Jangan lupa vote & komen ~
***
Seulas senyum tipis berhasil lolos di bibir Sooyoung kala ia mendengar dengan jelas suara debaran jantung sang pria yang kini mendekapnya. Detakan yang terdengar sedikit cepat dari batas normal namun masih terasa begitu menenangkan. Ah, ia hampir tak pernah mengatakannya bukan? Bahwa dirinya sangat senang mendengar detak jantung Sehun tiap kali pria itu memeluknya dulu.
Dengan posisi yang masih sama seperti beberapa saat yang lalu, keduanya lebih memilih diam. Menikmati momen santai mereka dengan merebahkan diri di atas ranjang. Entah apa yang berada dalam benak Sehun, yang jelas Sooyoung tak ingin saat ini, momen berharga seperti ini berlalu begitu cepat.
Jemari yang semula memberi tepukan-tepukan pelan di pundak wanita itu perlahan naik dan mengusap lembut rambutnya. Sooyoung terpejam, menikmati hangatnya sentuhan yang ia rasakan. Hangat, selalu hangat. Telapak tangan kokoh itu tak pernah dingin sedikitpun.
Ia kembali tersenyum kala kecupan singkat mendarat di keningnya. Membuat wajahnya bersemu merah hingga tak ingin menunjukkannya. Sooyoung menyembunyikan wajahnya yang sudah semerah tomat di dada bidang Sehun. Sadar akan sikap wanitanya yang salah tingkah, pria itu tersenyum berusaha menahan tawanya. Ia mengeratkan pelukannya dan kembali mengecup kening Sooyoung cukup lama.
"Sehun."
"Hm?"
"Ayo kita pulang. Ke rumah kita. "
Ucapan yang terlontar dari bibir ranum wanita itu membuat pria yang nyaris terbang ke alam mimpinya itu pun kembali membuka mata. Tatapannya nampak ragu seraya membalas tatapan Sooyoung yang kini mendongak kearahnya.
"Aku sudah merindukan semua orang yang berada disana."
"Rumah.. Apakah tempat itu benar-benar layak di sebut dengan rumah?"
"Mengapa?"
"Di tempat itu, aku menyakitimu dengan begitu dalam. Membuatmu merasa kesepian. Tak ada kenangan baik yang terjadi disana. Aku-"
"Ada banyak. Sangat banyak."
Sooyoung memotong ucapan Sehun dengan senyum yang kembali terukir indah di wajahnya. Jemarinya bergerak membelai lembut rahang tegas pria itu.
"Disana, aku meluapkan beragam emosi. Bukan hanya tangis, tapi juga tawa bahagia. Tempat ternyaman dimana dua janin kita pernah tumbuh dengan begitu hangat."
"Sooyoung."
"Aku merindukan semua kenangan yang telah lama terkubur di tempat itu. Dan aku juga merindukan anak-anak kita."
Lanjutnya membuat Sehun teringat akan satu hal. Ia menghela nafas panjang, merasa sangat bersalah karena melupakan satu hal terpenting yang seharusnya tak pernah terhapus bersama segala lukanya. Fakta bahwa di taman milik Sooyoung lah dua janin buah hati mereka terkubur, bersama dengan angan dan harapan yang sempat mereka lambungkan.
"Kita akan kesana besok."
Sooyoung tersenyum mendengar jawaban Sehun. Wanita itu menggeser tubuhnya sedikit keatas dan melayangkan kecupan singkat di pipi pria itu.
"Sehun."
"Hm?"
"Kau belum menceritakannya padaku."
"Tentang?"
Dengan ragu, Sooyoung beralih menatap sepasang kaki Sehun yang kini tak lagi terlihat kaku. Pria itu pun tersenyum, mengerti dengan arah pembicaraan wanitanya. Ia mengubah posisinya menjadi duduk bersandar. Bersiap untuk memulai ceritanya. Wanita itu pun turut terduduk dengan tatapannya yang enggan berpaling.
"Butuh waktu cukup lama bagiku memutuskan untuk mengobati kaki pincangku. Saat itu, setidaknya selama satu tahun aku menghabiskan waktuku dengan menangisimu."
Sehun meringis kala melihat tatapan tak percaya dari wanita di sampingnya. Terdengar konyol memang. Pria yang terkenal dingin dan sangat menjaga martabatnya itu bisa menangis karena ditinggalkan oleh seorang wanita. Sungguh benar-benar tak sesuai dengan perawakan Sehun yang begitu disegani.
"Aku tau ini terdengar menggelikan, tapi sungguh. Hidupku benar-benar hancur dan tak menyisakan apapun saat itu. Benar-benar tak ada yang tersisa hingga membuatku tak bisa memperbaiki apapun. Sooyoung, ternyata kau memiliki pengaruh sebesar itu dalam hidupku."
Entah karena usianya yang semakin beranjak dewasa, wanita 28 tahun itu menjadi mudah menangis. Terbukti sepasang matanya yang sudah memanas dan nyaris menjatuhkan buliran bening itu.
Dengan tatapan sendunya, Sehun tersenyum seraya meraih tangan Sooyoung dan menggenggam jemarinya erat. Seakan takut wanita itu kembali terlepas dari genggamannya.
"Setelah setahun terlewati, barulah aku sadar. Bahwa yang aku lakukan adalah sia-sia. Dengan menangisimu, aku tak akan bisa membuatmu kembali padaku."
"Sehun."
"Dan saat itu aku membuat keputusan besar. Keputusan yang bahkan sebelumnya tak ingin aku pikirkan. Mengobati kakiku. Aku tak akan leluasa bergerak untuk mencarimu jika aku masih menjadi pria tak berguna seperti itu."
Sooyoung menggeleng pelan. Menyatakan ketidaksetujuannya akan ungkapan 'tak berguna' yang Sehun layangkan pada dirinya sendiri.
"Disela kesibukanku untuk sembuh, aku juga mencarimu dengan bantuan beberapa rekanku untuk mencari keberadaanmu. Di belahan dunia manapun, aku harus menemukanmu. Memastikan jika kau baik-baik saja walau aku yakin hatimu terluka."
Sehun menggantungkan ucapannya. Pria itu kembali menoleh dan tersenyum. Jemarinya bergerak bebas menghapus air mata yang membasahi wajah wanitanya.
"Hingga akhirnya kaki yang sebelumnya kuanggap tak berguna ini benar-benar membawaku kepadamu. Disaat aku berada di puncak keputusasaan untuk menemukanmu yang saat itu mendadak hilang dari jangkauanku."
Sooyoung tersenyum dengan tatapan teduhnya. Kedua tangannya melingkar di leher Sehun dan menenggelamkan wajahnya di pundak pria itu. Sudah cukup, ia sudah sangat puas mendengar cerita yang terasa bak cuplikan dalam sebuah drama romansa remaja. Senyumnya yang tersembunyi semakin melebar kala merasakan Sehun membalas pelukannya. Meremang bulu kuduk wanita itu kala Sehun berbisik disertai hembusan nafasnya yang begitu hangat menyapa tengkuknya.
"Kau sangat amat layak untuk aku perjuangkan. Aku menyayangimu, lebih dalam dari yang bisa kau rasakan. Lebih besar dari yang bisa kau lihat."
Ucapnya yang kini mengeratkan pelukannya.
-
"Bibi Kim!"
Seru Sooyoung ketika ia baru saja keluar dari mobil dan mendapati keberadaan wanita paruh baya yang menyambutnya di depan rumah. Tanpa ragu, Sooyoung menghambur memeluk sang kepala pelayan yang selalu dekat dengannya dulu.
"Akhirnya anda kembali nyonya."
Ucapnya dengan sepasang matanya yang berkaca-kaca. Sama halnya dengan Sooyoung yang tak mampu membendung tangisnya. Di belakangnya, Sehun muncul dan mendekati dua orang yang sibuk berbincang. Entah apa yang mereka bicarakan.
"Mari tuan dan nyonya, saya sudah memasakkan beragam hidangan kesukaan kalian."
Mendengar ajakan bibi Kim, Sooyoung tersenyum tipis dan menggeleng pelan.
"Bisakah aku menunda jadwal makanku? Aku.. Ingin bertemu anak-anakku."
Ujar wanita itu mengalihkan pandangannya pada sebuah taman yang terletak tak jauh dari rumah utama. Tempat itu, masih terlihat sama seperti terakhir kali ia melihatnya. Seolah diperintahkan untuk tetap begitu, mempertahankan eksistensinya sebagai pemilik taman tersebut. Dan memang benar begitu adanya.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Remarried [END]
Fanfiction{FANFICTION} Cerita ini adalah sequel dari Limitless ------------------- Setelah perceraiannya dengan Sooyoung, Sehun menyadari betapa berharganya kehadiran wanita itu dalam hidupnya. Butuh waktu setidaknya empat tahun baginya untuk kembali menemui...