1. seorang pemimpi

215 57 5
                                    

Jimin adalah seorang pemimpi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin adalah seorang pemimpi.

Bocah laki-laki itu senantiasa merapalkan kalimat tersebut di dalam kepala, seolah-olah ialah mantra yang tak boleh lengai barang saban hari. Pemimpi adalah pekerjaan paling luar biasa di dunia ini. Tak pernah ada yang berani untuk melabelkan dirinya sebagai seorang pemimpi─padahal, bagi Jimin pemimpi juga punya peran yang sama dengan beragam pekerjaan lain di dunia yang amat luas ini. Seorang pemimpi tidak terlepas dari bagaimana perannya berplesiran di antara jutaan kemungkinan yang orang dewasa tidak melit karenanya.

Orang dewasa pengecut. Pneumatogram yang acap-acap orang dewasa sampaikan pada dirinya menarik interpretasi baru di dalam kepala bocah laki-laki itu. "Menjadi orang dewasa itu sulit." Mama berulang kali mengkolokasikan, tak pernah ingin Jimin lekas jadi dewasa. Jimin pun enggan. Tersirat denyar-denyar tiap kali usianya bertambah. Jimin tidak terasuki antusiasme memestakan pengulangan tanggal yang sama di hari neonatalnya. Kalau Jimin diberi sebuah kekuatan layaknya swatantra kesatria, bocah itu mendambakan resistansi yang reliabel mengadang waktu. Akan menyenangkan mengimajinasi diri membangkang waktu yang beranjak dari detik ke detik. Jimin akan kekal, tak perlu beranjak jadi dewasa, dan akan menjadi seorang pemimpi yang hebat.

Jimin memangku wajah; ablur-ablur dari balik jendela mengisyaratkan hujan yang tak kunjung reda. Di luar nampak butiran air menggempur belahan bumi. Mersik yang tak terlalu bising itu punya magnetasi kuat, sekonyong-konyong fragmen di dalam kepala bocah itu satu persatu membentuk imaji yang berkelana. Jendela cokelat yang nampak tua tak terlalu memusingkan bocah itu untuk bergerak keluar dari pembatas; ablur hujan, aroma petrichor, desau angin yang menggetarkan batang-batang pohon telah membuka petualangan bocah laki-laki itu di dimensi yang jauh─yang hanya seorang pemimpi yang dapat menjangkaunya.

Sore itu hujan telah reda. Kasut yang dikenakan Jimin tak sengaja terkena lumpur ketika bocah itu hendak beranjak. Hamparan padang ilalang yang begitu luas dengan bunga-bunga lavender membentuk semburat kekaguman dari kedua bola mata Jimin yang mengerjap-ngerjap lucu. Bocah itu tergelitik untuk memuaskan rasa penasarannya, tanpa beban berlari ke hamparan yang sebelumnya tak pernah ia indera. Gedung-gedung pencakar langit telah menyesakan perasaannya pada pengalaman yang itu-itu saja, sehingga setiap kali ia berangkat dan pulang sekolah hanya jadi runititas belaka yang membosankan.

Namun, tidak dengan hamparan ilalang dan lavender ini. Jimin riang. Tergelak dengan tawa saat bocah itu sengaja menjatuhkan dirinya di rerumputan hijau, membiarkan embun sisa-sisa hujan membasahi bagian belakang bocah itu. Noda-noda lumpur juga menggambar pengalaman baru─tak apalah, pikir Jimin. Paling tidak Mama akan mengomel untuk sepuluh sampai tiga puluh menit, mengatakan hal yang itu-itu saja. Sesekali menjadi kotor akan dimaklumi, Mama punya mesin hebat yang bisa menentaskan semua noda yang ada di pakaian dan kasutnya. Tak perlu risau. Seorang pemimpi haruslah menjauhkan rasa gentar.

