7 Something

2.6K 154 28
                                    

DATANGLAH!!! DATANGLAH!!!

Maafkan hambamu yang baru apdet ini. Sekaligus maaf lagi karena mungkin hasilnya agak gimana gitu. Otak lagi konslet banyak tugas. Maaf lagi kalo apdet next chap nya ntar lama lagi. Oh iya ada yang kenal sama yang diatas? Namanya Wildan. RP-nya Rean. Cakep gak sih. Argh gingsulnyaaaaa. Eh maaf maaf. Yaudah deh enjoy nih. Jan lupa voment nya. Kalo ada yang gimana gitu biar jadi motivasi selanjutnya hehehe. Salam....

~~~

Bersamaan dengan suara kembang api yang menggelegar membelah malam disertai dengan sorakan anak-anak Ren terpaku mendengar nama anak itu.

" Di... Dikta?"

" Yap. Kenapa? Kok jadi keringetan gitu? Loe sakit?" Ucap Dikta sambil memegang dahi Ren.

Beberapa kali Ren menggelengkan kepalanya dan melangkah mundur. Ren masih merasa ada yang aneh dengannya. Ia ingin segera pergi dari sana tetapi tubuhnya tak bisa digerakkan sama sekali.

" Dikta?" Ren kembali mengulang kata sama membuat Dikta mengerutkan dahinya bingung. " Iya gue Dikta. Kenapa sih?"

" I... ini beneran Dikta, eh, maksudku Kak Dikta? Seriusan?" Ren menelan ludahnya sendiri. Dikta semakin heran dengan perubahan sikap Ren.

" Ya iya seriusan gue Dikta. Terus, er, gak usah manggil gue kak," kata Dikta yang menoleh kembali kearah panggung yang sekarang sedang ramai oleh anak-anak yang sedang berjoget.

" Lah terus aku manggilnya apa dong?"

" Ya... panggil nama aja kaga usah pake embel-embel," jawab Dikta santai. Kini dia ikut menggerakkan kepalanya mengikuti irama lagu Happy yabg dinyanyikan oleh band sekolah.

" Yakali tuaan kakak. Gak enak lah kalo manggil nama doang."

" Haaah," Dikta menghel nafas panjang," umur loe berapa?" Ren membuat gestur yang menunjukkan angka lima belas. " Nah kan. Gue juga lima belas baru april kemaren. Jadi kita seumuran. Plus, gue kaga suka dipanggil kakak. Percaya ato kaga, dikelas, gue yang paling muda. Temen gue jadinya manggil dek bukan dik," Dijta dan Ren terkekeh pelan mendengarnya.

Mereka berdua kembali duduk terdiam menghayati lagu yang sedang di nyanyikan. Tak ada lagi percakapan antara mereka berdua sampai sebuah suara memecah kekusyukan mereka.

" Dik!" Dikta menoleh kearah sumber suara, begitu juga dengan Ren. " Dipanggil ketua PMR noh," Ren terdiam meliahat laki-laki didepannya. Siapa lagi kalau bukan Dika.

" Oh oke," balas Dikta. Dia segera bangkit dari duduknya dan membersihkan bagian belakang celananya. Sebelum dia pergi dia kembali menoleh kearah Ren. " Gue balik kumpul dulu ya," katanya sambil mengusap rambut Ren.

Tak ada gerakan lain dari tubuh Ren saat melihat mereka berdua, Dika dan Dikta. Bahkan nama mereka berdua saja hampir sama hingga membuat mereka semakin cocok bukan. Ren menghela nafas dan memilih untuk kembali duduk dan melihat konser band yang belum selesai.

Sejak dimulai dari jam tujuh tadi hingga sekarang hampir jam sepuluh, bukannya semakin lelah mereka malah semakin bersemangat. Ada juga yang sampai menyumbang lagu segala. Liza yang sedari tadi sibuk mencari Ren akhirnya menemukannya tepat di tempat Ren duduk dari tadi sedang bergalau ria, bahkan dia sama sekalitak merubah posisi.

" Woi dicariin malah enak duduk galau disini," teriakan Liza hanya membuat Ren menoleh sebentar lalu kembali berusaha memusatkan pandangannya kearah panggung.

" Elah gue dicuekin. Dickhead banget nih bocah. Loe mau denger yang gue dapetin nggak soal Dikta?" pancing Liza sambil sesekali menyenggol bahu Ren.

PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang