Jae
Pagi-pagi tidur gue udah di usik sama keributan yang di ciptakan Sierra dari dalam kamar mandi. Kalau biasanya gue mendengar suara muntahan, sekarang yang gue dengar malah suara rintihan.
"Kak Jae, tolongin aku ini sakit bangat".
"Ck apaan si?" Gue nyaris mengabaikan dia dengan menghalangi pendengaran gue menggunakan bantal. Tapi ringisannya yang kedua kali buat gue sadar kalau cewek itu beneran sedang kesakitan.
"Kak Jae sakit! Tolongin!"
Gue terperanjat, membuka mata secara tiba-tiba lalu tergesa-gesa ke bathroom. Dada gue berdetak tak karuan saat melihat Sierra tergeletak lemas di samping toilet memegang perutnya. Ada sedikit darah mengalir dari paha ke kakinya. Mengotori lantai kamar mandi hingga menjadi merah.
Gue kaget. "Eh lo kenapa?".
"Perut aku sakit ka". Katanya merintih kesakitan. Wajahnya keliatan lebih pucat. Gue yang syok sempat blank nggak tau harus ngapain, akibat terdesak. Sampai pikiran gue sedikit jernih gue akhirnya mengangkat tubuh Sierra pelan-pelan, seolah isi perutnya akan jatuh kalau gue nggak hati-hati.
Gue menyetir mobil gila-gilaan, berharap bisa membawa Sierra ke rumah sakit secepat mungkin. Kejadian ini bikin gue agak merasa dejavu.
"Sakit bangat ka.. tolongin aku".
"Iya ini gue lagi usahain bawa lo ke RS". Gue juga panik anjir. Nggak mau dia kenapa-napa, entah karena gue mungkin bakal ngecewain mama atau karena sisi kemanusiaan, atau karena alasan lain. Intinya gue peduli. "Tahan Ra, demi anak lo, anak gue juga itu, lo harus jaga baik-baik. Bentar lagi kita sampai".
Gue bukan orang baik, yang taat agama, tapi kali ini diam-diam gue berdoa dengan tulus untuk orang lain. Bukan, bukan orang lain soalnya dia istri gue.
Kita sampai di rumah sakit beberapa menit kemudian. Sementara menunggu dengan perasaan khawatir gue menelpon orang rumah, juga orangtua Sierra. Tentu aja mereka nggak kalah panik nya sama gue, lebih panik malah.
"Keluarga ibu Sierra?".
Gue spontan berdiri, "saya dok, saya suaminya" lucu ya, beberapa bulan yang lalu gue ngaku sebagai om nya sekarang gue ngaku sebagai suaminya. Hidup emang se becanda itu.
"Kondisi janin ibu Sierra cukup lemah karena stress. Kondisi ibu sangat mempengaruhi bayi, selain itu bu Sierra kurang istirahat kondisi fisiknya sendiri lemah, saya harap anda bisa lebih memperhatikan itu, mulai sekarang ibu Sierra di saran kan mengurangi aktifitas fisik". Jelas dokter.
Sierra siuman nggak lama setelah gue masuk ke ruang rawatnya. "Apa si yang bikin lo stress sampe segitunya?" suara gue tertahan. "Kenapa lo yang harus stress? Padahal, lo yang ngacauin hidup gue, karir gue hampir rusak, lo juga bikin gue harus hidup sama orang yang nggak gue suka? Seharusnya gue yang stress bukan lo".
Gue tau gue keterlaluan, masalahnya gue terlalu kesel sama keadaan dia yang kayak sekarang. Gue kesel dia sakit. Kan gue juga yang susah. Gue nggak suka perasaan cemas kayak gini, bukan cuma gue, semua orang juga pasti cemas gara-gara dia.
Bibirnya bergetar. "Maaf" ucapnya lemah.
"Bisa ngak si lo nggak minta maaf mulu? Capek gue dengernya tau nggak. Lo yang minta maaf kenapa gue yang rasa bersalah?". Kata gue agak menggertak membuatnya terkejut. "Kalau bukan lo yang ngebela diri lo sendiri, siapa lagi? Kenapa lo selalu nurut aja di salahin? Nge bantah kek bilang apa kek, supaya orang nggak nyalahin lo.. lo nggak akan keliatan baik cuma karena lo diam aja"
Segala kekesalan gue selama ini gue sampein, nggak peduli dia baru aja sadar.
"Emang boleh?" Ucapnya lirih membuat mengerutkan alis. "Emang orang kayak aku, yang udah hancurin hidup orang lain pantas ngebela diri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Day Is Yours
Roman d'amourMarried By Accident Jaedennis kira, dengan berpura-pura jadi gay bisa memghindarkan dia dari desakan ortu buat disuruh nikah. Ternyata trik itu malah membuat dia dalam masalah dengan temen kemanakannya.