Benar-benar sesuai ekspetasi. Lantai lima memang sebuah surga bagi seluruh siswa Aksama. Kamar yang cukup luas itu utama, tapi tak ada yang mengira akan ada kantin yang terletak langsung di lantai ini.
"Wah, ini namanya melebihi ekspetasi." kata Divvi.
"Ingat semuanya, sekolah memang tidak memisahkan kamar perempuan dan laki-laki, tapi bukan berarti kalian bisa berbuat seenaknya." peringat Divya.
"Dan selain ada kantin, lantai lima ini juga ada perpustakaan mini, ruang santai, lalu juga dapur."
"Kalian bisa kapan saja tidur di sini bahkan kalau ada yang kost bisa pindah ke sini." jelas Bu Divya.
"Nah, selanjutnya kalian bisa cari kamar kalian masing-masing sesuai nama yang tertera di pintu kamar." titah guru itu.
"Ah, iya saya lupa satu hal. Batas untuk keluar atau masuk ke asrama jam sebelas malam. Jika kalian dari perpustakaan silahkan ambil surat dari mesin yang ada di perpustakaan. Lalu, perlihatkan pada penjaga dan ingat surat itu hanya berlaku sekali dan kalian tidak akan bisa menipu sekolah." peringat Divya, lagi.
"Ashiaaap bu Didip."
"Divya, Jexan. Nama saya Divya. Jangan lupa untuk mengatur kunci kamar."
"Ngatur hati ibu juga boleh ga?" goda Jexan jahil.
×÷×÷
Allean memilih istirahat sebentar di kamarnya yang menurutnya cukup luas dan lengkap.
Gadis itu merebahkan tubuhnya penat, hingga deringan ponsel mengganggu aktivitas santainya. Ia melirik sekilas nama yang tertera di layar panggilannya, sebelum menggeser tombol hijau dan mengangkatnya
"Halo Pa?"
"BUNRA! BUNRA DIMANA?"
Allean menjauhkan kupingnya dari ponsel. "Di sekolah, emang kenapa?"
"Sekolah? Kok malem-malem? BUNRA BOHONG YA?!"
"Engga, Bian Bunra ga bohong. Ini lagi di asrama sama teman-teman."
"Asrama? Kenapa Bunra di asrama? Bunra kan punya rumah." protes suara anak kecil yang terbilang menggemaskan.
"Karena di sekolah Bunra emang ada asramanya."
"Ihh, Bunra pulang ajaa! Bian mau tidur bareng Bunra. Papa pergi ke Surabaya."
"Mana bisa Bian, tidur sama Kakek dan Nenek aja ya?"
"Gamau! BIAN NGAMBEK! BUNDA ANRA JELEK!"
Sabungan di matikan sepihak bersamaan dengan helaan nafas Allean yang telah melempas ponselnya sembarang. "Akibat terlalu dimanja Papanya."
×÷×÷
"Buah nangka dikasih pepaya,"
"Mantep!" seru seisi pojok belakang kantin.
"Kok mantep? Cakep dong!" tegus Jexan.
"Cakep!"
"Diambilnya pas kondangan si Pitong."
"Cakep 2!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKANAFS [on going!]
Fiksi RemajaTerlalu banyak rahasia yang di sembunyikan Alleanra dan Kakeknya. Alleanra yang disayang dan Alleanra yang di manja, menjadi sosok permata yang selalu bebas tanpa tekanan apa-apa. Sayangnya yang terlihat bukan itu kebenarannya. Dia bebas namun sanga...