Chapter 6: Pahlawan Gaun Biru

14 2 0
                                    

Jakarta, Januari 2018

Januari yang cerah datang tanpa permisi pada alam. Angin hangat di bulan Januari masih dengan setia menimang banyak nyawa yang larut pada hingar bingar tahun baru yang telah lewat 3 hari. Adalah Jerom, yang pagi itu masih membenamkan dirinya di bawah selimut hangat bergambar Detective Conan, kartun animasi favoritnya. Bundanya yang sejak pagi sudah berisik untuk mempersiapkan segala keperluan Jerom hari ini tidak membuat anak berkulit putih itu terganggu dari tidurnya. Hanya sesekali Jerom bergumam berat ketika bundanya menanyakan sesuatu.

Tak lama setelah itu kamarnya kembali sunyi, pertanda bunda telah berangkat. Hatinya kembali damai. Kesendirian memang menjadi temannya sejak lama. Walau Jerom terlihat seperti seseorang yang hangat, ceria, dan ramah di depan banyak orang, dia adalah sosok anak yang lebih memilih kesendirian untuk mengembalikan suasana hatinya menjadi lebih baik. Dia mencintai kesunyian, mungkin lebih tepat dia berteman dengan kesunyian itu.

Pukul 9 pagi dia terduduk di ujung kasur kamarnya. Matahari tahun baru ini terasa lebih terik dari biasanya. Dia menoleh ke arah jendela. Pantas saja, sejak tadi dia merasakan sengatan panas yang mengusik tidurnya karena gorden kamar terbuka begitu lebar. Ini pasti kerjaan bunda. Bunda pasti tidak ingin dia tidur terlalu lama dan akhirnya begadang di malam hari. Jerom mulai berprasangka buruk.

Tiba-tiba perutnya terasa lapar. Dengan sempoyongan dia berjalan ke luar kamar menuju meja makan yang hanya berjarak 5 meter. Diambilnya selembar roti bakar yang sudah dingin dan mengunyahnya sambil berjalan menuju ruang nonton tv. Jerom ingat, hari ini ada siaran pertandingan basket dimana Cleveland Cavaliers akan berhadapan dengan Orlando Magic pada lanjutan musim reguler 2017-2018. Dia dengan antusias memencet remot dan dengan serius menonton pertandingan itu. Setelah hampir 45 menit berteriak antusias di depan TV LED besar itu, Jerom merasa kelelahan. Hari ini hampir tidak ada agenda apapun. Baiklah, mungkin hari ini memang hari kemerdekaan, gumamnya.

Kriiiiing....Kriing.

Baru 2 menit Jerom hendak kembali ke kamarnya, dia dikejutkan dengan bunyi dering telepon yang cukup mengagetkan. Dia sedikit asing dengan bunyi telepon yang didengarnya sepagi ini. Sambil sedikit berlari, Jerom meraih gagang telepon itu dan menyepa seseorang di seberang sana dengan ramah.

"Ini Jerom, kan?" terdengar suara anak laki-laki yang asing baginya, sama seperti dering telepon yang baru saja dia dengar.

"Bener, dengan siapa ini?"

"Ini gue, Michael. Anak 8A. Inget?" Jerom terdiam. Bukan karena dia tidak ingat, tapi telepon dari anak lelaki yang namanya baru saja dia dengar ini cukup mencurigakan, bahkan cenderung aneh. Bagaimana mungkin dia tidak ingat? Michael adalah salah satu tim basket 8A yang beberapa waktu lalu bertanding melawan timnya. Dan Michael juga adalah pemain yang membuat Bimo cidera. Agak aneh jika seseorang yang pernah menjadi lawanya tiba-tiba meneleponnya.

"Hallo? Jer?" ulang Michael seakan takut jika Jerom menutup telepon itu. Jerom yang sadar bahwa lawan bicaranya sudah lelah menunggu responnya itu akhirnya angkat bicara.

"Eh, iya kak? Loh ada apa ini? Tiba-tiba banget telepon."

"Hahaha sorry ya. Gue ganggu nggak nih?"

"Emm enggak sih. Kenapa kak?"

"Jadi gini, sabtu ini gue ulang tahun. Trus mau ngadain acara di rumah."

"Oh selamat ya kak." Michael reflek mengangguk sambil mengiyakan.

"Nah, gue mau ngundang elu sama siapa temen lu satu yang bule itu siapa namanya?" tanya Michael dengan nada penasaran.

"Tian? Christian, maksudnya?" Jerom kembali bertanya untuk meyakinkan jawabannya. Tak lama lawan bicaranya itu membenarkan. Jerom mendengar suara yang cukup berisik dari ujung teleponnya. Dia tidak bisa memastikan apa yang didengarnya yang sedikit jelas adalah dia mendengar tentang kue ulang tahun dan balon besar.

dandelionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang