7

213 52 23
                                    


Laksmi menatap wajah sahabat kecilnya yang masih terpejam dengan wajah pucat. Beruntung jiwanya masih tertolong meski ia sempat kehilangan banyak darah dan harus segera ditrasfusi, namun Berta harus kehilangan janin yang masih berusia beberapa Minggu itu, Laksmi tak tahu harus berkata apa nanti saat Berta siuman karena ia khawatir jiwanya kan semakin terguncang saat tahu janin yang sangat ia inginkan ternyata telah tidak pada tempatnya lagi.

Pintu ruang perawatan terbuka, muncul wajah Bram dan Gayatri yang terlihat cemas. Dan mendekat ke arah brankar tempat Berta terbaring, berdiri di dekat Laksmi.

"Gimana keadaan Berta Laksmi?"

"Seperti yang Tante lihat, masih pucat tapi Alhamdulillah kondisinya sudah stabil, dia cukup kuat meski harus kehilangan janin yang sangat ia inginkan."

Gayatri menggeleng pelan.

"Bagiku lebih baik janin itu hilang Laksmi, ia hanya akan menjadi aib bagi keluarga kami, apa kata orang jika sampai kehamilan di luar nikah Berta tersebar ke mana-mana, kami bukan sok terkenal tapi siapa yang tak tahu keluarga kami."

Bram kaget ia melihat Ibunya lalu menoleh pada Laksmi.

"Kak Berta hamil? Lalu siapa laki-laki yang menghamili dia?"

Laksmi menatap wajah laki-laki yang sejak dulu diam-diam ia sukai, namun cintanya tak pernah berbalas.

"Iya, Berta hamil Bram dan entah siapa laki-lakinya, ia hanya memanggil-manggil nama Satria, dia mencari laki-laki itu, laki-laki yang katanya sangat Berta cintai."

"Benar-benar tak masuk akal kan? Bagaimana mungkin ia berhubungan dengan laki-laki yang alamatnya saja ia tak tahu, nomor hpnya juga tak ada, murah kok ya kebangeten."

Bram memegang lengan ibunya.

"Ibu harus jaga tekanan darah Ibu, tidak usah emosi, siapa saja bisa salah."

Gayatri mendengus kesal.

"Dia sengaja menawarkan diri pada laki-laki, kau tak tahu Bram, hampir tiap malam dia ke club dan pulang dini hari dengan baju tak layak dianggap baju, bau alkohol dan bekas-bekas percintaan di leher dan dadanya yang terlihat jelas dan dia tak malu terlihat begitu di hadapanku."

"Tante, benar kata Bram tadi, jangan dibawa emosi, kita juga tak tahu apa yang Berta pikirkan hingga ia punya keinginan punya bayi dengan laki-laki itu, dia mengatakan itu pada saya Tante."

"Heh sejak kecil dia selalu merepotkan, tak pernah membuat bangga orang tua."

"Ibuuu, Ibu jangan bilang gitu, dia Kakak yang baik untukku, dia banyak berkorban untukku, hingga di usianya yang sangat matang dia tidak menikah itu semua karena dia berkorban untuk aku, ayo ibu duduk saja dulu berdiri terus malah tambah capek."

Bram menuntun Ibunya menuju tempat duduk yang tersedia di kamar itu. Namun tak lama Gayatri meminta Bram untuk pulang bersamanya. Laksmi hanya bisa menghela napas, lalu menatap Berta yang keberadaannya seolah tak dianggap oleh ibunya sendiri.

Kasihan kau Berta, apa mungkin karena perlakuan ibumu seperti ini kau seolah mencari kesenangan sendiri?

.
.
.

Pintu kamar Steve tiba-tiba terbuka, Steve segera bangkit dari kasur dan berdiri saat ia melihat Ayumi masuk.

"Ada apa Kak?"

"Ini cuman ngantar pisang goreng, baru bikin, masih anget, pisangnya dikasi tetangga tadi."

"Oh iya Kak terima kasih."

"Kamu sudah mau tidur?"

"Iya Kak, sudah malam juga, Kak Frans sudah dalam perjalanan, sebentar lagi juga nyampe."

Ayumi menatap Steve yang sama sekali tak melihatnya ia hanya menerima piring berisi pisang goreng dan meletakkan di meja yang ada di kamar itu.

