Part 2

12 2 0
                                    


Awas typo!!!

Paham betul Karin. Menyiapkan pernikahan selama seminggu ini betul menguras waktu. Belum lagi keduanya sama sama sibuk. Karin cuma beberapa kali bicara itu pun membahas pernikahan ataupun alasan kenapa Pak Devan mau menikah dengan Karin.

Selama seminggu ini, sikap Pak Devan belum terlihat seperti apa. Yang ia, tunjukan ya sama aja gitu kaya di perusahaan. Cuek, diem, dingin, dan bicara seperlunya.

Malam setelah pernikahan itu Karin dibawa ke salah satu perumahan besar di daerah yang sedikit jauh dari tempatnya tinggal. Ke dua orang tua mereka sudah balik ke rumah masing - masing. Karin ga tega sebenernya untuk menikah dengan orang yang ia tidak cintai apa lagi belum dikenal. Mau seperti apa rumah tangganya nanti?

Tiba larut malam. Karin dan Devan masuk ke rumah yang besar sangat. Devan membawa Karin untuk langsung ke kamar saja sekalian bersih - bersih.
Karin pikir Pak Devan tidak terlalu banyak menurut.

Ketika keduanya selesai bersih - bersih dan sudah untuk berbaring.

"Saya mau bicara serius sama kamu Rin." Ucap Devan. Gerak geriknya tidak menunjukan untuk bangun duduk.

Karin pun ikut tetap berbaring.

"Iya bicara aja mas." Ohiya, tanpa diperintah lagi oleh Pak Devan. Karin memang udah mulai untuk bicara menggunakan kata 'Mas'. Devan sendiri ga keberatan dengan sebutannya itu.

" Saya mau bicara karena kamu udah jadi istri saya. Jangan pernah macem - macem, jaga nama baik saya. Kamu masih boleh kerja di perusahaan, dengan syarat jangan sampe ada yang tau  di perusahaan. Bukan, saya menyembunyikan pernikahan kita. Kamu aja belum bilang ke teman sekantor  kalo kamu menikah? Saya masih mau kamu nikmatin hidup yang kamu mau. Saya harap kamu ngerti."

Bener, perkataan Devan bener apa adanya. Karin belum bilang kalo dirinya sudah menikah. Apalagi jika dia bicara pada teman temannya bahwa ia menikah dengan CEO-nya sendiri. Hal yang tidak mengenakan pasti akan datang jika dirinya jujur.

Yang hadir tadi pun kebanyakan dari teman ataupun rekan bisnis Devan. Ditambah tamu dari kedua orang tua mereka.

"Iya tau saya, saya juga ga mau pamerin kamu jadi suami saya. Jauh dari ekspetasi, malah udah sah. Hadeuh, salah apa ya saya." Suaranya mengecil setalah mengucapkan 'Suami saya'.

Duh, mulut. Karena udah biasa ngomong blak-blakan Karin ga mikir dulu kalo sekarang ini ada Devan yang lagi di sebelahnya dan pasti denger apa yang Karin bicarakan.

Mendengar ucapan Karin yang tidak sesuai, Devan membalikan badan untuk menghadap ke arah Karin.

"Kehadapan saya coba." Suaranya udah mulai berubah.

"Iya ini udah."

"Bilang apa kamu? Saya ini masih suami kamu. Harus kamu hormati jangan sampe saya berbuat hal yang diluar batas. "

Karin yang mendengar sudah menunduk takut.

Lanjutnya

" Saya tahu ini pernikahan memang kemauan saya. Disini, saya suami kamu. Setatus saya suami kamu. Kamu, suka ga suka harus jalanin setatus kamu sebagai istri saya. Maaf saya belum bilang ke kamu, saya orang yang kasar. Jangan lagi lagi kamu bicara seperti itu ke saya. Saya ga tahu, setelahnya kamu bicara itu apa yang bakal terjadi"

Mendengar ucapan yang Devan kasih ke Karin. Karin bisa simpulkan bahwa Devan selain dirinya kepribadian yang cuek, dingin, dan irit bicara di dalam dirinya itu masih ada dirinya yang bersikap kasar.

Baik, Karin mengerti.

Karin sudah berani untuk menatap wajah Devan yang miring ke arahnya.

"Iya. Maaf." Ucap Karin.

" Iya. Maaf juga perkataan saya yang menyakiti kamu."

Diam. Keduanya diam sambil menatap satu sama lain. Karin jatuh pada pesona Devan yang sungguh sempurna. Dari pahatan wajahnya tidak ada yang cacat sama sekali. Hidung yang mancung, alis tebal, dan bibir yang menggoda.

Lain ke arah Devan, Devan sendiri melihat Karin amat lembut, wajah Karin ini kalem bercampur dingin. Cocok dengan kepribadian Karin yang tiap hari Devan lihat di kantor.

" Kalo saya minta kamu malam ini boleh?" Tanya Devan.

"Minta apa?" Bingung Karin.

"Ya, seperti malam pasangan setelah nikah. Hubungan badan?"

Karin sempat memikirkan ini jauh hari sebelum menikah, dugaan Karin benar kalo Devan akan meminta haknya.

"Hmm, saya belum siap mas. Saya belum siap untuk punya anak lebih dulu."

"Kenapa? Satu kali main belum tentu jadi ko."

"Tetep aja saya ga mau. Jangan dipaksa dong kalo ga mau." Suara Karin sedikit meninggi.

Devan mendengar suara Karin tinggi tak terima, "Apa mau kamu? Udah kewajiban kamu buat melayani saya, Karin."

"Ya saya ga mau punya anak dulu. Kalo mas mau berhubungan sama saya, saya juga belum siap. Kapan - kapan aja ya mas. Bener deh. " .

"Ck, kamu ga ngerti." Devan beranjak dari kasurnya. Tubuhnya udah siap untuk keluar.

" Saya tidur di luar. Kalo kamu perlu sesuatu bisa ambil sendiri kan?"

Karin mengangguk mengerti.

Devan menutup pintu kencang.

"Gila, kenapa sih itu orang. Istri ga mau malah segala dipaksa. Durhaka baru tau rasa tuh. Untung ga jantungan" Dumel Karin.

Karin memilih abai dan mengambil posisi nyaman untuk tidur. Besok masih ada waktu untuk menghadapi sikap Devan.

***
Kasih tanggapan ya guys, takut jalan cerita ini ga nyambung huhuhu.

°Marriage°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang