhirnya setelah beberapa saat, ketika mereka berlima hendak memulai lagi latihan itu dengan serve dari Marcus. Tahu-tahu Ahsan mendengar suara Grey yang sedang latihan di lapangan sebelahnya, tengah berseru kencang.
"Ya Tuhan! Beneran kapten!!!"
Karena suara Grey yang lantang, Kevin yang ada di sebelah kiri Ahsan, akhirnya tergoda untuk menoleh ke belakang.
Dan semua terjadi di waktu yang bersamaan.
Marcus sudah melepas serve nya. Kevin berseru "Kohen!", di saat Ahsan yang baru saja hendak menyambut bola dari Marcus akhirnya langsung berhenti dan terdiam. Mematung.
Shuttlecock itu melewati bahu kanan Ahsan, jatuh menyentuh area dalam lapangan.
Sementara Kevin sekarang ini benar-benar sudah menghadap belakang sambil melambaikan tangan, menyapa Hendra yang masih dicegat oleh anak-anak yang lain. Ahsan tetap diam, terpaku di tempatnya.
Rian yang sadar seniornya itu diam saja, mengernyitkan dahi. Bingung.
"Bah?" tanya Rian, coba-coba.
Tapi Ahsan tetap diam, tidak menjawabnya.
"Bah?" ujar Rian lagi, kali ini sambil melambaikan telapak tangannya di hadapan wajah Ahsan. Tapi tetap saja Ahsan masih tak bergeming.
Di belakang mereka berdua dengan jarak sekitar 10 meter, Hendra kini sudah dihampiri oleh Kevin, Marcus dan Fajar. Mereka bertiga menyambut Hendra dengan sangat antusias.
"Koh! Apa kabar koh? Udah lama ga ketemu!' sapa Kevin, sambil menjabat tangan Hendra, Hendra hanya tersenyum.
"Baik kok. Kalian gimana? Rajin ya latihannya" ujar Hendra.
"Kooooh! Kangen banget tau sama koko!" Fajar langsung memeluk Hendra dari samping sambil nyengir, membuat Hendra terkekeh.
"Iya Jar, saya juga kangen udah lama ga ketemu sama kalian"
"Akhirnya koko kesini lagi. Gitu dong koh!" ujar Marcus, yang juga menjabat tangan Hendra.
Sementara ketiga juniornya ini sibuk berceloteh di depannya, mata Hendra terfokus menatap ke arah 2 orang yang tengah berdiri beberapa meter di depannya. Laki-laki berkaos putih yang nampaknya tengah melambai-lambaikan tangan ke hadapan laki-laki berkaos merah. Ia bisa melihat punggung laki-laki berkaos merah itu nampak tegang.
Ia pun memilih untuk melangkah lagi, hendak menghampiri kedua orang itu.
"San?" ujar Hendra, ketika jaraknya dengan laki-laki berkaos merah itu semakin dekat.
"San?"
Deg!
Ahsan merasa badannya seperti dialiri listrik tak terlihat, tatkala telinganya menangkap suara yang sangat familiar itu.
Semua otot tubuhnya terasa menegang. Ia ingin bisa pergi dari tempat itu, saat ini juga. Namun entah kenapa badannya terasa sangat sulit untuk digerakkan.
Ia ingin sekali pergi dari tempat ini. Karena kalau tidak begitu, ia tidak yakin apakah ia bisa menahan sesuatu yang membuncah di dalam dadanya. Ia tidak yakin dirinya bisa menahan bendungan itu agar tidak hancur.
"Kohen! Apa kabar koh? Ini si babah sakit kali ya koh? Tau-tau mendadak diem aja" ujar Rian, polos.
Hendra hanya tersenyum sekilas karena kata-kata Rian. Kemudian matanya kembali terfokus pada punggung laki-laki berkaos merah itu.
Hendra segera menurunkan tas raketnya ke lantai. Kemudian ia berdiri persis di belakang punggung tegap itu.
"San?" ujarnya, dengan suara pelan khasnya.
Namun Ahsan tetap berdiri memunggunginya.
Ia segera melingkarkan lengan kanannya di sekeliling bahu Ahsan.
"San, aku pulang. . .buat kamu. I love you, San" ujar Hendra, di telinga kiri Ahsan, setengah berbisik.
Sedetik berikutnya Hendra bisa merasakan tubuh Ahsan berguncang hebat, dan juga suara raket yang terjatuh membentur lantai.
Hendra mengeratkan lengannya di bahu Ahsan. Bahkan melingkarkan lengan kirinya juga.
"San, jangan nangis disini. Nanti semua orang liat kamu nangis loh" bisik Hendra lagi, sambil menggunakan telapak tangan kirinya untuk menutupi bagian mata Ahsan, yang kini telah basah.
Namun tubuh Ahsan tetap berguncang hebat. Sama sekali tidak mempedulikan kata-kata Hendra. Hendra hanya tersenyum pasrah, melihat Ahsan yang menangis seperti ini.
Tahu-tahu Ahsan langsung memutar tubuhnya, mengalungkan kedua lengannya ke leher Hendra. Memeluknya dengan sangat tiba-tiba.
"I love you too, koh" bisik Ahsan diantara tangisnya.
Hendra tersenyum lembut, memilih untuk tak mengatakan apa-apa lagi. Hanya mengeratkan pelukannya di punggung Ahsan, sambil mencium puncak kepala Ahsan.
10 tahun.
Sudah 10 tahun Ahsan menantikan ini.
Sudah 10 tahun dari pertama kali Ahsan menatap mata Hendra sambil menggenggam tangannya, di tempat yang sama.
Sudah 10 tahun perasaan itu menetap di hati Ahsan, yang terus bertumbuh dalam diam.
Sudah 10 tahun, Ahsan menunggu.
Ahsan berharap, perasaannya akan terbalas.
Dan kini,
Setelah 10 tahun.
Hendra kembali lagi kesini, kembali ke tempat dimana dulu mereka berdua berkenalan.
Di lapangan yang sama.
Setelah 10 tahun, Hendra akhirnya kembali kepada dirinya.
Dalam pelukannya.
Dengan perasaan yang sama.
❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Way Back (Into Love)
Фанфик"Tentang hati yang akhirnya menemukan tempat untuk pulang" [Dimohon untuk meninggalkan comment dan jangan lupa vote juga ya 😊]