"Sebaiknya Kakak segera keluar, tak enak kita ada di kamar ini berdua, aku tak mau Kak Frans punya pikiran aneh-aneh."

Ayumi diam saja dan segera keluar, meski dalam hati merasa sakit karena dirinya seolah diusir oleh Steve dan saat berada di luar kamar Steve ia mendengar suara kunci yang diputar. Entah mengapa sejak awal melihat Steve, Ayumi merasakan debar tak normal meski di sisi lain ia sangat mencintai suaminya. Sedang di dalam kamarnya Steve segera mengusap wajahnya ia heran saja dengan tingkah tak biasa Ayumi. Wanita yang selama ini ia kenal sabar dan lembut juga sangat mencintai suaminya mengapa seolah mencoba menggodanya malam ini. Ia melihat Ayumi yang memakai daster bertali kecil di pundaknya, hingga lengan putih mulus itu terlihat tanpa cela, juga dada rendah dari daster itu memperlihatkan lekuk dada Ayumi yang ia sangat yakin tak menggunakan apapun.

"Lebih baik aku pindah dari sini secepatnya, aku tak mau terjadi hal-hal aneh, aku hanya melihat dari kulit luar pernikahan mereka yang seolah bahagia entah apa yang terjadi hingga Kak Ayumi bertingkah aneh seperti tadi."

Tak lama terdengar deru mobil masuk ke halaman kontrakan itu dan pintu berdebam. Steve yakin itu Frans yang datang. Lalu terdengar sedikit percakapan dan pintu kamar yang ditutup dengan keras, gedoran pintu agak lama kemudian senyap.

Ada apa? Ah entahlah, sepertinya mereka sedang ada masalah ...

.
.
.

Berta membuka mata, perlahan ia lihat sinar yang menyilaukan matanya, lalu pelan-pelan terlihat wajah Afan yang ada di sisinya, dan Isak tangis Berta mulai terdengar.

"Mengapa aku masih hidup? Aku tak ingin hidup jika semuanya hanya menyakitkan."

"Istighfar Ibu, istighfaaar ..."

Berta menoleh, ia menemukan wajah Afan lagi, ia memejamkan mata dan air matanya mengalir deras.

"Mengapa tak ada orang-orang yang aku sayangi yang ada di dekatku saat seperti ini, mana Ibu? Bram mungkin? Atau sahabat-sahabatku? Hanya wajah membosankan yang aku temukan."

Afa menghela napas, mendadak hatinya merasa sakit karena keberadaannya seolah diabaikan.

"Maaf Bu kalo wajah saya membosankan, lah gimana yang mau nungguin Ibu ya cuman saya, wajah-wajah yang lainnya pada gak ada yang mau di sini semalaman."

Laksmi yang tiba-tiba saja masuk ke ruang rawat Berta menepuk pundak Afan, memberi kode dengan telunjuknya agar tak mengucapkan apa-apa lagi.

"Berta, tenang dulu ya, tenangkan pikiranmu, nggak usah mikir macam-macam, semuanya akan baik-baik saja, Ibu atau mungkin juga Bram belum kembali ke sini karena mereka kecapean, mereka ke sini tapi kamu belum siuman, makanya aku sarankan Tante Gayatri agar pulang dulu, kan beliau punya penyakit hipertensi yang jika terlalu capek maka akan membahayakan kesehatan beliau. Lalu ini ada Afan, yang telaten merawat dan menjaga kamu, harusnya kamu bersyukur, bukan mereka tidak Sayang, tapi mungkin masih ada urusan lain."

"Kamu nggak usah menghibur Laksmi, aku yakin kamu tahu sejak dulu, jika aku tak pernah dianggap ada oleh siapapun yang ada di rumahku, makanya aku lebih baik mati saja, tapi mengapa aku masih saja hidup?"

Laksmi mengusap rambut lebat Berta sambil tersenyum.

"Kamu harusnya bersyukur, itu tandanya Tuhan masih Sayang sama kamu."

"Yah mungkin, yang jelas saat ini aku hanya berpikir bahwa aku hanya akan hidup demi calon bayiku."

"Lah kan sudah keguguran to Bu!?"

Dan seketika Afan menutup mulutnya, tinggal Laksmi yang kerepotan menenangkan Berta yang mulai berteriak-teriak histeris lagi.

💖💖

26 Agustus 2021 (18.44)

Fragile (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang