10

5.7K 549 36
                                    

Masih di meja makan, beberapa orang telah berpamitan pada Tn. Jong serta ayah dan papi Win, selaku yang dituakan disana. Hanya ada beberapa orang yang masih sibuk berbincang soal bisnis, ataupun soal menjodohkan anak masing-masing.

Gulf baru menghabiskan potongan buah terakhirnya. Ia kenyang. Selain dari makanan, juga dari tatapan menilai banyak pasang mata.

"Phi, setelah ini mau lakukan apa?"
Itu suara ceria Win, ia bertanya pada Gulf. Ia menyandarkan tangannya di meja, dengan telapak menopang samping wajahnya.

"Hmm. Aku tak punya rencana. Mungkin akan kembali ke bungalow."
Gulf memang tak punya rencana jika Mew tak mengajak. Ia masih takut jauh dari Mew. Takut dicari dan berakhir merepotkan orang lain.

"Wahh phi, kau tak bosan? Di Bangkok kau selalu tinggal di mansion utama, dan di Phuket pun kau hanya akan bersantai di kamar? Tak boleh. Bukannya phi juga yg kemarin bilang, selagi di Phuket akan sayang jika hanya di kamar.
Aku akan mengajakmu keluar. Dengan atau tanpa izin phi Mew."

Dan setelahnya Win bangun dan mendekat pada Gulf. Menarik tangannya untuk berdiri. Mendelik tajam dengan bibir berdecak saat melihat Mew yang sudah akan memprotes.

"Kalau phi mau, ikut saja kita. Jangan harap aku membiarkan Phi Gulf kembali ke kamar kalian dan diam disana seharian."

Win kemudian menggandeng tangan Gulf sambil menyeretnya keluar restaurant. Saat hendak melangkah keluar pintu ia tiba-tiba berbalik dan
"Phi Bright. Kau juga sudah jadi patung? Ayoo..."
Lalu kembali berjalan sambil menggandeng lengan Gulf, diikuti Bright di belakang keduanya.

Saat Mew akan bangkit dan menyusul ketiganya, suara ayahnya menahannya sebentar. Suasana sudah sepi, tak ada orang lain selain pasangan anak dan ayah itu.

"Anak itu hebat juga kan, bocah. Baru sehari bertemu Gulf dan ia langsung bisa menggerayangi setengah badannya. Apa yang kau lakukan 5 tahun ini, hah? Sampai-sampai melupakan cinta monyetnya saja Gulf tidak bisa."
"Aahh... kau kan hanya menungganginya saja, sebulan sekali. Selagi bisa ditunggangi tak masalah hatinya untuk siapa, benar kan? Ckckck. Apa kau belum bosan juga? Kau kan sudah punya Newwie, jadi cepat hamili Gulf. Buat keturunan, satu saja tak apa. Itu sudah cukup. Aku tak sabar punya cucu."
Ayah Mew kemudian menyalakan cerutunya. Berpikir tak akan ada balasan dari putranya. Toh yang ia katakan benar.

"Kau ingin tau apa yang kulakukan 5 tahun ini, iblis tua? Aku melindungi Gulf darimu, aku memastikan tangan kotor dan keriputmu tak bisa menyentuh bahkan satu mili kulitnya."
Setelah membalas ayahnya, Mew melangkahkan kaki keluar.

Langkahnya terasa amat ringan. Ia tau, ia baru saja membunyikan isyarat perang terhadap ayahnya. Ia baru saja mengajak perang orang terkuat di keluarganya. Ia baru saja membeberkan sedikit dari banyak hal yang ia ketahui tentang ayahnya, yang sejak 7 tahun lalu ia juluki iblis tua Jongcheveevat.
Tapi, Ia tak membuang 5 tahun ini sia-sia. Ia sudah mengasah pisaunya, ia sudah siap menancapkan taringnya, ia sudah siap membakar semuanya.
Meskipun belum 100%, tapi Mew yakin, ia sudah bisa berhadapan dengan ayahnya. Ia tak akan goyah walaupun itu oleh ayahnya sendiri.
.
.
.

Berjalan di pantai yang Win janjikan ternyata hanya omong kosong. Ya... mereka memang berjalan-jalan di sekitar pantai sebentar, tapi kemudian mengelilingi kota, berbelanja hal-hal tak penting, beristirahat dan makan siang di salah satu warung makan lokal sederhana, lalu lanjut kembali ke pantai di sore hari, bermain pasir dan berenang di laut, membersihkan diri dan mengganti pakaian di toilet umum, lalu lanjut menjelajahi pasar malam dengan makanan ringan berbagai macam, dan berakhir disini, bar pinggir pantai yang kemarin siang sempat Gulf kunjungi.

Sebenarnya bukan sepenuhnya salah Win, karena Gulf juga ikut terbawa suasana. Ia yang berinisiatif membawa mereka berempat ke banyak tempat. Win hanya mengusulkan untuk berkeliling kota.

USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang