Bab 16: Brothers Are Brothers

18 9 0
                                    

Suasana sarapan pagi di kediaman keluarga Yoon saat ini bisa dikatakan cukup mencekam. Seperti berada di tengah medan pertempuran saja. Jeno tak hentinya melempar tatapan tajam ke arah kakaknya, pun Sehun yang tak gentar memancing amarah sang adik. Membuat ketiga penghuni meja makan yang lain mendesah kesal dengan kelakuan kakak beradik itu.

Harusnya mereka berbincang hangat dan berbagi canda dengan gaya klasik sembari menikmati  baguette panggang dengan olesan blue cheese ber-topping ham dan daging buah alpukat. Bukan malah mendengarkan adu mulut keduanya yang terdengar seperti bocah taman kanak-kanak tengah berebut mainan.

Nyatanya Sehun dan Jeno berhasil menghancurkan mood sarapan pagi keluarga ini dengan tidak elegannya. Meski sang ibu sudah bersusah payah menyiapkan tambahan green salad dengan campuran buah zaitun dan tomat ceri, serta telur mata sapi kesukaan mereka.

Namun, usaha sang nyonya rumah berakhir sia-sia. Jika tahu begini, ia akan mengajak Tuan Yoon dan Manajer Kang untuk menikmati sarapan pagi di meja lain, dengan begitu mereka bisa menikmati hidangan di hadapannya dengan tenang dan lebih beradab.

Ibu dua anak itu mengerutkan kening, memutar bola matanya malas. Rasanya ia benar-benar sudah tidak tahan.

"Aku tidak akan membantu Hyung hari ini kalau Hyung tidak menghapus videonya?" ancam Jeno, mengarahkan garpu di tangan kirinya ke hadapan Sehun.

Sang idola yang tengah dimarahi tak sedikit pun gentar, justru mengangkat ujung bibir dengan santainya. Menyendok salad ke dalam mulut, Sehun terus mengunyah makanannya dengan gaya menikmati. Tak menghiraukan ancaman Jeno sedikit pun. "Kau pikir Hyung tidak tahu rencana jahilmu semalam. Permainan konyol yang kau usulkan saat kita makan malam, kau sengaja melakukannya untuk membuatku terlihat bodoh, 'kan?" Alis kanan terangkat, bukan sebuah pertanyaan, tetapi tuduhan yang sempat ia ragu untuk mengatakannya. Namun, ekspresi sang adik seolah membenarkan.

Tercekat. Kedua bola matanya berusaha menghindar. Jeno menurunkan garpu yang tadi ia angkat. Pundak tersungkur untuk menggerutu. Harusnya ia tidak perlu merasa kaget dan terlihat seperti maling yang tertangkap basah sekarang, tetapi apa boleh buat. Nyatanya tuduhan sang kakak benar adanya. "Itu karena kau sangat menyebalkan," gumamnya, mengambil satu iris baguette untuk memenuhi mulutnya, seolah ia tak ingin membahasnya lagi.

Sehun mengerutkan kening, menghela napasnya heran. Sebenarnya apa yang membuat sang adik kesal padanya? "Memangnya apa yang membuatmu marah kepadaku?"

"Aku tidak marah, hanya saja kesal padamu?" Jeno menggumam di balik kunyahan baguette panggang di mulutnya.

Rasanya tidak jauh berbeda definisi marah dan kesal itu bagi Sehun. Tetapi, melihat sikap sang adik, ia tahu pasti ada alasan yang jauh lebih masuk akal dari pada dua kata yang berdefinisi hampir sama menurutnya. Haruskah ia minta maaf untuk mengurangi rasa kesal sang adik? Sebagai seorang lelaki dewasa dan figur seorang kakak, Sehun merasa harus lebih peka dan bijaksana dalam mengatasi hal ini.

"Kalau begitu, Hyung min—" belum selesai ia mengutarakan maksud hati kepada sang adik, sang ibu berdeham meminta perhatian. Terpaksa Sehun diam dan mengurungkan niatnya.

"Bisakah kita menyelesaikan sarapan pagi dengan tenang?" ujar sang nyonya rumah. Terdengar lembut nada bicaranya. Namun, penekanan pada tiap kalimat membuat permintaannya terdengar seperti perintah. Tak mengingkari pandangan tajam yang ia arahkan kepada kedua putranya secara bergantian.

"Uhuk...! Kurasa aku terlalu banyak menambahkan blue cheese sehingga rasanya sedikit aneh," sahut Tuan Yoon yang tiba-tiba tersedak saat menikmati sarapannya.

Jeno menepuk punggung sang ayah pelan, sebelum kembali menikmati makanannya. Sementara itu di seberang meja, Sehun pun melakukan hal yang sama dengan sang adik. Menikmati sarapan paginya tanpa berkutik ataupun mencoba memancing pembicaraan lain.

Runaway RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang