Thursday Night

229 21 4
                                    

Sierra

Karena Jae nggak mau kalau pernikahan ini di tau publik, jadi banyak gosip tentang gue di kampus, yang hamil tanpa nikah. Perut gue yang udah berumur 4 bulan pasti tercetak jelas.

"Muka si lugu taunya badannya enggak lugu haha".

Gue melirik kebelakang ke arah Reyhan yang lagi ketawa-ketawa bareng temannya sambil sesekali melihat ke arah gue. Udah pasti orang yang dia omongin itu gue.

Tanpa gue duga Yena yang duduk di samping gue kini berdiri menunjuk Reyhan. "Maksud loh apa ngomong gitu? Lo masi sakit hati karena di tolak Sierra? Yahh kasian sadboy.. lo jelek si..".

Sontak Reyhan yang mendengar omongan Yena langsung menegakkan badan. Raut wajahnya mengeras. "Lo!! Gue nggak ada masalah sama loe ya. Mending lo hati-hati bisa aja cowok lo main sama Sierra".

Yena hampir aja nyamperin Reyhan kalau gue nggak cepat-cepat nahan tangannya. "Yena udah Yen.. jangan cari masalah plis".

"Tapi dia duluan yang cari masalah sama lo Ra.. lo jangan diem aja dong. Lo mau di cerita nggak bener mulu?"

"Ya nggak gini caranya..plis jangan kesana". Gue sekilas melihat Reyhan yang tersenyum puas melihat Yena dipenuhi emosi. Kalau boleh jujur, gue juga kesel dan pengen bangat nyakar muka Reyhan tapi itu malah memperparah situasi. Nggak nyelesaiin masalah.

Beruntung Chiko datang sebelum Yena membuat keributan lebih lanjut. "Ada apa ni?".

"Ko, bawa si Yena keluar sebelum dia berantem sama Reyhan pliss..". Tukas gue.

"Trus lo?". Tanya Chiko sementara nahan Yena.

"Apasi lepasin.. gue mau kasi pelajaran sama tu jamet". Omel Yena meronta.

"Gue nanti nyusul abis ketemu bu Since". Celakanya buk Since jadi dosen pembimbing gue dan makin rumit deh penyelesaian masalah gue setelah terlambat dikelasnya.

"Yaudah kita duluan ya Ra". Meskipun keliatannya bingung, Chiko tetap nurutin omongan gue dan membawa Yena pergi. Emang cocok Chiko ama Yena yang satu emosian satunya penyabar cinta damai.

"Ra cepet nyusul jangan lama-lama di kelas bareng tu jamet nanti loh di pelet". Seru Yena yang akhirnya nurut di ajak Sama Chiko. Disisi lain Reyhan tambah kesel di katain sama Yena.

"Untung cewek! Kalau cowok udah gue pukul!". Umpatnya pada Yena. Gue sendiri memilih bergegas pergi ke ruangan buk Since sebelum situasi makin runyam.

"Kenapa nggak cuti aja kamu?" Kata buk Since setelah melirik perut gue sekilas. "Kayaknya kamu belum siap buat lulus". Formula kalimatnya si biasa aja.. tapi intonasinya itu loh, bikin mental nge-zumba.

Keajaiban yang paling mustahil adalah kalau buk Since bakal nerima tugas yang telat di kumpulin. Gue berahir dapat nilai E setelah tugas gue di tolak mentah-mentah. Mau nangis darah pun nggak bakal rubah apapun. Semua upaya gue begadang buat nyelesaiin makalah ini jadi terasa sia-sia. Otak gue menangis melihat ini.

Setelah keluar dari ruangan buk Since, gue mengecek chat dari Yena. "Masi di ruangan buk Since? Gue ama Chiko ada di kantin. Lo mau makan apa biar kita pesanin dulu". Kata Yena di ruang obrolan.

Gue menghela napas panjang, mengingat masalah sama buk Since bikin gue kehilangan nafsu makan. Jadi kangen rumah, pengen meluk ibu, kangen Sheila sama bapak juga. Gue memutuskan menelpon ibu setelah membalas pesan Yena.

"Bentar lagi gue kesana abis nelpon".

Panggilan gue di angkat pada dering pertama, suara ibu terdengar hangat di ujung sambungan. "Halo Nak, tumben nelpon jam segini, nggak kuliah?".

My Day Is YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang