Bab 4. Selamat Datang

73 18 2
                                    

"Kau pasti haus, minumlah ini." Bibi Karmina menyodorkan air minum padaku. Aku menenggak minum hingga tandas tidak bersisa, kali ini aku memang benar-benar haus.

Tidak lama seorang Perawat masuk bersama Rahardjo, "Apa kau sudah merasa lebih baik?" tanya sang Perawat sambil memeriksa tubuhku.

Aku mengangguk, tubuhku memang tidak terasa sakit ataupun sebagainya, namun jelas ada sesuatu yang salah dengan mentalku saat ini.

Aku masih berusaha menerima keadaan yang terjadi padaku kini dan hal itu tidaklah mudah.

"Kalau begitu kau sudah boleh pulang dan beristirahat di rumah." ujar perawat itu sambil tersenyum lalu membereskan perlengkapan yang ia bawa.

Mendengar kata pulang darinya membuatku menghembuskan napas berat, memangnya kemana aku bisa pulang saat ini?

Aku bahkan tidak tahu aku berada di mana dan tidak mengenal siapapun di sini.


"Mentari apa kau benar-benar tidak memiliki kenalan siapapun di sini?" tanya Bibi Karmina, aku hanya bisa menggelengkan kepala. Aku benar-benar tidak mengenal siapapun di sini.

"Lalu bagaimana kau bisa sampai di depan Perpustakaan? Bukankah kau bilang barang-barangmu hilang di Terminal? Atau mungkinkah kau Mahasiwi di Universitas ini?" Bibi Karmina melontarkan berbagai pertanyaan padaku, Rahardjo yang ada di dekatnya bahkan sampai menegurnya pelan.

Aku berpikir sejenak, jika menjadi Bibi Karmina aku juga pasti akan punya sejuta pertanyaan jika bertemu dengan orang asing yang tiba-tiba kutemukan pingsan begitu saja. Aku dapat memahaminya.

Kira-kira jawaban apa yang bisa aku berikan agar terdengar masuk akal dan dapat menguntungkanku.

"Ahh iya aku bertanya dengan orang-orang sekitar di mana letak Universitas ini, karena tujuanku kesini juga untuk berkuliah dan aku akan mulai berkuliah semester depan. Aku datang lebih awal untuk bekerja dan lebih beradaptasi dengan lingkungan di sini. Namun ternyata sesampainya aku di sini malah mendapat kesialan." Jelasku dengan yakin, lalu aku melirik Rahardjo yang hanya menatapku sekilas.

"Benarkah? Jika kau Mahasiswi di sini aku mungkin bisa membantumu. Oh iya bagaimana jika kau tinggal dengan kami saja untuk sementara waktu? Aku bekerja sebagai pengurus Perpustakaan Universitas ini, aku akan bertanya pada kenalanku yang dapat membantumu nanti." Bibi Karmina bertanya dengan antusias.

Mendengarnya membuat mataku berbinar, bak melihat cahaya di ruang yang gelap aku mulai memiliki harapan untuk bertahan di masa ini.


"Ibu bisa kita bicara sebentar." Rahardjo berucap sambil memberi kode pada ibunya untuk menjauh dariku.


Ah sial aku melupakan pemuda itu, tidak akan semudah itu aku bisa tinggal dengan Bibi Karmina.

Apalagi Rahardjo mungkin menganggapku gadis yang tidak waras setelah aku mengatakan yang sebenarnya padanya.


Aku dapat mendengar dari ranjangku mereka sedang berdebat, bagaimana ini? Apa aku akan berakhir tidur di jalanan kali ini?

Aku melihat tulisan dengan nama kampusku yang berada di atas pintu masuk ke Klinik ini, ternyata aku memang masih berada di sekitar Kampusku, hanya saja aku berada pada 56 tahun yang lalu di lokasi yang sama pada waktu yang berbeda.




Bibi Karmina kembali menghampiriku sementara Rahardjo pergi keluar.

Apa ini? Apakah pemuda itu marah dan tidak setuju dengan usul ibunya?

"Ia pergi memanggil becak untuk membawamu ke rumah." seakan bisa membaca pikiranku, Bibi Karmina berkata dengan senyum tulus di wajahnya.

"Benarkah? Apa benar tidak masalah aku tinggal di rumah Bibi?" tanyaku penuh harap dan dibalas anggukan serta senyum hangat wanita di dekatku ini.

30 Juli (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang