Bagian 8

376 12 2
                                    

-Bobby-

Pekerjaanku benar-benar banyak hari ini. Proyek besar yang ku kerjakan sangat menyita perhatianku. belum lagi mengurusi para mahasiswa magang yang benar-benar tak becus. Entah kenapa rasanya aku tak bisa mempercayai seorangpun untuk memfinishing pekerjaan hingga akhirnya aku harus lembur dan baru bisa pulang larut malam. tentu saja satu kantor ku buat lembur. Bukan Bobby namanya jika tak bisa berbuat adil. Haha.

Saat aku sampai dirumah, jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kulihat Selly tertidur di sofa. Apa yang dilakukannya disini. Oh astaga. Aku jadi kesal sendiri. Selly benar-benar tak bisa diberi tau. ia sama sekali tak bisa menjaga diri.

Akhirnya aku menghempaskan diriku di sofa didekat tempatnya sekarang tidur, membuat ia seketika terbangun

"Maaf mas, aku ketiduran." Ucapnya dengan wajah kaget.

"Siapa yang suruh kamu tidur disini?" Tanyaku ketus tanpa menoleh kearahnya. Selain itu aku juga sedang mendowoad beberapa file yang dikirim asistenku ke e-mail.

Rasanya aku hendak marah padanya yang sama sekali tidak bisa mendengarkan kata-kataku. Bukankah tadi siang ia kusuruh untuk beristirahat saja dikamar? Tapi lihat apa yang ia lakukan sekarang.

"enggak ada mas. Aku hanya khawatir..." Jawabnya dengan suara mengecil di akhir kalimat. Aktivitasku terhenti. Akupun segera memandanginya.

"Lain kali jangan menungguku. Tidurlah dikamar." Sahutku sambil menarik nafas dalam. Tak ingin kembali memarahinya.

Kulihat ia mengangguk. Aku segera beranjak dari tempatku meninggalkannya menuju kamar karena sudah kegerahan. Hendak mandi.

Ternyata Selly sudah menyiapkan piyama dan handukku. Akupun bergegas mandi air dingin. Cukup menyegarkan pikiranku.

Saat aku keluar dari kamar mandi, kulihat Selly sudah tidur meringkuk di tempat tidur.

Ralat, sepertinya ia tak tidur karena saat kulihat dari dekat, bahunya naik turun dan terdengar isakan kecil keluar dari bibirnya. Kurasa ia menangis. Oh astaga melihanya begitu membuat hatiku tersayat.

Aku ragu, apakah harus mendekatinya untuk meminta maaf atau bagaimana. Harusnya ia yang meminta maaf padaku karena tak menuruti perkataanku. Hahh... aku tak habis pikir namun aku jadi merasa bersalah juga.

Berusaha menurunkan egoku, akupun mendekatinya.

"Kamu kenapa?" Tanyaku berusaha selembut mungkin. Kurasa ia kaget dan segera menggeleng.

"A-aku gap-gapapa mas" sahutnya tergagap, masih membelakangiku.

"Maaf jika tadi aku menyakiti perasaanmu..."

Lama aku menunggu ia mengatakan sesuatu tapi ia hanya diam tak merespon apapun.

"Aku hanya khawatir pada anak kita makanya takut jika kamu tidur di sofa. Siapa tau kamu jatuh. Berbahaya, bukan? Lagipula bukankah tadi siang aku sudah berpesan kalau kamu harus beristirahat saja dikamar?" Tanyaku ia hanya mengangguk kecil namun tak menoleh sedikitpun.

Perlahan aku beringsut mendekatinya. Mengusap rambut halusnya. Kemudian mendekapnya dari belakang.

"Jangan menangis lagi." Pintaku lirih, lalu berusaha membalikkan tubuhnya agar menghadapku.

Aku menatapnya dalam. Matanya menatapku. air mata masih mengalir di sudut matanya.

"Mas..." Ucapnya tiba tiba.

"Hmm?"

"Apa mas sebegitu bencinya padaku?"

"Apa yang kamu pikirkan? Aku tidak membencimu." Sangkalku bingung akan pertanyaannya. Apa kurang jelas pernyataan ku kemarin bahwa aku ingin memulai semuanya dari awal lagi?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Freeze Spring (Side Story of Reaching Your Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang