23

4.1K 479 105
                                    

Keduanya masih saling berpelukan sambil sesekali sesenggukan, saat suara Newwie kembali terdengar lirih.
"Gulf, apa kau mau bertemu phi Tay?"

Gulf tentu mengangguk. Ia mungkin tak membawa bunga, tapi ia akan berdoa dari dasar hatinya untuk orang yg Newwie cintai itu.
Ia kemudian mengikuti langkah New yg lebih dulu berdiri untuk kembali menuju vila. Ia mengikuti langkah pelan itu. Punggung yg tadinya terlihat tegap itu mulai terlihat lelah, mungkin karena Gulf telah mengetahui ceritanya.
Ia masih mengikuti Newwie saat keduanya sampai di lantai dua, mungkin sekalian mengajak Mew.
Telapak Newwie lalu terulur untuk membuka pintu, menahan pintu itu untuk sekali lagi mempersilahkan Gulf masuk.

"Gulf, kenalkan ini phi Tay." Newwie berucap sambil menunjuk seseorang yg terbaring di atas ranjang pasien. Mew terlihat berdiri di samping ranjang tersebut, arah berlawanan dengan keduanya.

Gulf terdiam, sedari tadi ia berpikir mereka akan berangkat ke rumah sakit. Ia tak menyangka bahwa insan tercinta Newwie ada disana. Terbaring begitu lemah.

Gulf perlahan melangkah maju, mengatupkan kedua tangan di depan dada, lalu sedikit membungkuk, tanda hormat dan sapanya.
Tubuh yg sedang tertidur di hadapannya terlihat amat sangat kurus, benar-benar kulit membalut tulang. Banyak sekali selang menancap, bahkan ada juga yg tertancap pada tenggorokannya. Mesin-mesin di sampingnya terlihat menopang kehidupan si pasien. Sebuah layar bergambar gunung-gunung kecil saling terhubung terlihat disana.

"Ini cintaku, Gulf. Tampan bukan?" Newwie berkata lirih sambil lengannya kembali memeluk tubuh Gulf dari samping, seperti meminta kekuatan.
Telapak kiri Gulf kemudian terangkat, mengelus lengan di perutnya saat ia merasa Newwie menyandarkan kepala di bahunya.
Dan Gulf mengakui tubuh yg terbaring disana memang terlihat tampan, bahkan dalam keadaan terlemahnya, dalam keadaan kulit membalut tulang.

"Ia sudah tertidur sangat lama. Tiga belas tahun."
Gulf merasakan bahunya mulai basah, Newwie menangis kembali.

Gulf lalu melirik pada Mew yg terpisah ranjang pasien dengannya, dan Mew hanya tersenyum kecil pada Gulf.

"Aku tak pernah menangis di hadapannya, Gulf. Aku tak ingin ia merasakan bahwa aku lemah." Newwie kembali bercerita, sambil terus memandangi kekasihnya.

"Mungkin kau harus, siapa tau dengan melihatmu lelah, ia akan segera terbangun dan menghiburmu. Kau bukan lemah, kau hanya lelah." Gulf berusaha menghibur.

Tapi kekehan terdengar, perlahan berubah menjadi tawa, tawa sarkas putus asa.

"Kau salah Gulf, kata dokter ia tak kan pernah bangun. Setidaknya itu kata mereka sejak setahun belakangan. Kata mereka, alat-alat ini yg membantunya tetap hidup. Kata mereka tubuh phi Tay sudah rusak perlahan. Kata mereka, matanya tak mungkin lagi terbuka." Kali ini Newwie menyembunyikan wajahnya, air matanya kembali deras jatuh.

Gulf kembali melirik Mew, dan ia dapat melihat mata pria itu juga berair. Sedekat apa hubungan mereka hingga terikat emosi begini dalam?
Mungkin Gulf masih cemburu, dan ia penasaran pada cerita apalagi yg menunggu telinganya.

"Mereka menyarankanku melepas semuanya, Gulf. Semua peralatan ini. Tapi itu berarti melepaskannya untuk tak lagi bernafas, hiks." Newwie kembali sesenggukan, pelukannya mengerat.

Kali ini Gulf membawa Newwie untuk ia rangkul. Matanya mengembun.

"Aku takut, Gulf. Bagaimana jika sebenarnya phi Tay belum mau menyerah? Bagaimana jika ia sebenarnya butuh sedikit lagi waktu? Bagaimana jika... jika..." Newwie tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia kembali menangis.

"Bagaimana jika saat aku memutuskan menyerah, phi Tee justru masih ingin berjuang? Maka aku akan membunuhnya, Gulf. Aku membunuhnya setelah selama ini ia berjuang mati-matian."

USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang