April

142 26 2
                                    

April

Kedua bahunya tiba-tiba menegang begitu dua telapak tangan dingin sengaja ditempelkan pada leher jenjangnya. Terdengar pekikan yang lolos dari bibir sebelum ia mendongah untuk memastikan ulah siapa yang membuatnya sempat parno,

"Eh kakak!"

Tindakan yang barusan adalah ulah Vil Schoenheit yang saat ini sedikit menarik kedua ujung bibir hingga membentuk sebuah kurva yang samar. Amethystnya tertuju pada sebuah kotak makan yang coba untuk gadis itu raih kembali dengan garpu,

"Lho, hari ini bawa bekal?" Vil bertanya, disambut anggukan paten oleh Andela, "Apa menunya?"

"Dada ayam rebus dan salad kentang."

Tanpa ragu, Andela kemudian mencungkil ayam dan salad kentang dari bekalnya lalu menyodorkannya pada Vil. Sang ratu pun tanpa segan menerima kudapan yang disodorkan oleh mentornya. Kemudian menggunakan gigi untuk mengunyah dan lidah untuk mengecap. Astu terdengar dari mulut Vil yang membuat sang gadis bertepuk tangan kecil,

"Enak."

"Terima kasih, kak." balasnya, "Aku tidak tahu, kakak punya waktu luang."

Di sebrang kursi yang di duduki Andela, Adeuce masing-masing sibuk dengan urusannya setelah bertegur sapa dengan kakak tingkatnya yang kemungkinan sengaja datang untuk melihat Andela. Ace masih terpaku pada ponselnya, sedangnkan Deuce kembali melanjutkan kegiatan makannya.

"Aku sengaja mencarimu." Ucap sang ratu, tanpa diketahui oleh Andela, ekspresi Vil mulai berubah dengan sebuah perempatan yang terpampang jelas pada keningnya.

Kedua tangan Vil yang sebelumnya berada di kedua pundak Andela, kini beralih pada telinga sang gadis. Sepenuh hati yang melibatkan sedikit perasaan geram pada murid perempuannya ini, pria pirang tersebut menarik kedua daun telinga itu dengan mantap,

"Siapa yang terlambat tadi, hmmm??"

"Aaaa──sakit kak. Sakit── Andela mengaduh. Jeweran Vil terasa begitu panas, gadis itu paham betul setelah Vil meninggalkan bekas merah di kedua telinganya, ia juga berniat melakukan hal yang sama pada kedua pipinya,

"Ih sakit tau kak..."

"Biar saja." Cecarnya, "Kenapa bisa terlambat? Kan aku bilang, tidur paling lambat itu pukul sembilan malam! Kupingnya dipakai tidak sih!?"

"Aku malah tidur jam delapan tadi malam, kak."

"Terus. Jawab aja."

Adeuce masing-masing bungkam menelan saliva. Mereka begitu takut untuk mengangkat kepala dan melihat apa yang sedang dilakukan mentor dan muridnya dalam hiruk pikuk kafetaria. Bahkan kedua pemuda itu merasa sedang bercemin saat ini, mereka hidup dalam asrama dengan kurang lebih delapan ratus peraturan yang musti dituruti.

Andela pun merasakan hal yang sama, namun perbedaan yang terlihat signifikan saat ini adalah Adeuce harus mengikuti peraturan tertulis sang ratu hati dan ancaman kolar jika tidak diterapkan dengan baik, sementara Andela musti mengikuti setiap aturan lisan yang keluar dari Vil dan ganjaran yang di dapat oleh Andela selalu di eksekusi dalam Pomefiore.

"Lalu kenapa bisa kesiangan? Kau bisa membuat bekal berarti waktumu banyak dan seharusnya tidak akan membuatmu terlambat."

"Maaf kak." sesal Andela, "Aku terbangun jam dua dini hari dan tidak bisa tidur lagi, karena bingung, aku buat saja bekal ini..." katanya, "Eh ketiduran lagi, hehe."

Vil memicing, terlihat menerima alasan yang didengarnya. Sang penyihir tahu betul, gadis yang menjadi muridnya ini tidak pernah mengatakan kebohongan. Kemudian telunjuknya tepat menuju kedua kepala berbeda warna yang masih mengunyah makanan mereka dalam diam,

CamaraderieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang