[4] SEMBUH

693 175 379
                                    


_Selamat membaca_

•••

Azkia membuka kertas bertuliskan alamat suatu tempat yang dicarinya. Azkia menghela napas seakan menyemangati diri yang entah kenapa rasa itu mulai kembali. Rasa takut yang mengancam dalam benak yang selalu membuatnya gelisah tak nyaman. Tetapi, sepertinya tekad Azkia benar-benar bulat kali ini.

Dokter Spesialis Ahli Kejiwaan, atau disebut Psikiater yang menemani Azkia dalam masa penyembuhan mental menyarankan Azkia, agar belajar berdamai dengan masa lalu serta suatu hal yang membuatnya takut. Asalkan dirinya harus benar-benar yakin bisa melewatinya.

Alamat yang digenggannya lah yang menjadi tujuan Azkia, tempat segala duka yang bersarang. Mengumpulkan segala keberaniannya untuk yakin bahwa apa yang akan dia lalui kali ini bisa berhasil.

Jauh dalam lubuk hati, Azkia telah melepaskan bebannya. Azkia merelakan orang tuanya, dan masa lalu kelam yang menggerogoti jiwa.

Tinggal selangkah lagi, yaitu berjalan langsung mendekati sumber lukanya itu dengan tujuan berdamai. Menuntaskan segala rasa penasarannya yang masih menjadi tanda tanya dalam benaknya. sehingga di masa depan semua akan terasa lega karena masa lalunya telah dirinya selesaikan.

Kini Azkia telah berada dijalan setapak yang terlihat sepi. Berjalan ke suatu arah dimana keberadaanya sangat jauh. Dengan hanya berbekal kertas bertuliskan alamat yang mulai memudar yang dirinya dapat dari ibu angkatnya sebelum meninggal. Jantung berdetak tak karuan Kala Azkia telah berada di sebuah komplek perumahan elite yang mulai ditinggalkan penduduknya. Hanya beberapa rumah yang itupun diujung sana. Tujuan utama adalah kesebuah bangunan tua rusak yang tak terawat karena lama ditinggalkan.

Reruntuhan bangunan berserakan dimana-mana, sampai pohon liar bertumbuhan lebat disekitar puing-puing bangunan. Pintu utama terbuka dengan hanya satu dorongan saja, dimana keadaan pintu sudah sangat rapuh. Terlihat suasana rumah yang dulunya sangat megah dan mewah kini berubah menjadi hamparan puing tak berguna.

Matanya mengedar melihat isi rumah tersebut. Langkah yang awalnya berani maju menjelajah, kini malah berbalik arah membuatnya ingin mundur. Mata yang tadi mengamati isi ruangan, kini mulai meneteskan air mata.

Pusing menyelimutinya, dan ingatan tak mengenakkan kembali terputar bagai kaset rusak. Terus saja terbayang, hingga dia tak sanggup menopang tubuhnya lagi. Hanya dalam waktu singkat, dirinya sudah terkulai lemas di tanah dengan kedua tangan sibuk menutup rapat telinganya karena dirinya merasa ada suara mengerikan yang muncul bergantian dalam ingatannya.

"Pergi, pergi! Mahera tidak suka..." suara Azkia menggema dalam bangunan tua yang telah lama tak ditinggali.

Seakan kembali menjadi anak kecil, ingatanya berputar-putar di kejadian 15 Tahun lalu.

Azkia mengunjungi sebuah rumah besar bak istana yang pernah menjadi tempat yang ia anggap rumah dahulu kala. Kembali mengingatkan ke masa kelamnya yang pedih sampai tak sanggup menatap sekitar.

Bagaikan tercabik jiwanya kala suara ibu dan ayahnya terdengar nyata walau hanya bayangannya saja, seolah-olah Azkia merasakan keberadaan orang tua. Ilusi itu seakan nyata ketika mata menatap sekeliling teringat kejadian buruk di tempat ini.

Azkia kira dirinya akan sanggup kembali dengan sekedar mengenang saja tanpa menyisakan trauma. Namun nyatanya rasa takut dan kehilangan itu masih ada. Dan kini bukanya kian memudar, malah membuatnya semakin tak sanggup berdiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tulisan Takdir Argimiro Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang