Invitation

1.4K 107 20
                                    

DATANGLAH! DATANGLAH!!!!!!!
WEI, KETEMU LAGI. MAAF YA UPDATE LAMA. UDAH 4-5 BULAN LEBIH KAYAKNYA YA? HEHEHE MAAF LAGI. MENDADAK OTAK NGBLANK. DAN BARU TADI BISA SELESAI ITU JUGA KARENA GAK ADA KERJAAN SAMA SEKALI. BTW DALAM WAKTU DEKAT GW MAU PUBLISH CERITA BARUYANG JUDULNYA DIFFERENT. JANGAN LUPA BACA YA. *KISSBYE MUACH

~

Hampir saja Ren tumbang karena terik yang panasnya benar-benar membakar kulit. Tak hanya itu, bahkan sudah beberapa yang benar-benar terkapar di tenda PMR, salah satunya Liza yang kini sudah sadar dan duduk manis memperhatikan laju gladi bersih upacara.

Beberapa kali juga Ren mengelap keningnya yang berkeringat hingga tangannya benar-benar basah yang kemudian kembali kering karena terkena panas.

Sudah dua kali mereka melakukan upacara, yang pertama masih gladi bersih dan yang kedua upacara kali ini juga masih gladi bersih. Dan sayangnya masih akan ada lagi upacara yang sesunguhnya setelah gladi bersih yaitu upacara penutupan.

Mengesampingkan panas, sebenarnya Ren sama sekali tidak fokus kali itu. Pikirannya masih melayang ke beberapa jam sebelumnya.

MalamnyaRen benar-benar tak bisa memejamkan matanya. Sudah berkali-kali pula dia mengganti posisi tidurnya hingga menimbulkan bunyi 'srekkk' kerap kali dia bergerak. Dan akhirnyapun Ren akan selalu menghadap Dika. Tiap Ren dalam posisi itu otomatis ia bisa melihat wajah Dika karena anak itu tidur menghadap Ren. Jantung Ren serasa dipompa dengan cepat. Bahkan dalam keheningan itu orang lain mungkin akan bisa mendengar detak jantung Ren.

Ingin rasanya dia menyentuh wajahnya. Ingin merasakan secara langsung kulit dari laki-laki yang dia kagumi. Dia beranikan diri untuk mengulurkan tangannya. Pelan-pelan karena dia juga tak ingin membangunkan sosok yang ada didepannya. Jantungnya kembali berpacu hingga nafasnya-pun ikut terengah. Saat beberapa senti lagi tangannya berhasil menyentuhnya, sesuatu membuat Ren sadar. Ren baru ingat bahwa dia akan pingsan jika menyentuhnya.

Ren menyerah. Akhirnya Ren lebih memilih untuk keluar dari tempat itu untuk menenangkan pikiran juga detak jantungnya.

Meski dingin, Ren sama sekali tak terlalu mempermasalahkannya. Bahkan pikirannya akan semakin tenang jika suasana seperti saat ini. Seolah hawa dingin tersebut ikut mendinginkan otaknya.

Setelah menghirup nafasnya dalam-dalam, Ren termenung tepat di depan tenda. Satu hal lagi yang mengganjal pikirannya. Ia baru sadar saat Liza menanyakan kenapa saat disentuh Dikta dia sama sekali tak pingsan, bahkan sekedar gemetar pun tidak. Seingat dia hanya Raen, kakak laki-lakinya, juga ayahnya yang bisa menyentuh Ren. Mungkin juga itu suatu kebetulan.

Dengan belaian angin yang lembut, disaat Ren masih memikirkan akar dari semua ini, tanpa disadarinya dia sudah terlelap. Mungkin karena memang dia juga sudah kelelahan.

Dikta yang sedang berjalan menuju tendanya sehabis buang air kecil berhenti ketika dari kejauhan dia melihat Ren sedang tidur dengan posisi terduduk. Dia berniat menolong Ren untuk membantunya masuk tenda agar nantinya dia tak kedinginan.

Baru saja dia menginjakkan langkah ketiganya ketika dari balik tenda Dika muncul dan langsung menggendong Ren memasuki tenda. Terdapat senyum kecil di bibir Dikta sambil memegang ponselnya dengan tangan kanannya.

Perlahan mata Ren bergerak-gerak. Malam itu adalah tidur paling nyenyak yang dia alami.sama sekali tak ada mimpi dan tenang. Saat ingin meregangan tubuhnya Ren baru menyadari ada tangan yang sedang melingkar dipinggangnya. Selama beberapa detik dia sama sekali tak memberikan respon.

" Gyyyaaaaahhh!"

Getar ponsel yang ada di saku celananya membuyarkan lamunan Ren. Setelah dicek ternyata pesan dari Liza.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang