Malam telah larut ketika mobil datang menjemput. Pintu dibukakan oleh supir perusahaan. Akhirnya, Rayhan bisa bernapas lega. Sembari menyerahkan sebotol air mineral pada CEO muda itu, supir memujinya, "Di Yutup juga ramai, Pak Rayhan. Bapak tadi keren sekali!"
Rayhan yang masih menenggak air dari botol pun merasa lega. "Alhamdulillah. Makasih ya, pak, sudah mendoakan saya," ucap Rayhan. "Oh iya, kita langsung ke hotel saja. Ini sudah malam. Tadi katanya, Mbak Lili sudah memesankan makanan ke hotel kita," lanjutnya.
"Oh, begitu. Baik, pak. Laksanakan," balas supir itu.
Lampu dari gedung-gedung bertingkat yang menerangi kota bergantian menunjukkan dirinya di kaca mobil. CEO muda yang tengah menuntaskan kelelahannya, sesekali menoleh ke luar. Pemandangan yang jauh berbeda dengan kampung halamannya di pulau lain.
"Bagus ya, Pak. Banyak gedung bertingkat. Tinggi sekali," komentar supir.
"Sayangnya kotor. Banyak polusi," timpal Rayhan.
Tak terasa, mereka telah sampai di tempat menginap. Resepsionis mengatakan bahwa ada titipan makanan untuk mereka. Wajah Rayhan berseri-seri saat menerimanya. Bungkusan makanan itu seakan melengkapi satu hari hingga benar-benar sempurna. Ia pun bergegas ke kamarnya dan membersihkan diri.
Sebuah panggilan masuk ke ponsel Rayhan tepat setelah dirinya selesai mandi. Rupanya, orang yang menelepon adalah Mbak Lili. Masih berbalut jubah mandi, Rayhan berniat mengangkat telepon itu untuk mengabarinya bahwa dia akan menelepon balik beberapa saat lagi.
"Halo, Mbak Lili. Makanannya sudah saya terima. Terima kasih, ya. Nanti saya telepon lagi," ujar Rayhan.
"Oh, begitu. Jangan lupa cek email ya, Pak," balas penelepon yang langsung mematikan panggilannya. Nadanya menandakan bahwa ia sedang buru-buru.
Rayhan yang ikut resah pun bergegas mengganti pakaiannya. Setelahnya, ia memeriksa email yang masuk. Namun, rangkaian tulisan yang tampil di sana membuatnya butuh penjelasan dari Mbak Lili. CEO itu langsung menelepon perempuan beranak satu itu lagi.
"Halo, Mbak Lili. Itu email apa, ya?" tanya Rayhan.
"Anu, Pak Rayhan .... Ada kabar kalau Mbak Fitria sudah meninggal, lalu keluarganya menelepon saya, katanya Mbak Fitria mewasiatkan untuk mengirimkan email itu ke Pak Rayhan. Tapi karena mereka tidak tahu alamat email bapak, akhirnya saya yang memandu mereka untuk mengirimkan ke email saya," jelas Mbak Lili.
Rayhan menyimak penjelasan itu dan berusaha mencerna semuanya. "Lalu, Mbak Lili meneruskan email itu ke saya?" tanya pria itu.
"Iya, pak. Saya tidak membuka apapun, kok. Setelah menelepon bapak tadi, saya langsung menghapus email itu," jawab Mbak Lili.
"Baiklah, Mbak. Saya akan baca dulu semuanya. Terima kasih ya, Mbak. Salam buat keluarga," balas Rayhan. Panggilan itu pun ditutup. Rayhan merebahkan dirinya sejenak dan mengela napas setelah semua yang terjadi secara mendadak. Tiba-tiba, pintu kamarnya diketuk.
Saat melihat dari lubang pengintip, rupanya supir yang mengetuk pintunya. Rayhan pun membukakan pintu itu. "Pak Rayhan, sudah dapat kabar kalau Mbak Fitria—"
"Mbak Fitria meninggal? Sudah. Barusan Mbak Lili telepon saya," sela Rayhan. Supir itu menganggukkan kepala berulang-ulang dengan mulut yang menganga. Beliau seakan lega karena kabar itu telah sampai ke telinganya.
"Bapak baik-baik saja?" tanya supirnya. "Mau saya buatkan kopi?" tawarnya.
"Boleh juga, pak. Tolong, ya. Saya sedih karena kehilangan salah satu karyawan terbaik," terima Rayhan. Pria itu pun mempersilakan supirnya masuk ke kamar dan membuatkan kopi untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Akhir yang Indah Tiba
Romance"Aku baru menyadari kalau jatuh cinta padamu lebih dari yang kutahu setiap matahari terbit". "Siang yang kujumpai memang lebih terang, sayangnya ... mulai sekarang, ada hal baik yang terasa menghilang." "Ketika senja tiba, bolehkah aku memanggil nam...