TMA | Part 12

15 0 0
                                    

Take Me Away •

Happy reading..

Setelah kedatangan dokter 10 menit yang lalu kini mereka tengah menunggu dokter yang tak kunjung keluar. Ayah dan Bunda Samudra baru saja tiba, mereka memang berniat ke rumah sakit setelah pulang dari kantor karena dokter memberi tahu mereka jika hasil pemeriksaan Sheva sudah keluar.

Tapi saat di perjalanan tadi, mereka mendapat pesan dari Samudra jika keadaan Sheva drop lagi. Bunda Gia tidak tenang, selama perjalanan wanita itu terus saja merapalkan doa kepada Tuhan untuk Sheva.

Menit berlalu keadaan di depan kamar inap Sheva hening, semua orang tak ada yang membuka mulutnya hingga dokter keluar. Mereka hanya mampu berharap jika Sheva akan baik-baik saja.

Hingga suara pintu terbuka menginterupsi mereka.

"Bagaimana dokter?" tanya Bunda Gia.
"Silahkan ke ruangan saya Tuan dan Nyonya, ada yang perlu saya sampaikan terkait kondisi putri anda" sahut sang Dokter.

Ayah Daren dan Bunda Gia pun mengikuti dokter Dion menuju ruangannya. Saat memasuki ruangan mata mereka terfokus dengan map coklat di atas meja kerja dokter itu.

"Apa yang terjadi dengan putri saya dok?" tanya Daren tak sabar.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kelainan sel darah putih pada tubuh putri anda. Dalam dunia medis hal ini biasanya disebut dengan Leukimia atau kanker darah. Namun sepertinya putri anda sudah cukup lama mengidap penyakit ini, karena saat ini Leukima putri anda sudah mencapai stadium 2. Keadaan putri anda saat ini adalah salah satu efek saat pasien berfikir terlalu keras" terang sang dokter setelah membaca kertas dari map coklat tadi.

"Apakah bisa disembuhkan dok?" tanya Daren lebih lanjut.
"Saya tidak bisa menjamin kesembuhan pasien tuan, tapi pasien bisa melakukan kemoterapi untuk membunuh sel kanker pada tubuh pasien tentu saja dengan berbagai efek samping yang ada" sahut dokter Dion.

"Saya menyarankan untuk selalu menjaga kesehatan pasien dan jangan biarkan pasien terlalu berfikir keras agar kondisinya tidak mudah drop" lanjutnya.
"Terima kasih atas informasinya dokter. Saya pamit" ucap Daren.

Dokter tersenyum menanggapi dan mempersilahkan pasangan suami istri itu untuk pergi.

"Ayah" panggil Gia kepada suaminya.
"Bunda tenang ya Sheva pasti sembuh. Dia kuat bun" ucap Daren berusaha menenangkan istrinya itu.
"Kenapa harus Sheva ayah, kenapa harus dia yang merasakan sakit" lirih Gia dengan air mata yang sudah mengalir.
"Sttt bunda gak boleh kayak gini, kita harus kuat di depan anak-anak terutama Sheva. Bunda dengar kan tadi dokter bilang Sheva gak boleh terlalu berfikir keras. Kita bakal lakuin segala usaha buat Sheva sembuh sayang, kamu tenang ya" jelas Daren.

Sementara di depan kamar inap Sheva masih sama seperti tadi, tidak ada yang beranjak dari posisinya. Dokter memang sudah keluar, tapi beberapa perawat masih di dalam sana. Mungkin mereka sedang membersihkan darah Sheva yang mengenai baju gadis itu tadi.

Samudra melihat kedatangan Ayah dan Bundanya, ada apa ini? Kenapa perasaannya tidak enak setelah melihat raut wajah Ayah dan Bundanya.

"Bagaimana om?" tanya Kenan cepat.

Ayah daren menggeleng, "Hasil pemeriksaannya menunjukkan kalau Sheva mengidap leukimia stadium 2 Ken" sahutnya.

"Ayah bohong kan? Bilang sama Sam kalau ayah bohong. Sheva gak sakit kan yah?" cecar Samudra pada Ayahnya.

Gia menarik Samudra ke dalam pelukannya, Samudra yang merasakan air mata sang Bunda akhirnya ikut meneteskan air mata.

Leukimia stadium 2? Kenan tak percaya ini. Tidak, dia tidak mau mempercayai ini. Shevanya pasti baik-baik saja.

Cklek!
Suara pintu terbuka menampilkan beberapa orang perawat yang baru saja keluar dari kamar inap Sheva.

"Suster apakah boleh kami masuk?" tanya Bunda Gia.
"Silahkan nyonya tapi jangan membuat keributan agar pasien bisa tenang" sahut sang suster.
"Terima kasih sus" jawab Bunda Gia.

Mata Sheva terpejam damai di atas brankar rumah sakit. Semua orang menatapnya sendu, kenapa harus gadis ini yang menderita. Bukankah dibenci oleh orang tuanya sudah cukup membuatnya menderita?.

Tapi takdir berkata lain, rupanya Tuhan sangat menyayangi Sheva hingga cobaan demi cobaan terus mendatangi Sheva.

"Jangan kasih tau Sheva tentang hal ini" ucap Kenan datar memandangi wajah pucat kekasihnya.
"Saya mohon" lanjutnya ketika merasakan akan ada yang membantah ucapannya.

Kenan duduk di kursi sebelah brankar, merebahkan kepalanya di tangan dingin Sheva.

"Temani aku tidur sayang" ucapnya mengambil tangan Sheva dan mengecupnya sebelum memejamkan mata.

Tubuhnya terasa lelah hari ini, apalagi setelah mendengar kabar Sheva tadi.

"Biarin Kenan istirahat dulu ya, kalian udah makan?" tanya Bunda Gia kepada Samudra, Vina, dan Reyhan.

Ketiganya kompak menggelengkan kepala, mereka memang belum makan sejak pulang sekolah.

"Makan dulu yuk, setelah itu kalian pulang ini udah malam" lanjutnya setelah itu pergi mendahului mereka bertiga bersama Ayah Daren.

Samudra beranjak pergi menggandeng tangan Vina. Tapi Reyhan, lelaki itu masih diam menatap lurus ke brankar Sheva.

"Rey ayo makan dulu" ucap Samudra.
"Gue gak laper" sahutnya datar.

Samudra yang mengerti keadaan lalu pergi, dia cukup tau jika Reyhan juga sama terpukulnya karena keadaan Sheva.

Tapi apakah hati lelaki itu akan baik-baik saja melihat bagaimana perlakuan Kenan terhadap Sheva. Bahkan saat ini Kenan sedang tidur sembari mengecup tangan Sheva. Ah sudahlah, cinta memang serumit itu.

***

Dilain ruangan yang masih 1 gedung rumah sakit dengan Sheva, tepatnya kamar inap Bian terlihat Rania yang menemani sang kakak yang sampai saat ini masih memilih untuk memejamkan matanya.

Papa dan mamanya berada di belakangnya, mengelus lembut rambut Rania. Apakah mereka tidak bertanya-tanya dimana Sheva yang sudah 2 hari ini tidak pulang.

Bahkan jika Sheva tiadapun sepertinya mereka tidak akan peduli.

"Pa kapan Kak Bian bangun?" tanya Rania kepada papanya.
"Kita harus sabar ya, jangan lupa doa terus sama Tuhan biar Kak Bian cepat bangun" sahut Edwin menanggapi pertanyaan putrinya.

"Papa Rania kangen sama Kak Bian" cicit Rania dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya.

Edwin berjongkok di hadapan Rania, menangkup lembut kedua pipi anaknya. "Papa juga kangen sayang. Tapi kamu gak boleh nangis gini, Kak Bian pasti sedih kalau Rania sedih" ucapnya lembut.

"Aku benci Sheva papa, dia yang udah buat Kak Bian gak bangun" ucapnya dengan air mata yang semakin deras.

Dada edwin bergemuruh, amarahnya bangkit mengingat anak itu. Tangan yang semula membelai lembut pipi putri keduanya kini turun sembari mengepal erat.

Edwin merogoh hp di saku celana kantornya, mencari nomor seseorang dan menghubunginya. "Cari Sheva sampai dapat, saya tidak peduli kalian membawanya dalam keadaan apapun" ucapnya datar pada seseorang di seberang sana.

"Baik bos" sahut seorang itu.

Wah guys Sheva mau diapain lagi nih sama papanya?😭
Ikutin terus kisah ini guys❤.

Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang