Seokjin dan Taehyung segera memeluk erat Soobin begitu cowok tampan itu membuka pintu rumahnya. Soobin yang menangis tersedu-sedu membalas pelukan Seokjin dan Taehyung.
"Semua akan baik-baik saja, Soobin-ah. Abeonim akan segera membaik." Kata Seokjin lembut sambil mengelus-elus punggung Soobin.
"Kami akan menemanimu ujian besok." Tambah Taehyung.
"Hyungdeul, rasanya aku tak sanggup mengikuti ujian. Aku sangat khawatir pada Appa. Aku pasti tak bisa konsentrasi besok!" Soobin mengacak rambutnya frustasi, matanya berkaca-kaca, "Aku akan gagal, Hyung-ah! Aku tak akan bisa mengikuti jejak Appa dan kalian!"
"Hey!! Kenapa bilang begitu!" sahut Taehyung kesal, "Jangan bicara seperti itu, Soobin-ah! Jangan merasa kalah sebelum bertanding! Berusahalah dulu."
"Taehyung benar, Soobin-ah. Kita tunggu kabar dari Eomonim, kamu jangan berpikir yang tidak-tidak." Tegur Seokjin tegas, "Ayo kita duduk."
Soobin mengarahkan mereka berdua ke ruang tamunya yang nyaman. Soobin duduk di tengah diapit Seokjin dan Taehyung di kiri kanannya. Taehyung mengeluarkan tiga gelas cokelat Starbucks yang mereka beli di drive-thru sebelum sampai ke rumah Soobin.
"Cokelat?" tanya Soobin, memandangi Taehyung heran, "Tumben bukan Strawberry Choux."
Taehyung nyengir, "Cokelat baik untuk perasaan yang sedang kalut, Binnie."
Soobin manyun mendengar Taehyung menyebut namanya.
"Sebenarnya, Seokjin-hyung yang punya ide memanggilku Binnie. Iya kan, Hyung?" tanya Soobin.
Seokjin gelagapan, "Yah, karena kamu cocok dengan nama itu."
"Apa?!" Taehyung mendelik pada Seokjin, "Jadi Hyungi yang memulai semua ini?"
"Bukan seperti itu! Aku memanggilnya Binnie untuk berterima kasih karena kopinya buatannya enak sekali. Lebih enak dari kopi buatan barista lain." Jelas Seokjin.
"Jadi itu semacam panggilan sayang untuk Soobin?" Taehyung mencubit pipi kiri Seokjin, "Iya?!"
"Semacam itu, tapi bukan semacam itu. Sakit, babe. Hentikan." Seokjin meringis, berusaha menarik tangan Taehyung.
"Hah! Feelingku benar, kan?"
"Tapi aku tak ada maksud apa-apa, VV. "
"Jadi.." Soobin menyela pelan, "Seokjin-hyung sempat naksir aku?"
"BUKAN BEGITU!!" bantah Seokjin dan Taehyung bersamaan.
Soobin terlonjak kaget mendengar teriakan mereka berdua dan nyengir, kemudian tertawa membuat Seokjin dan Taehyung tercengang melihatnya. Soobin melingkarkan lengan kirinya pada lengan kanan Seokjin, kemudian melingkarkan lengan kanannya ke lengan kiri Taehyung.
"Hyungdeul jangan bertengkar lagi, ya. Maafkan aku sudah mengganggu kalian selama ini. Awalnya aku memang ingin menggantikan posisi Taehyung-hyung, tapi akhir-akhir ini aku menyadari kalau kalian berdua memang saling melengkapi dan cocok satu sama lain. Sudah tak ada kesempatan lagi untukku." Soobin menghela nafas, "Hyungdeul baik sekali, kalian harus saling jaga, ya."
Soobin menunduk sedih. Seokjin dan Taehyung berpandangan penuh arti.
"Soobin-ah, karena aku anak tunggal dan kamu pun anak tunggal, kujadikan kamu dongsaeng-ku ya." tawar Taehyung.
"Aku juga tak keberatan punya adik." Seokjin tersenyum.
Mata Soobin berbinar-binar, "Hyungi serius?! MAU! Aku mau sekali, Hyung! Jadi anak tunggal menyebalkan sekali. Apalagi di saat seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
He likes Americano, I like Strawberry Choux. Then, whose Matcha is it?
FanfictionSeokjin suka Taehyung, Taehyung suka Seokjin. Mereka berpacaran dan bahagia bersama. Tapi, Seokjin tiba-tiba jadi sering menghabiskan waktunya di Starbucks dengan orang lain! Seokjin tidak selingkuh, kan?