California, Februari 2018
Ruangan berukuran 4x6 meter itu gelap. Walau begitu, Rinda bisa dengan jelas mengetahui tata letak barang-barang yang ada di sana. Ruangan itu adalah ruang kerja Edwin, suaminya. Saklar di dekat pintu dia nyalakan. Kakinya berjalan pelan, sesekali matanya menjelajah ke sekeliling untuk memeriksa keadaan. Rinda merasa bersalah, namun dia yakin dengan apa yang dia perbuat sekarang. Dia adalah istri sah Edwin. Ini adalah ruang suaminya, meja kerja suaminya. Mengapa harus mengendap-endap? Dia bukan pencuri. Dia nyonya dan pemilik rumah ini. Dia meneguhkan diri sekali lagi. Langkah Rinda terhenti sejenak. Mengatur nafas dan mulai membuka laci meja kerja Edwin yang tak terkunci. Dia harus keluar dari itu sesegera mungkin sebelum suaminya datang dan mungkin membuat keadaan makin kacau.
Di laci pertama yang dia buka, beberapa kertas dan buku kecil tersusun rapi seperti biasanya. Laci ke dua dan berikutnyapun sama, masih rapi dan tak mencurigakan seperti yang terakhir kali dia rapikan. Edwin bukan tipe pria yang suka sesuatu terlalu rapi, tapi Rinda biasanya datang sesekali untuk merapikannya. Namun belakangan ini, sikap Edwin sedikit berbeda. Sudah hampir dua minggu lebih dia sering mengurung diri di ruang kerjanya tanpa tahu waktu. Bahkan tak jarang Edwin baru kembali ke kamar pagi hari. Rinda sudah sempat menanyakan perubahan sikap suaminya itu. tapi seperti biasanya, sikap tenang dan misterius Edwin menjadi jawaban atas kegundahan Rinda. Puncak dari semua kegelisahaanya adalah cek-cok mereka semalam. Ketika pintu ruang kerja Edwin tak sengaja terbuka karena pemiliknya sedang menerima telepon, Rinda tanpa motif memasuki ruangan itu dan meletakkan secangkir americano dan sepiring brownise. Terlihat beberapa kertas dan dokumen berserakkan di meja Edwin. Mata Rinda kala itu mencoba menjelah karena penasaran. Namun belum sempat dia menerima isi dari dokumen itu, Edwin tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya dengan kalimat terkejut atas keberadaan Rinda. Sesegera mungkin dibereskannya dokumen itu dan memasukkannya kembali ke dalam map merah yang terletak di ujung meja. Rinda yang penasaran dengan sikap aneh suaminya itu hanya bertanya, namun Edwin sepertinya tengah kelelahan. Tanpa sadar, jawabannya melukai Rinda yang tak tahu apa-apa. Cek-cok kecil antara keduanyapun terjadi. Sampai akhirnya suara kedatangan Aurel, putri mereka yang akhirnya membuat mereka menahan diri untuk saling melontarkan nada tinggi. Saat itu, Rinda terpaksa menurunkan egonya karena tidak ingin Aurel mengetahui pertengkaran mereka.
Namun siang ini, niatnya untuk mencari tahu apa yang terjadi pada suaminya sudah mencapai puncak. Rasa penasarannya tidak terbendung. Dia harus mengetahui apa yang terjadi. Setelah hampir 10 menit memeriksa meja kerja Edwin dengan mata waspada, dia merasa putus asa karena tidak menemukan sesuatu. Rinda lelah. Dia duduk di kursi hitam milik suaminya dengan wajah penuh kegelisahan. Dia mengingat-ingat semua kejadian yang belakangan terjadi. Sedetail mungkin, serinci mungkin hingga tak ada memori yang boleh terlewat tentang awal mula perubahan sikap Edwin. Sampai akhirnya dia melonjak. Dia sadar sesuatu. Ya!!! Dia salah tempat. Rinda berlari keluar sesegera mungkin setelah merapikan meja dan laci suaminya. Kali ini dia tak boleh kehabisan waktu, pikirnya. Sampailah dia di ruang keluarga tempat mereka biasa menyalakan perapian dan berkumpul saat salju turun. Rinda berdiri di dekat meja telepon rumah yang memiliki dua laci kecil tempat mereka biasa menyimpan surat-surat yang datang. Dengan teliti ia mengecek ratusan surat yang tersusun rapi berdasarkan tanggal kedatangannya. Sampailah dia pada sepucuk surat beramplop coklat dengan kode Indonesia. Rinda gemetaran. Tubuhnya mendadak dingin dengan aliran darah yang mendesir cepat. Selama berada di Amerika sangat jarang mereka mendapat surat dari tanah air. Kenapa tiba-tiba sepucuk surat ini terselit diantara ratusan surat lainnya? Tanpa berlama-lama, dia menguatkan tekat membuka surat itu. Sesaat kemudian dia terdiam. Matanya melebar tak percaya. Kali ini aliran darahnya berdesir lebih cepat dari sebelumnya. Namun dia berusaha tegar. Walau isi surat itu mencekik, ada sedikit kelegaan yang entah datang dari mana setelah mengetahui jawaban atas segala pertanyaannya selama beberapa hari ini. Di ruang keluarga itu, tempat biasa mereka bersama mendengarkan Tian bermain gitar dan menyanyikan lagu Ed Sheeran, Rinda akhirnya menemukan sebuah kebenaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
dandelions
Подростковая литератураDandelions adalah cerita tentang persahabatan dua orang anak laki-laki yang memiliki sifat dan cita-cita yang berbeda. Mereka dipertemukan secara tidak sengaja hingga akhirnya takdir membawa keduanya pada kisah pelik yang tak pernah disangka. Persa...