Tujuh tahun bukan waktu yang singkat untuk memendam perasaan. Setiap kepergian tentu menyisakan banyak pertanyaan. Ada sesuatu yang terasa tak pernah selesai, meski kita telah usai.
Hari hari berlalu sebagaimana mestinya. Melalui banyak proses, kita dipertemukan kembali. Meskipun ala kadarnya. Terkadang aku berfikir, apa yang membuat dirimu mau untuk bertukar sapa denganku lagi? Apakah kamu juga merasakan hal hal yang pernah kita rasakan sebelumnya, pada saat ini?
Bumi terus berotasi. Beberapa pertanyaan tidak pernah ku tanyakan secara eksplisit. Aku pun tak pernah mengutarakan perihal perasaan dan rindu yang kadang kala menggebu tanpa sebab. Sepertinya aku diminta untuk selalu menyimpulkan apapun yang terjadi secara subyektif.
Perasaan sulit sekali dimengerti. Melalui berbagai kekecewaan yang ku alami, aku mendeklarasikan diri untuk tidak mencintaimu lagi. Namun, siapa sangka? Perlahan rasa sakit itu memudar saat kami berjumpa kembali. Bukankah kini aku sedang dipermainkan oleh perasaanku sendiri? Semoga, kedekatan ini tak menjadikanku menaruh ekspektasi lebih untuk kamu kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARONOMASIA
Short Storysebuah prosa tentang hidup, luka, dan dan air mata yang terjadi di alam semesta. Maka, salah satu cara untuk menerima setiap luka adalah memaknai isi cerita dan realita sebenarnya. Vanilla latte