"Hahahaha!" Jimin tertawa-tawa. Bahagia membuncah dari dalam dada bocah itu. Tangan dan kakinya mengusuk-ngusuk rerumputan hijau yang sebelumnya tak terindera di dalam alam nyata. Buku-buku telah mengilustrasikan betapa indahnya tanpa pernah terindera. Guru-guru mendongengkan pengalaman menakjubkan yang luar biasa. Pengalaman yang hari ini Jimin dapatkan. Bebauan rumput yang menggelitik penciumannya, yang menghantar kesegeran. Jimin nyaris tidak pernah bernapas selega ini.

"Sepertinya kamu sangat bahagia."

"O!" Ujung bibir bocah itu membentuk 'o' dengan segala rasa takjub. Jimin tak pernah tahu ada seekor kupu-kupu berukuran raksasa. Kupu-kupu tersebut berwarna merah muda, dengan bintik-bintik biru di kedua sayapnya. "Kupu-kupu bisa bicara?" Bocah itu keheranan.

"Kalau aku bisa."

"Luar biasa!" Kedua bola mata Jimin berseri-seri. Kupu-kupu raksasa itu ada di atas tubunya, memayungi bocah itu dari semburat senja yang keoren-orenan di hamparan cakrawala.

"Kamu ngapain di sini?"

"Bermain." Jimin mendudukan dirinya, antusiasme bocah itu meningkat berpuluh-puluh kali. "Di sini menyenangkan."

"Hei, manusia!" Kupu-kupu raksasa itu nampak khawatir, "ini bukan tempatmu. Pulang sana, kembali ke asalmu."

"Memang ini di mana?"

"Di Negeri Kunang-Kunang."

"Negeri Kunang-Kunang?"

Kupu-kupu raksasa itu mengepak-ngepakan sayapnya berulang kali, menyetujui interpretasi bocah kecil di hadapannya. "Pulanglah! Bisa bahaya kamu belama-lama di sini!"

"Kenapa? Aku mau bermain-main dulu di sini."

"Tidak boleh!"

"Kenapa? Di sini menyenangkan. Aku suka sekali."

"Di sini bukan tempatmu!" Kupu-kupu raksasa itu berseru, menyulut interpelasi yang ingin disanggah bocah itu. "Kamu bisa mati! Pulang sana!"

Ada gegap gemuruh di dalam dada bocah laki-laki itu. "Kenapa aku bisa mati?"

"Keras kepala sekali manusia ini. Pantas Ibu suri melarang kita dekat-dekat manusia. Manusia itu jahat! Keras kepala!"

"Hei!!!" Vokal bocah laki-laki itu meninggi, tidak menyambut penafsiran satu sisi yang disampaikan oleh Kupu-kupu raksasa. "Aku tidak jahat! Manusia tidak jahat!"

"Aku tahu kamu tidak jahat." Kupu-kupu raksasa itu mengalah, tahu bahwa bocah di hadapannya ini adalah si tukang keras kepala. "Tapi manusia adalah musuh kami. Ibu suri melarang kami mendekati manusia, karena Ibu suri tidak ingin kita semua tewas di tangan manusia. Manusia adalah makhluk yang jahat. Manusia perusak! Manusia telah menghancurkan alam dan membunuh kami."

Jimin tercengang. Binar-binar matanya mengerjap, dihantam keruh nalarnya. Dua katup bibir terbuka minimal, meraba-raba pemahaman satu sisi yang menabrak realita bocah itu. Guru-guru mendongengkan betapa dewa dan bijaksananya manusia. Orang dewasa menyanjung serta merta mengelu-elukan superioritas manusia, kami─homo sapiens─yang masih bertahan dengan segala kemajuan dan ilmu pengetahuan.

Manusia adalah makhluk yang bijak. Makhluk yang hebat. Manusia tidak jahat. Namun, apakah orang dewasa selalu benar dan dapat dipercaya?









Bersambung ...

Petualangan Jimin di Negeri Kunang-KunangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang