"Kita butuh tali," ucapku sambil melihat ke arah luar jendela. Rendi dan Aldi bergegas membongkar apapun yang ada di sekitar mereka.
"Sebelum naik ke atas, gue sempet ngeliat ada beberapa anak siswi kelas satu yang dikunci di toilet sama geng cewek kelas," jelas Rendi kemudian seakan teringat sesuatu. Ia langsung memandangku.
"Dan kalo gue gak salah denger, salah satu dari mereka anak pindahan dari jepang," sambungnya lagi.
Mataku langsung terbelalak dan kulihat Aldi berhenti mencari.
"Reina...," gumamku dan langsung berputar, mencengkram kerah leher Rendi. Reina dikunci?!
"Apa maksud lo? Siapa yang berani ngunci adek gue, hah?!"
"Ren... Ren... " Aldi berusaha menyadarkanku. Namun aku terlalu marah. Pemikiran bahwa ada yang menyakiti Reina di hari pertama kami sekolah benar-benar membuat emosiku meledak.
Rendi menatapku takut. "G-gue gak tau!"
"Terus kenapa lo biarin?! Kenapa lo gak nolongin dia?!"
"Gue sumpah nolongin mereka waktu itu. Tapi situasi tiba-tiba kacau gara-gara zombie-zombie ini! Gue gak tau harus ngapain! Temen gue sendiri mati di depan mata gue!"
BBAAKKK!!!
Suara dentaman dari pintu. Sontak kami bertiga langsung menoleh ngeri.
BBAAKKK!!! BBAAKKK!!!
Pintu gudang hampir terdobrak. Engsel teratas seakan mulai lepas. Suara perdebatan kami ternyata memicu kedatangan para mayat hidup dan membuat mereka semakin berkumpul di depan pintu untuk memaksa masuk. Dan dengan cepat Aldi menepuk bahuku dan Rendi.
"Pending dulu perkelahian kalian. Lebih baik cepat keluar dari sini sebelum kita bertiga mati," ucapnya kesal.
BBAAKKK!!!
Lagi hantaman terdengar semakin kuat dan cepat diiringi suara erangan buas para monster dengan gigi yang siap menembus dan mengoyak daging kami.
"Tangkap!"
Aldi melemparkan tali padaku. Dan aku bergegas mengikatnya dengan cepat ke salah satu tiang lalu melempar ujungnya keluar jendela.
Aldi menyarungkan tongkat bisbolnya sekaligus dua pedang kayu milikku ke tas peralatan kusam yang ia temukan di dalam kotak sebelum kemudian turun ke bawah dengan cepat. Kami berlomba dengan waktu. Setiap detik yang terlewat sama dengan tiap engsel pintu yang hampir lepas, meja-meja yang mulai terdorong dan memunculkan tangan-tangan buas yang ingin meraih kami. Rendi memberi tanda bahwa di bawah aman. Aku menggangguk
lalu mendorong Reno agar turun lebih cepat. Dan sialnya, baru saja Reno sampai di bawah dan tanganku ingin meraih tali, pintu terdobrak parah dan para mayat hidup itu pun langsung berlari mengejarku.Sial!
Tanpa pikir panjang , aku langsung melompat ke luar sambil berpegangan dengan tali. jantungju hampir saja berhenti berdetak dan napasku ngos-ngosan ketika tubuhku membentur lantai koridor dengan keras. Tulang bahuku serasa akan patah. Zombie yang ikut melompat bersamaku langsung terjun bebas ke tanah dengan kepala pecah dan otak yang tercerai berai di pernukaan semen. Kulihat Rendi hampir muntah. sedangkan aku tak memiliki apapun lagi di perutku untuk dimuntahkan!
Aldi mengembalikan senjataku. ia sendiri bersiaga dengan tongkat besinya yang terlihat mematikan sementara Rendi menggenggam erat palu yang digunakannya untuk membolongi otak petugas kebersihan sebelumnya. Entah kenapa, aku merasa mual melihat palu itu dibanding pedang kayuku saat ini.
Kami bergegas menuju toilet anak kelas satu yang dimaksud Rendi. Lantai dan dinding penuh dengan bercakan darah. Bau anyir darah tercium dimanapun kami melangkah. Namun tak ada mayat yang benar-benar mati. Tak ada tubuh yang bergelimpangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape From The Dead
HororSebuah virus mematikan menyebar di SMA Tunas Abadi. Mereka yang tergigit berubah menjadi mayat hidup mengerikan yang haus darah. Dalam upaya menyelamatkan sang adik dan bertahan hidup, Reino dan teman-temannya harus berjuang untuk keluar dari sekol...