"Kamu percaya reinkarnasi?"
• Calysta Prinzessin Glacier, 19 thn.
🌼🌼🌼
"Aku tidak percaya."
• Valrich Nocte, 22 thn.
🌼🌼🌼
"Dia itu keras kepala, ... ."
• ???, 24 thn.
🌼🌼🌼
"Lysta, sebentar lagi akan turun hujan. Sebaiknya kita pulang sebelum gerimis."
Perkataan seseorang disamping sama sekali tak ia hiraukan, dirinya malah asyik menatap tangannya yang sedang menggerakkan sebuah krayon membentuk sebuah garis sesuai perasaannya di atas kertas.
"Kita bisa tersambar petir." Lanjut orang tadi.
"Mendung tak berarti hujan akan selalu datang."
"Fuhh.. Aku pusing."
"Pusing? Perlu aku pijatkan kening mu?"
"Bukan begitu, aku pusing dengan kelakuan orang bernama lengkap Calysta Prinzessin Glacier ini."
Seseorang yang sering dipanggil dengan nama Lysta tersebut menutup buku yang ia gunakan sebagai alas menggambar lalu memasukkan krayon krayon yang ia pakai ke tempatnya semula.
"Ayo pulang, aku tidak ingin dirimu sakit." Lysta beranjak dari rerumputan yang ia duduki dan membersihkan bagian belakangnya dari sisa tanah yang menempel.
"Tidak jadi menyelesaikan gambaran mu terlebih dahulu?"
"Tidak, perasaan mu itu lebih penting tahu."
"Bagaimana dengan dirimu sendiri?"
"Apa?"
"Perasaanmu."
"Ah, dasar. Baiklah, kita akan berteduh dibawah pohon ini lebih lama lagi."
🌼🌼🌼
"Omong-omong, Val, bisa ambilkan aku satu bunga dandelion di sana?"
Lysta menunjuk ladang Dandelion di sebelah Selatan tepat di depan tebing yang curam.
"Tentu saja, tuan putri." Val tersenyum ke arah Lysta, namun Lysta menanggapi nya dengan memasang ekspresi aneh.
Setelah beberapa menit berkeliaran di ladang Dandelion, akhirnya Val kembali dengan membawa dua tangkai Dandelion di tangannya.
Ia memberikan satu bunga Dandelion tersebut kepada Lysta.
"Tidak baik membuat permohonan sendiri kan?"
"Jauh jauh dariku."
Mereka berdua menutup mata sembari menggenggam Dandelion masing masing dan menghadap ke tempat dimana matahari terbenam.
Mulai mengucapkan permohonan serta meniup Dandelion sudah dilakukan oleh mereka.
"Jadi Lysta, kita pulang?" Val menoleh ke tempat Lysta berdiri. Ternyata gadis bersurai burnette tersebut masih memejamkan matanya erat erat.
Val pun menghela nafasnya panjang dan kembali ke pohon tempat mereka berteduh.
Disana, Val membereskan peralatan gambar milik Lysta dengan telaten, apapun yang dirapihkan Val itu selalu rapi, apalagi merapihkan peralatan milik Lysta, Val sudah sangat hafal tempat tempatnya.
"Ayo Lysta, kita pulang!" Seru Val dari kejauhan.
"Sudah merapihkan alat alat gambar ku belum?" Sahutnya masih dengan memejamkan mata.
"Tentu saja sudah, tuan putri. Ini perintah mu bukan?" Val terkekeh kecil membayangkan reaksi Lysta yang menahan senyumannya di depan sana.
"Oh Val, lihat! Matahari nya muncul!" Lysta terlihat. sengaja mengalihkan pembicaraan dengan
Val refleks menoleh dan tersenyum lebar.
"Tuan putri, perkataan mu benar!""Jangan panggil aku tuan putri!"
"Ayolah, apa guna nya nama 'Prinzessin' jika tidak dipanggil tuan putri?"
"Untuk mempercantik namaku, itu saja! Oh iya, aku tidak mau turun malam malam." Lysta berjalan duluan karena nampak kesal dengan perkataan Val barusan.
"Tunggu Lysta! Alat alat gambar mu!"
"Kamu yang bawa saja. Jangan khawatir, akan ku traktir Apfelstrudel di tempat bibi Marie besok sore."
"Apapun untuk Apfelstrudel tentu nya. Terimakasih Lysta!"
Val membawa semua alat gambar milik Lysta dengan gembira dan penuh semangat.
"Aku tidak berjanji."
"Awh, itu sangat menyakitkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Art And The Dandelions
Novela Juvenil"Bunga Dandelion itu melambangkan kesetiaan, kebahagiaan, pengharapan serta cinta." "Dari semua simbol tersebut, simbol mana yang kamu gunakan saat memetik kan ku bunga Dandelion?" "Semuanya." ! Warning: fantasy, semi-romance, sometimes cringe, curs...